Chapter 12 - Langit Dan Samudra

493 16 3
                                    

Olivia Geordine aka Ocha on mulmed yayyy

*

"Hei, kalian! yang abis nginjek rumput itu, sini!" Pak Joko berteriak dari arah belakang, suaranya yang lantang dari jarak sepuluh meter terdengar jelas di gendang telingaku. Aku menggigit bibir bawahku keras-keras, lalu berbalik badan perlahan, takut.

Benar saja, di sana Pak Joko sudah berkacak pinggang dengan mata melotot, melototi beberapa anak yang barusan tak sengaja menginjak rumput hijau yang tumbuh rapi di dekat lapangan basket. Beliau sebagai guru Biologi kelas 12 sekaligus orang yang rajin memelihara rumput itu sangat marah jika ada siswa-siswi yang menginjak rumput tersebut. Aku yang baru dari kantin, tak sengaja menginjak rumput itu.

"Kemari!" bentak Pak Joko lagi ketika melihat kami—aku dan beberapa anak—tak bergeming. Mendengar hentakan Pak Joko yang menggelegar, kami semua langsung berlari kecil ke arahnya.

"Pak, sorry pak, saya gak sengaja. Suer!" Kakak kelas yang sepertinya kelas 12 itu meminta maaf kepada Pak Joko sembari mengangkat tangan kanannya ke udara membuat seperti huruf 'V', mungkin agar tidak diberi hukuman, denda atau semacamnya.

Kakak kelas di sebelahku juga menambahkan, "Iya pak, saya juga. tadi lagi buru-buru banget mangka—"

"Ah! saya gak mau denger alesan-alesan dari kalian lagi! Emang gak jelas apa di sana ada papan peringatan? Pokoknya kalian denda lima ratus ribu, ya!" sembur Pak Joko yang langsung membuat mata kami semua terbeliak.

Yang benar saja, aku tidak mempunyai uang sebesar itu di dompet atau di tabungan. Aku sudah pernah bilang 'kan kalau aku ini tipikal orang yang boros dalam masalah uang?

"Yah, pak. Hukuman lain gak bisa gitu pak?" rajuk kakak kelas 12 tadi dengan memasang tampang melas.

"Iya, pak!" tambah kami—anak-anak yang kena hukuman juga.

"Mending lari keliling lapangan sepuluh kali deh, pak saya dari pada harus denda," celetuk salah satu anak.

"Nah, yaudah sana kalian lari sepuluh puteran, ya!" ujar Pak Joko tegas.

Aku terkejut. Kami semua terkejut. Sepuluh kali puteran mengelilingi lapangan sekolahku yang besarnya sudah seperti apa ini aku tidak tahu? Ditambah lagi ada lapangan basket. Dan, yang dijadikan masalahnya juga bukan karena itu, di dalam lapangan basket itu sedang ada anak-anak basket yang sedang bermain di sana, dan tentunya ada cowok itu. Dikarenakan hari ini sebagian besar guru di sekolah ini sedang rapat, maka anak-anak dapat berhamburan keluar kelas, meskipun diberikan tugas.

"Ayo, cepat!" hentaknya sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah lapangan yang sangat luas itu. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku mengitari lapangan itu sepuluh kali putaran dalam kondisi belum sarapan. Makanan-makanan kecil yang tadi aku sempat beli ku titipkan pada Retta yang baru keluar dari lab bahasa, mungkin ia habis mengurusi ekskulnya itu.

"Semangat, Deev! gue ke atas dulu ya mau ngasihin ini ke ketua KIR IPA, penting banget," tutur Retta sambil menunjukkan sebuah berkas di tangannya, aku mengangguk.

Aku dan beberapa anak tadi mulai berlari mengitari lapangan, ku edarkan pandanganku ke lapangan basket, di sana Zavier sedang memerhatikan kami yang sudah mulai berlari. Aku tidak mempedulikannya, masa bodoh imageku jatuh dihadapannya.

Tiga putaran sudah terlewati, aku mengelap peluh yang membanjiri kening juga pelipisku dengan sapu tangan berwarna ungu milikku. Ketika aku melewati lapangan basket untuk yang keempat kalinya, suara bass membuatkan tertegun.

"Semangat, Deeva!" seru orang itu. Aku menengok untuk melihatnya, ternyata yang menyemangatiku tadi adalah Rian. Aku tersenyum tipis menanggapinya. Sedangkan Zavier, ia acuh dan asyik dengan bola basketnya.

honey deeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang