Ghandha , Sehangat mentari.

197 69 21
                                    

シ︎ happy reading シ︎

♥︎
♥︎
♥︎

Sudah terhitung sekitar tiga bulan lebih Ghani dan Amandha terlihat sangat akrab, dan jarang terlibat perkelahian seperti biasanya.

Keduanya bahkan sering terlihat sedang bersama, sembari bertukar bahan bercanda.

Keduanya menjadi lebih hangat, daripada biasanya.

☦︎ ☦︎ ☦︎

[ Bragh ]

Clarissa dan Monica serempak menoleh kearah sumber suara.

"Gila aja, masih pagi udah berantem. Sedeng apa ya otak nya?" Monic bertanya dengan nada ketus, sementara Rissa malah tak perduli.

Namun, saat sekilas memperhatikan lebih lekat. Rissa panik seketika.

"Astagfirullah, Mon itu Mon, itu Ghani?!" Clarissa menguncang tubuh Monic, keduanya sama panik nya.

Setelah sama-sama memastikan jika itu benar-benar Ghani, dengan respond secepat kilat, keduanya berlari menuju Amandha yang tengah asik dengan komik dalam genggaman tangan nya.

"Mandha, cowo lu baku hantam?!"

☦︎ ☦︎ ☦︎

Amandha, Rissa dan Monic sudah berdiri di barisan belakang kerumunan, penonton adegan perkelahian. Banyak yang bersorak-sorak untuk mengompori, dan sisanya hanya menatap dengan pandangan ngeri.

"Si brengsek!"

Amandha menembus kerumunan, menarik seragam Ghani tepat dibagian punggung laki-laki itu. Membuatnya menoleh dengan tatapan mata setajam elang.

Beruntungnya, lawan keributan Ghani juga dipegang kuat oleh Reza dan beberapa murit lainnya. Sehingga keadaan kembali senyap.

"Lu tuh kenapa sih?!"
"Apa?" Ghani masih terbawa perasaan kesalnya.

Amandha dengan segera menarik paksa laki-laki itu dari pandangan yang lain. Membuat beberapa pasang mata, menatap ke arah nya dengan perasaan kagum sekaligus iri.

☦︎ ☦︎ ☦︎

"Duduk."

Ghani menurut, duduk tepat di depan Amandha. Keduanya sedang berada di depan gudang SMA angkasa, tempat dimana Ghani biasa berkumpul dengan kawan-kawannya saat bolos mata pelajaran tertentu.

"Siapa suruh berantem?"
"Gak ada."
"Siapa yang bolehin berantem?"
"Gak ada juga."
"Terus kenapa berantem?"
"Ya karna mau."

"Bodoh" Amandha membatin.

Amandha duduk tepat disamping Ghani, dengan wajah kusut layak nya pakaian yang belum disetrika selama berminggu minggu. Ghani menunduk, merasa takut sekaligus bersalah.

"Maaf deh maaf"

Amandha menghela nafasnya kasar, kemudian menatap lekat manik mata Ghani yang sudah kembali meneduh, tidak setajam saat Amandha menarik nya tadi.

- GhanDha -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang