Chapter 2 - Malam minggu

539 30 5
                                    

cek mulmed yaa kawand-kawand ada Deeva tuh!;p mhihihi

*

"Akhirnya ya, kita bisa pake baju putih abu-abu juga! Haha" seru Jannet, sekarang kami berempat -aku, Nabila, Jannet, dan Aghna- sedang berada di kelas 10 MIA 5, dimana kelas Jannet berada. Kemarin, tepatnya hari Kamis setelah tiga hari menjalani MOS kami telah menjalani test untuk menentukan jurusan, dan beruntungnya kami semua masuk kelas IPA/MIA, jurusan yang kami minati. Tetapi aku dengan Nabila, Jannet dan Aghna tidak sekelas, aku mendapatkan kelas 10 MIA 4, Nabila dan Aghna 10 MIA 1, sedangkan Jannet kelas 10 MIA 5. yaa tidak terlalu cukup jauh lah jika ingin bermain ke kelas mereka, hanya melewati dua kelas saja, sedangkan kelasku dan Jannet bersebelahan.

"Lebay lo Net," tukasku terkekeh kecil.

"Eh jangan panggil Net napa gak enak amat, Jen kek gitu" protesnya dengan muka masam.

"Emangnya kenapa? Lucuan Net lagi" tambah Aghna disusul anggukan setuju dari aku dan Nabila.

"Gak mauuu, pokoknya jangan panggil Net, soalnya itu panggilan SD gue dan itu yang ngebuat gue dibully satu kelas" Jannet mendengus.

"Jangan bilang....." Aku menatap Jannet sok misterius,

Nabila menambahkan "Lo diledekin Net gara-gara itu nama ambigu lagi? Ya, kayak nete? Eh apasih gue"

Jannet menganggukan kepala pelan sambil memajukan bibirnya beberapa centi. Seketika, tawa kami meledak, apalagi Nabila.

"Gila! Serius? Dulu SD lo dipanggil nete? Hmpffftt" aku menahan tawa dengan menutup mulutku dengan kedua tangan.

"AHAHAHA neteee" ledek Nabila sambil menunjuk-nunjuk Jannet.

"Sialan lo! Udah ah" Jannet meninggalkan kami bertiga seraya menopang dagunya dengan gaya sok ngambek.

"Eh eh mau kemana kamu, Net?" Tanya Aghna. Jannet berbalik, masih dengan raut wajah yang sama,

"Bodo! Mau keluar. Mau cari angin." Jannet melangkahkan kakinya keluar, sambil menghentakkannya sedikit keras. Kami semua terkekeh melihat tingkah lakunya.

"Temen lu noh," Nabila menunjuk ke arah pintu dengan menggunakan dagunya.

"Ih kan temen kamu juga" Aghna membulatkan kedua matanya.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala, "Temen gue emang gak ada yang beres."

.

"Hei, gue boleh duduk sini gak?" Seorang gadis -yang berkulit putih, berbulu mata lentik, dan sepertinya keturunan...... turki mungkin? Tetapi wajah turkinya tidak terlalu kentara- melirik kursi sebelahku yang kosong.

"Oh boleh, kok." Aku langsung melepas headset yang menempel pada kedua telingaku.

Gadis disampingku ini tersenyum hangat seraya mengulurkan tangannya, "Nama lo siapa?"

Aku membalas uluran tangannya, "Deeva. Adeeva Afsheen Jingga Rosadi, lo?"

"Elvaretta Nadine Halona Syahida, panggil Retta aja"

"Nama lo panjang juga ya..." responku, ia malah tertawa renyah.

"Nama lo juga, unik lagi. Ngomong-ngomong Rosadi itu nama dari bokap lo ya?"

"Hehe, iya. Kenapa emangnya?" aku menaikkan kedua alisku.

"Enggak, soalnya jarang aja gitu cewek yang dikasih nama itu." Ia tersenyum lagi, memamerkan sederet gigi putihnya yang rapi.

"Semoga kita bisa berteman dengan baik, ya, Deeva" tambahnya.

"Iya, Rett." Aku membalas senyumannya. Sepertinya ia tipikal cewek yang sedikit banyak bicara dan bersahabat, mirip seperti Nabila. Tetapi Nabila lebih cerewet darinya.

honey deeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang