Chapter 10 - Tak seperti liburan

343 27 5
                                    

Akhirnya, setelah menjalani Ulangan Akhir Semester minggu lalu, kini adalah hari dimana siswa dan siswi diperbolehkan untuk belajar dirumah alias Liburan. Asik!

Dan sekarang, di sinilah aku. Duduk bersama adik perempuanku, Lintang di suatu Kedai Minuman yang terletak tak jauh dari pusat keramaian kota. Niatnya, sih ingin menunggu Ibu kami yang sedang melihat-lihat berbagai ragam tanaman hias di suatu toko tanaman di dekat kedai ini. Ibu memang senang sekali mengoleksi berbagai macam tanaman hias, entah untuk diletakkan di halaman depan rumah ataupun di dalam rumah. Beliau sangat antusias sekali dalam merawat tanaman-tanaman tersebut agar tetap segar dan tidak layu.

"Biar rumah kita sejuk, gak gersang dan panas." Begitu sih, katanya.

Ting!

Suara khas yang dimiliki oleh ponsel Lintang berbunyi menandakan ada BBM masuk, lantas ia langsung membukanya. Ketika matanya menatap layar ponsel tersebut, senyumnya mengembang, tetapi setelah ia menyadari aku memperhatikannya, senyumannya langsung sirna perlahan.

"Kenapa lo senyam-senyum gaje gitu?" tanyaku to the point.

"Kak, gue harus pergi sekarang nih. Temen gue jemput depan kedai." Lintang menjelaskan. Sontak, aku menautkan keningku setelah mendengar ucapannya barusan.

"Lha? Mau ngapain? Emang udah izin lo sama Ibu?"

"Selaw nanti gue sms, Ibu pasti ngizinin kok. Udah, ya gue caw dulu," pamitnya, tetapi aku menahannya sejenak.

"Temen lo siapa?" tanyaku sambil menaikkan satu alis. Lintang manggaruk tengkuknya dengan sedikit grogi, lalu ia memamerkan cengiran kuda,

"Faza, hehehe. Udah ya. Babay!" Setelah itu ia ngacir keluar dari kedai ini. Dan aku ditinggalkan sendirian. Benar benar menyebalkan.

Aku langsung mengeluarkan ponselku dan mengetik sesuatu pada Lintang.

 

Adeeva Afsheen: Pacaran mulu lo! Gue bilangin Ayah baru tau rasa.

Lintang Anindya: Makanya cari pacar. HAHAHA

Adeeva Afsheen: Durhaka lo sama kaka lo yang unyu ini. Oiya, satu lagi. Sorry gue mah gak genit kayak lo eoh.

Lintang Anindya: -_____-

 

Setelah itu aku hanya me-readnya. Tidak akan ada habisnya jika berdebat dengan adikku itu. Dia memang sedikit genit soal masalah cowok. Padahal ia lebih muda dua tahun dariku, tetapi ia sudah memiliki kekasih. Ckck, cinta monyet.

"Loh? Deeva? Lo di sini juga?" Suara yang familiar di telingaku membuatku menoleh ke arahnya. Kudapati Rian yang sedang berdiri di depan mejaku sambil membawa secangkir ... teh atau kopi mungkin?

"Eh, Rian? Tadinya sih sama Lintang, tapi dia ninggalin gue." Aku mendengus kecil, Rian hanya tertawa ringan.

"Berarti, bangku depan lo kosong dong?"–ia melirik tiga buah bangku di sisi depan dan sampingku–"Gue duduk sini, ya?" tanyanya. Lalu aku mengangguk.

"Lo ngapain di sini?" tanyaku membuka pembicaraan, ia mengelap keringat di keningnya menggunakan handuk kecil yang ia selipkan di saku celananya.

"Abis nge-gym sih, eh pulangnya mampir ke sini dulu deh." Ia menggedikkan bahunya sekilas, lalu menyesap minumannya.

"Oh?" Aku menaikkan kedua alisku, "Sendirian?"

"Sama ...." Rian mengedarkan pandangannya ke arah tempat pemesanan.

honey deeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang