🌲kepala

53 8 0
                                    

tak perlu dijelaskan lagi bagaimana ten dan eve melewati malam ketiga mereka di hutan yang gelap dan suram itu.

pastinya di hari keempat, pagi hari ini, belum tampak adanya gangguan-gangguan lagi yang datang seperti hari-hari kemarin.

"udah beres?" tanya ten, eve mengangguk.

mereka lalu melanjutkan perjalanan dalam diam. kali ini mereka benar-benar tidak banyak bicara dan istirahat, energinya disimpan untuk perjalanan panjang.

mereka akhirnya berhenti di suatu pohon besar yang berbuah banyak. eve menarik ujung baju ten agar lelaki itu menoleh.

"apa?"

"mangganya banyak, ambil dong," pinta eve.

"dih kan udah janjian semalem gak bakal ngapa-ngapain pas istirahat selain makan sama minum?"

"ya kan mangganya bisa kita makan nanti?"

"tapi kan harus manjat?"

"iih buruan manjat aja deh, banyak omongnya," sungut eve kesal.

"ogah ah banyak semutnya!" tolak ten.

"ten ih pliss gue tiba-tiba pengen karna udah liat buahnya," eve memohon dengan wajah memelas.

ten menghela napas sambil membuang buka. tanpa bicara lagi dia bersiap memanjat pohon besar itu. eve kegirangan.

"hati-hati! kalo lo jatuh gue gak bisa tangkep!" teriak eve dari bawah.

ten yang sudah naik ke dahan yang paling rendah hanya memasang wajah malas. dia lalu memetik beberapa buah mangga setelah mengucapkan permisi.

"tangkap!" seru ten dari atas, eve mengadahkan tangannya dan buah dilempar.

beberapa kali eve gagal menangkap dan akhirnya buahnya jatuh ke tanah dengan keadaan mengenaskan. ten memarahi eve yang tak becus menangkap, meski hanya sekedar marah bohongan.

"eh ten! buah yang itu besar banget!" kata eve menunjuk satu buah yang kelihatan paling ranum dan besar diantara yang lain.

"ah elah jauh banget itu," keluh ten, eve tetap memohon sampai akhirnya lelaki itu menurutinya.

ten merangkak perlahan sambil memegang batang pohon erat-erat. begitu hampir menggapai buah yang eve inginkan, terdengar suara dari sebelah ten.

"hei.."

ten sedikit membeku, harusnya ia tak memperdulikan suara itu dan tetap mengambil buah mangganya tanpa menoleh.

tapi yang ten lakukan malah suatu tindakan yang sangat amat bodoh, ia menoleh.

"aahhhh!!!" ten berteriak sembari tubuhnya mulai terjatuh dari atas pohon.

BRUK.

syukurnya ten jatuh tepat diatas tasnya yang hanya berisi alas tidur dan beberapa makanan ringan. tubuh ten kembali menegang saat melihat sumber suara yang didengarnya dari atas pohon tadi.

"ten!!" pekik eve berlari kearah ten dengan segerombolan penuh mangga ditangannya.

"lo gak apa?! ada yang sakit gak?!" tanya eve panik, tersirat jelas kekhawatiran di wajahnya.

"a-ah gue.." ten berusaha bangun dan berusaha bersikap seperti biasa. "y-ya gue gak apa-apa, gak ada yang sakit."

"syukur deh, gue takut banget tau! lagian kenapa lo bisa jatoh coba?" tanya eve lagi.

ten langsung tersadar sepenuhnya. buru-buru ia mengambil mangga ditangan eve dan memasukkannya ke dalam tasnya. lalu menarik tangan eve kearah utara, secepat mungkin menjauh dari sana.

"ten, kenapa? ada apa?" tanya eve begitu menyadari ada sesuatu yang aneh pada ten.

"nothing," jawab ten tanpa menoleh.

"ten serius," eve menghentikan langkahnya yang membuat ten ikut berhenti. "lo liat sesuatu? atau denger sesuatu?"

"i-iya," jawab ten ragu sambil menunduk.

"apa? kasih tau aja ke gue," kata eve berusaha menenangkan ten, karna tangan lelaki itu lumayan dingin dan wajahnya menjadi sedikit lebih pucat.

"i see something, bad and ugly."

"what do you see?"

"head.. only head, without body."












ini hari kelima ten dan eve terjebak di hutan labirin tak berujung. mereka sudah lelah mengeluh dan lebih memilih untuk berpikir cara bertahan hidup.

kemarin, saat menjelang malam, mereka bertemu tebing yang tak begitu tinggi. rupanya ada tangga untuk turun kebawah, setelah ten cek, ada sungai kecil dibawahnya.

jadi mereka memutuskan untuk membangun tenda diatas tebing itu.

suasana pagi hari kali ini lebih sejuk dan segar. mungkin karna mereka tidak terlalu berada dalam dirimbunnya hutan dan lebih dekat dengan mata air.

mereka pun kembali mendapatkan pasokan air yang cukup.

"gue mau mandi sumpah," ucap ten begitu melihat jernihnya air sungai.

"kita gak ada handuk ya gausah ngadi-ngadi," sahut eve, padahal dia juga ingin sekali merasakan sejuknya mandi di sungai ini.

"serius? di tas doraemon lo kagak ada?" tanya ten menoleh kearah tas eve.

"gak tau sih, cek aja gih."

ten bangun dari duduknya lalu berjalan kearah tas eve. setelah mencari-cari ternyata ada satu handuk besar dan satu handuk kecil.

"kan apa gue bilang, tas lo tuh kayak kantong doraemon versi besarnya," ucap ten lalu memberi handuk besar pada eve.

"oh ada ya. ini apaan maksudnya?" eve menunjuk handuk yang berada di pundaknya.

"lah emang lo kagak mau mandi? gue aja mau loh karna gerah?"

"ya mau, tapi masa ada lo nya disini?"

"guenya masuk tenda lah gimana sih. gue duluan aja soalnya udah gerah banget, lo tunggu di tenda ntar pas gue udah masuk tenda baru giliran lo," ujar ten.

eve mengangguk patuh dan masuk ke tenda.

sekitar 30 menit berlalu dan mereka baru selesai bebersih. rasanya seperti dilahirkan kembali.

"berasa jadi bayi gue seger banget," kata ten.

"gausah lebay," sahut eve.

"btw lo ada liat sesuatu lagi gak?" tanya ten.

"gak tuh. emang lo liat apaan lagi?"

"yang kemarin itu, kayaknya demit perempuan deh. masa dia ngeliatin gue mandi."

"wkwkwk kepala bandot."

yang dibicarakan hanya menatap ten dan eve dari atas pohon.

[1] 10 Days in WoodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang