10 days in woods
start.
"awww!"
seorang pria berkulit putih dengan celana jeans itu meringis saat merasakan bagian kepalanya sakit luar biasa. dia mengangkat kepalanya dan menyadari bahwa sekarang dia hanya sendirian diantara berpuluh makhluk hidup bernama pohon.
"dimana?" gumamnya sembari perlahan berdiri.
namanya ten, jangan tanya nama lengkapnya, kalian cukup memanggilnya itu.
ten sebenarnya sedang pergi bersama teman-temannya untuk menjelajah hutan yang disebut-sebut penuh misteri oleh penduduk sekitar.
awalnya berlangsung lancar, sampai tiba-tiba ada suatu serangan dari ular yang lumayan besar dan banyak. mereka berlari berpencar, dan ten kebetulan berlari kearah yang berbeda sendirian.
setelah itu ten tidak mengingat apapun lagi.
"kenapa gue bisa pingsan dah?" batinnya kebingungan.
ten akhirnya mengeluarkan kompasnya dan mengikuti arah timur. dia dan teman-temannya sudah membuat keputusan apabila mereka tersesat, jalan kearah timur yang akan mereka tempuh.
ten cuma berharap dia bisa segera bertemu teman-temannya.
tapi yang ten temui malah seorang wanita berpakaian kuno dan aneh yang berlari kearahnya. tanpa bicara apapun wanita itu menarik baju ten dan berseru untuk mengajaknya berlari secepat mungkin.
otak ten berkata jangan ikuti tapi badannya berkata lain, sekarang ten malah berada didepan sambil berlari menarik lengan wanita itu.
setelah cukup jauh ten berhenti, wanita dibelakangnya langsung meraup oksigen dengan rakus. mereka sangat kelelahan.
"kenapa tadi lo ajak gue lari?" tanya ten, nada bicaranya terdengar akrab tanpa canggung.
"gue dikejer demit," jawab wanita itu masih ngos-ngosan.
ten yang memang penakut langsung bergidik, "serius anjer?! dimana?!"
"ngga tau tadi pas gue lagi jalan muncul tiba-tiba. mana kaga ada palanya yatuhan gue tadi hampir lemes," wanita itu terduduk.
dari tampilan wanita ini, dia lumayan mirip dengan anak-anak yang suka naik gunung. tasnya juga besar banget, ten sampai hampir mengira wanita itu bawa kulkas.
"bajigur untung gue gak sempet jalan kesana," ten menggelengkan kepalanya seram.
"btw nama lo siapa? kok bisa ada disini sendiri?" tanya wanita itu.
ten duduk dihadapan wanita itu sambil menjawab. "gue kesini bareng temen-temen, bertujuh termasuk gue. tadi kami ketemu ular jadinya pada misah, sialnya gue misahnya sendirian. nama gue ten, lo?"
wanita itu mengangguk-angguk.
"nama gue.... eh?... nama..."melihat wanita itu kebingungan ten jadi ikut bingung. "kenapa? nama lo siapa dah?"
"bentar anjir gue lupa nama gue siapa?!" raut wanita itu berubah panik, beneran panik mukanya sampai pucat.
"heh serius mana ada orang lupa nama! panggilan deh nama panggilan?" tanya ten lagi.
"wah anjirrr," wanita itu berubah lemas. "serius anjir gue kaga inget nama gue siapa. gimana nih?!"
"gatau????? gimana jadi gue manggil elu apaan dah??"
"alah gatau deh anjir cuma nama doang. hmm nama lo siapa tadi?"
"ten."
"dahlah panggil gue eleven."
"serius babi malah bercanda," ten mendorong wanita itu pelan.
"ya jadi gimana anjir orang gue beneran kaga ingat nama gue siapa. udahlah panggil aja eleven, disingkat jadi eve aja," wanita itu mendengus.
"suka-suka lu dah. nah jadi eve, tujuan lu kemari sendiri apa? lu cewek loh?" tanya ten.
untuk kesekian kalinya wajah wanita itu kembali pucat.
"IYA JUGA ANJIR NGAPA GUE BISA DIMARI?????"
hari udah mulai gelap, ten sama eve sekarang lagi bangun tenda yang ada didalam tasnya eve. beneran eve kayak baru dibuang ke hutan sama orang tuanya, soalnya kayak gak tau apa-apa.
"lah??? ditas gue kok ada tenda???"
berakhirlah mereka bermalam di tempat mereka kenalan tadi. meskipun ten sebenernya takut karna di hutan ini gelap dan serem, dia harus sembunyiin rasa takutnya karna sekarang ada eve yang bergantung sama dia.
yaiyalah, anaknya aja lupa nama sendiri.
"sumpah ten gue masih bingung kenapa gue bisa nyampe disini lengkap dengan alat bertahan hidup," ucap eve pas mereka lagi masak air.
tas segede gaban yang eve bawa lengkap banget isinya, ada makanan, minuman, kompor kecil, teko, wajan kecil, sampe sendok dan tisu basah. yang lainnya juga banyak.
pas ten coba bawa rasanya mau patah tulang belakangnya, tapi eve malah bilang biasa aja. yaudah ten mangut-mangut aja, mungkin eve ada ikut sumo atau gulat jadi badannya tahan banting.
"gak apalah, kalo gak ketemu lo mungkin pas gue ditemuin udah tinggal mayat," ten ngaduk-ngaduk mie yang udah dituangin ke air mendidih.
"jangan ngomongin mayat dong, kita cuma berdua dihutan nih anjir," sungut eve.
ten cuma ketawa kecil padahal badannya udah merinding karna baru sadar sama ucapannya sendiri.
setelah mie matang, mereka makan ditemani api unggun kecil yang dibuat eve. beneran anak gunung kayaknya soalnya jago banget.
"besok lo mau kemana?" tanya eve, mereka udah siap mau tidur.
meskipun pas ten berangkat bareng temennya yang bawa tenda adalah lucas, untuk alas tidur mereka bawa sendiri-sendiri. jadi ten tetep ada alas untuk tidur, numpang tidurnya ditenda eve.
"gatau. gue mau kearah timur cuma takut jumpa demit yang lo bilang," jawab ten sambil merem.
"lo jangan pergi sendiri, ajak gue dong. gue takut soalnya."
ten menoleh kearah eve yang udah masang muka melas. ten tertawa kecil sebelum akhirnya bilang,
"yaiyalah, ntar gue mau tidur dimana coba."
"ten! buruan!" seru eve ngeliatin ten yang masih beresin alas tidurnya. ini manusia apa siput lama amat.
"sabar elah masih ngantuk nih," keluh ten ngucek-ngucek mata.
setelah berdiskusi tadi malam mereka akhirnya memutuskan untuk keluar dari hutan ini bersama. pokoknya mau gimana pun mereka harus keluar dulu dari sini, baru minta bantuan orang luar buat nyari temen-temen ten.
"jadi kita kearah mana nih? kalo ke barat bukannya berarti kita makin masuk ke hutannya ya?" tanya eve.
"gatau anjir, cap cip cup ajalah," jawab ten enteng.
beneran cap cip cup dong, dan arah yang mereka tuju sekarang adalah utara.
"yuk lah gue gak betah lama-lama disini," ajak ten, eve ngekorin dari belakang.
"sebelah gue elah, berasa majikan guenya," kata ten.
"dih enak aja," sungut eve. dia berjalan kecil kearah ten, namun tiba-tiba dia berhenti dan noleh kebelakang.
"woi? buruan!" seru ten.
eve kembali balikin badannya terus lari kearan ten yang udah rada jauh. "maap-maap."
"ngapain tadi?" tanya ten, tangannya eve ditaruh buat ngerangkul tangan dia.
eve menggeleng, "gak ada, kayaknya gue salah liat," jawab eve sambil mengeratkan rangkulannya.
eve berharap dia memang salah liat, gak lucu kan kalau sebenarnya dari tadi malam mereka diawasi sama makhluk hitam besar berbulu lebat.