Chapter 13 - Yang Kedua Kalinya

10 2 1
                                    

Hari ini aku resmi menjadi siswi kelas 11 di SMAN 72. Kini, aku dan Nabila sedang berjalan menuju kelas baru kami, 11 MIA 4. Aku sekelas dengannya! Mendengar berita tersebut saat pembagian rapot 3 minggu lalu membuatku semangat untuk menempuh pendidikan selama setahun kedepannya, karena sejak SMP kami tidak pernah sekelas lagi.

"Duduk situ aja, yuk, Deev! Yang deket kipas," ajak Nabila sambil memainkan alisnya. Aku mengikutinya. Suasana kelas masih lengang, kami sengaja datang pagi-pagi agar tidak perlu susah-susah berebut soal tempat duduk.

"Kira-kira, Zavier kelas mana, ya, Nab?" tanyaku penasaran setelah menjatuhkan bokongku ke kursi yang letaknya paling pojok sebelah kiri.

"Gak tau deh." Nabila menggedikkan bahunya sekilas. Tiba-tiba, ia menyenggol tanganku diiringi dengan gerak isyarat mata yang entah tidak aku mengerti.

Aku mengernyitkan dahi. Ia mendesis, lalu melemparkan pandangannya ke arah kursi pojok kanan paling depan. Ketika aku berhasil menangkap maksud pandangan Nabila tadi, rahangku jatuh ke bawah.

"Dia ... di sini?" tanyaku setengah berbisik pada Nabila.

"As you see," responnya sambil menaikkan kedua alisnya.

"Cha! Keluar, yuk!" panggil seorang cewek berbehel di ambang pintu kelas, diikuti cewek di sebelahnya yang sedang mengunyah permen karet sambil melambai-lambaikan tangannya pada Ocha. Oh, mungkin mereka teman dekat cewek itu yang diceritakan oleh Jannet sewaktu kelas sepuluh dulu.

Setelahnya, Ocha bergegas bangkit dari kursinya dan menjinjing I-Pod juga headphone putihnya.

"Ah sebel, gue gak sekelas sama lo berdua lagi," keluh Ocha sebelum ia benar-benar melesat keluar kelas.

"Kantin yuk, Deev! Tadi Jannet BM gue katanya mereka lagi pada di sana," ucap Nabila.

"Yuk!" jawabku singkat lalu pergi keluar kelas.

*

"Woi, Nab! Lo di MIA 4 juga?" Seseorang menghentikan langkah kami berdua ketika kami ingin memasuki kelas setelah tadi sempat mengobrol dengan sahabat-sahabatku di kantin. Otomatis, kami menoleh bersamaan.

"Iya! Lo juga, Le?" tanya Nabila balik pada Athallah—yang biasa dipanggil Tole oleh teman-temannya.

Athallah mengangguk. Lalu dia beralih padaku, "Lo juga?"

"Hah? Iya," jawabku sekenanya. Setelah itu Athallah tersenyum lebar pada kami berdua.

"Bah, asik nih! Lo duduk dimana?" tanya Athallah setelah kami sudah melangkahkan kaki ke dalam kelas.

"Noh, di sana noh," jawab Nabila sambil menunjuk letak kursi yang dimaksud dengan menggunakan dagunya.

"Shedap, bisa aja lo milih tempat duduknya. Takut kepanasan, yak?" Athallah tertawa mendengus, "gue duduk di belakang kalian ya?"

Kami berdua mengangguk menyetujuinya. Lalu setelah itu kami duduk sambil bercerita sedikit tentang rapot juga soal liburan kami. Athallah asik, Nabila heboh, aku hanya menimpalinya sesekali. Lima menit sebelum bel, aku melihat Ocha memasuki kelas dengan langkah gontai, lalu ia mengedarkan pandangan sesaat ke seisi kelas, lalu mengalihkan wajahnya lagi tak minat.

"Ngomong-ngomong, lo duduk sendiri, Le? Bangku lo masih kosong gitu," kata Nabila sambil melirik kursi kosong di sebelah Athallah.

"Enggak, gue duduk ama—dia tuh!" Tiba-tiba pandangan Athallah beralih pada seseorang yang baru saja memasuki pintu kelas. Orang itu ... Orang itu adalah ...

"Zavier?" gumamku tanpa sadar. Dia sekelas denganku? Itu berarti ia sekelas dengan Ocha juga.

"Sini, Vier!" panggil Athallah sambil menunjuk-nunjuk kursi di sebelahnya, pandangan cowok itu beralih pada Athallah—pada kami. Dia sempat menatapku sekilas. Sekarang dia sudah benar-benar berada pada kursi tepat di belakangku. Dengan posisi aku yang sedang menghadap ke belakang, ke arahnya! Sedikit demi sedikit, aku memutar tubuhku 90 derajat. Jantungku berpacu dengan cepat, bagaimana tidak? Cowok itu sedang berada tidak lebih 50cm jaraknya dariku, bau parfum aroma aquatic dan vetiver yang berpadu menjadi satu tercium jelas di rongga hidungku.

"Kita sekelas lagi? Ya ampun, bosen gue sama lo berdua," celetuk Nabila sambil memandang Athallah dan Zavier secara bergantian.

"Alah, seneng kali sekelas lagi sama orang ganteng," goda Athallah yang membuat Nabila dan Zavier berdecih secara bersamaan.

"Najong!" umpat Nabila.

Zavier tertawa mendengus. "Efek liburan ternyata gak ngerubah sikap pede lo yang najongin itu ya." Ia mencak-mencak setelahnya. Seketika, mulutku bungkam. Sejak kedatangannya di kelas ini, aku tidak mengeluarkan respon apa-apa pada topik yang sedang mereka perbincangkan. Tiba-tiba Nabila menyenggol dengkulku dengan dengkulnya, lalu ia melirikku penuh arti. Seperti lirikan seolah menyuruhku untuk mengeluarkan suara dan tidak bersikap kaku di depan Zavier.

Aku membasahi bibir, lalu membuka suara. "Gue ke kamar mandi dulu, ya, semuanya."

Mereka memandangku dengan penuh tanda tanya. Tanpa menunggu respon dari mereka bertiga, aku segera melangkahkan kakiku menuju toilet wanita. Bukan, aku tidak ingin buang air kecil atau cuci muka. Melainkan, aku hanya butuh menenangkan dan memantapkan diri untuk berhadapan di depan cowok itu. Karena, setahun kedepannya tidak mungkin 'kan jika aku terus bersikap seperti ini di depannya?

Aku menghela napas panjang, menatap pantulan diriku di cermin yang terletak dalam toilet wanita ini.

Kenapa harus sekelas sama dia? Bukan, masalahnya bukan itu. Yang lebih tepatnya, kenapa Ocha harus sekelas sama Zavier juga?! Tambah gue pastinya.

Setelah memastikan seragamku rapi dan memantapkan diri, aku keluar dari toilet wanita. Tetapi, saat aku ingin menaiki tangga, suara seseorang yang memanggil namaku dua kali berhasil membuatku berhenti, lalu menoleh.

"Kenapa Yan?" tanyaku pada Rian dengan kedua alis terangkat.

"Nanti pulang bareng gue, ya?" tawarnya. Aku menggeleng pelan, raut wajahnya langsung berubah sedikit kecewa.

"Gak bisa, gue udah janji sama Aghna hari ini kita pulang bareng." Hari ini hari Rabu, jadi tidak ada alasan untuk tidak pulang dengan Aghna.

"Yah, yaudah deh. Eh iya, lo dapet kelas apa?"

"MIA 4 lagi haha, lo?" tanyaku balik.

"MIA 1 lagi juga, eh berarti lo sekelas sama Athallah sama Z-avier dong?" Ia sedikit terbata tatkala mengucapkan nama Zavier. Loh? Mengapa?

Aku mengangguk. "Sama Nabila juga. Mereka duduk di belakang gue sama Nabila," jelasku, pada saat itu juga aku menangkap wajah Rian yang sedikit terkejut mengenai perkataanku.

"Mereka duduk di belakang lo?" Mulutnya terbuka membentuk huruf O setengah.

"Iya, kenapa deh?" Aku mengernyitkan dahi, ia menggeleng cepat.

Bel pertanda masuk menghentikan percakapan singkatku dengan Rian.

"Eh udah masuk nih, gue duluan ya!"

*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

honey deeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang