🌲sakit

57 6 0
                                    

badan eve menjadi lemas sejak kejadian tadi malam. gadis itu hanya terdiam sepanjang hari dan tak banyak makan, padahal biasanya dia yang paling banyak menghabiskan stok makanan.

"eve istirahat yuk," kata ten.

eve berhenti lalu terdiam sebentar, seperti sedang menilai situasi.

"ada yang mau datang," ucapnya tiba-tiba.

ten langsung mendekat. "siapa?" tanya nya waspada.

"gak tau, yang pasti bukan demit kayak kemarin. kayaknya... manusia."

begitu eve selesai bicara, ten langsung menolehkan kepalanya mencari sosok yang eve katakan.

"dimana? arah mana?" tanya ten lagi.

"g-gak tau.." jawab eve ragu lalu menunduk.

"eve?" ten memegang kedua pundak gadis dihadapannya. "lo gapapa? masih kaget soal semalam?"

"gue bingung ten."

"tentang?"

"maksud perkataan anak itu. apa maksudnya tempat gue bukan disini? kemana gue harus kembali?"

ten menatap eve lembut. "mungkin maksudnya tempat kita bukan di hutan ini melainkan di rumah kita sendiri. mungkin kehadiran kita disini mengganggu ketenangan mereka."

"dan masalah kemana lo harus kembali... lo bisa kembali ke gue kapan pun."

"maksudnya?" eve mengangkat kepalanya.

"e-ehm maksudnya.. kalo lo masih belum tau harus balik kemana setelah keluar dari hutan ini, lo bisa tinggal sama gue dulu."

eve hanya terdiam menatap ten, tak lama gadis itu kembali menunduk dengan bahu bergetar.

"ve?"

"hiks."

"ve?!"

ten ikut menunduk begitu mendengar suara isakan, memastikan asal suara itu berasal dari eve dan bukan makhluk penghuni hutan ini.

"kenapa nangis deh?" ten memeluk gadis itu.

"g-gue tetep aja takut dan bingung..."

"gapapa, kita pikirin pelan-pelan aja."











"kita gak muter balik kan?" tanya eve begitu kembali melihat sebuah rumah tua.

"gak. apa hutan ini dulu tuh perumahan???"

mereka berdua berdiri dihadapan rumah tua yang tidak kalah menyeramkan dengan rumah yang mereka jumpai di hari ketiga mereka tersesat.

"gue mau cek sebentar bisa dijadiin tempat kita istirahat atau enggak," ujar ten, eve langsung menggandeng lengan ten bermaksud ikut masuk.

akhirnya mereka perlahan masuk ke dalam rumah itu. tapi alangkah kagetnya mereka begitu melihat isi dalam rumah tersebut.

"bersih banget?!" pekik mereka berdua berbarengan.

"loh luarnya serem kok dalemnya gini???" eve kembali berucap.

walaupun tidak banyak memiliki barang didalamnya, tapi rumah itu bersih dan tak berbau. dindingnya pun terbuat dari beton dan bukan kayu.

"kayaknya ada yang tinggal disini deh?" celetuk ten.

"ngawur! mana ada orang normal yang mau tinggal disini!" sahut eve.

"kan siapa tau."

mereka kembali berjalan memasuki beberapa ruangan. dan seperti diduga, ruangan-ruangan tersebut juga bersih sama seperti ruang depan.

"kita kayaknya bisa tidur disini deh, gak perlu bangun tenda lagi," kata eve, ten mengangguk setuju.

akhirnya mereka menghabiskan malam keenam didalam rumah itu.











"kok bisa sakit sih?!"

pagi harinya, ten kalang kabut karna wajah eve memerah dan tubuhnya panas. biasa kalau ten yang mengalaminya, dia akan menumpang tidur di rumah kun untuk dirawat oleh temannya itu.

tapi bagaimana sekarang ten dapat pergi ke rumah kun kalau dia masih tersesat dan tak tau arah jalan keluar dari hutan penuh demit ini?!

"uhuk ma-maaf.." eve berujar lemah, benar-benar tak cocok dengan dirinya yang biasa selalu ceria dan bersemangat.

"duh gimana nih gue gak bawa obat lagi. di tas lo ada gak?"

"coba periksa aja."

setelah ten cari ternyata ada, buru-buru lelaki itu menyuapi eve sarapan dan memberinya obat penurun demam. eve tertidur sepanjang hari akibat efek samping obat itu.

ten merawat eve penuh hati-hati, selain karna takut membuat penyakit gadis itu makin parah, ten juga tak begitu mengerti cara merawat orang sakit.

"cepet sembuh dong," ujar ten saat dia menyuapi makan malam untuk eve.

"iya.." eve menyahut, namun suaranya sangat pelan.

"besok harus sembuh! kita kan harus keluar dari hutan ini."

"iya.."

"gue gak bakalan ninggalin lo sendiri dan bakal jagain lo. jadi cepet sembuh ya."

"iya bawel."

"dih gue khawatir gini dikatain bawel," sungut ten tak terima.

"udah gue mau tidur jangan berisik."

"iya-iya," kata ten lalu beranjak ke tempat tidurnya yang berada lumayan jauh dari tempat tidur eve, namun masih satu ruangan.

setelah ten tertidur pulas, diam-diam eve bangun dan keluar dari dalam rumah itu.

lalu memuntahkan seluruh makanan yang telah dimakannya sedari tadi pagi tanpa sadar warna bola matanya berubah menjadi hitam pekat.

///

maap ya aku bolong sehari lagi, soalnya kemarin bener-bener tepar :(

maap juga part kemarin ada sedikit jumpscare nya, gatau ya apa ada hubungannya itu foto sama cerita diatasnya.

intinya maap sekali lagi kalau part ini singkat, soalnya ini aku ngetik jam 11 malam di luar kantor walikota yang dingin dan penuh asap rokok :)

[1] 10 Days in WoodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang