7

23 2 0
                                    

Malam ini pukul 22:00 Bara mengendarai motornya mengelilingi jalanan Ibu kota.
Bara mempunyai rumah tetapi rasanya Bara tidak ingin berlama-lama dirumahnya.
Bara punya teman tetapi Bara lebih suka angin yang meniup tubunya.
Ramainya Ibu kota jakarta membuat Bara sedikit melega.
Ia memarkirkan motornya di depan supermarket untuk membeli minuman serta makanan untuk menemani ia duduk di depan supermarket itu yang memang sudah di sediakan tempat bersantai.
Baru saja Bara hendak mengambil minuman menghentikan langkahnya saat ia melihat gadis yang tidak asing lagi dimatanya sedang memilih makanan ringan dan menaruhnya di keranjang.
Bara berniat membalikan badannya dan pergi dari supermarket ini. Tetapi sepertinya sudah takdir malam ini untuk mereka bertemu lagi karena Bara mendengar suara gadis itu memanggil namanya.

Viqa menghampiri Bara sambil memamerkan deretan giginya.

"Hay, Bara." Sapa Viqa sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapan Bara.

Bara tidak menggubris, ia berjalan meninggalkan Viqa begitu saja untuk membeli apa yang sudah menjadi rencananya sejak awal.

Viqa tersenyum, ia kembali memilih makanan serta minuman untuk menemaninya di dalam kamar.

Bara menaruh minuman serta pop mie di atas meja bundar yang berada persis di depan supermarket. Dengan santai ia memakan pop mie tersebut.

"Bara,"
Bara menghentikan aksinya saat namanya lagi-lagi di panggil oleh Viqa.

Viqa memberanikan diri duduk di depan laki-laki itu yang begitu terlihat tenang.
Tanpa di sadari Viqa menyukai bola mata Bara yang bila di perhatikan cukup lama ia terlihat teduh.

"Ikutan duduk ya,"

Bara tidak menggubris ia kembali kepada aktivitasnya.

"Gue cape banget yaampun,"

Viqa menaruh tas gendongnya di atas meja, lalu ia membaringkan tubuhnya di atas tas berwarna Biru muda itu.

"Kalau lo udah mau pergi bangunin ya,"

Ucap Viqa yang lagi-lagi tidak di gubris oleh Bara.

Bara selesai mengisi perutnya, ia berniat pergi dari kursi tersebut. Tetapi pergerakannya terhenti saat melihat Viqa yang benar-benar tertidur pulas.
Ia kembali duduk menunggu gadis itu bangun sendiri.
Karena bosan menunggu Viqa yang masih tertidur Bara pun mengambil ponselnya yang berada di saku jaketnya dan membuka aplikasi Game.

Bara sudah menyelesaikan gamenya sedangkan Viqa masih begitu menikmati tidurnya.
Bara menghela napas sebelum mengulurkan tangannya untuk memegang bahu Viqa tetapi hal itu tidak terjadi karena Bara kembali menjauhkan tangannya dari Bahu gadis itu.
Bara sedang berfikir keras bagaimana agar gadis itu terbangun tetapi sepertinya cara satu-satunya adalah membangun kan gadis itu secara langsung.

"Hey bangun,"

Viqa belum bangun juga.

"Woy bangun,"

Bara menghela napasnya sebelum beranjak dari kursi. Ia berjalan ke arah samping mendekatkan wajahnya pada telinga gadis itu.

"Viqa bangun,"

Suara Bara tidak keras tetapi itu berhasil membuat Viqa terusik.

Viqa membenarkan rambutnya yang berantakan, ia berkali-kali mengerjapkan matanya untuk beradaptasi dengan seseorang yang kini masih berada di hadapannya.

"Bara,"
Viqa kembali menyunggingkan senyumannya.

"Gue mau pulang."
ucap Bara sambil beranjak dari kursi.
Belum jauh Bara melangkah Viqa menyusul Laki-laki itu.

"Sebentar, tungguin gue sampai di jemput Kak Rama ya."

"Engga bisa."

"Bisa-bisain Bara, sebentar kok. Bentar ya gue telepon Kak Rama dulu."

Viqa mengambil ponselnya yang berada di dalam tas.

"Aduh, ponsel gue lobet."
"Bara,"

"Apaan sih?"

"Batre gue lobet,"

"Tadi juga gue dengar."

"Lo gak mau numpangin gue di jok motor lo gitu?"

Bara mengalihkan bola matanya.

"Enggak."
Bara kembali berjalan menghampiri motornya.
Ia mengabaikan Viqa yang masih berusaha menghidupkan ponselnya.

Bara naik ke atas motornya, dari jarak beberapa meter ia melihat raut panik di wajah gadis itu yang masih diam di tempat.
Bara berdecak kesal hingga akhirnya ia menghampiri gadis itu.

"Apal nomor kakak lo engga?"

Viqa menggeleng.

"Nomor rumah lo?"

"Engga juga,"

Bara lagi-lagi berdecak kesal.

"Kenapa sih lo suka banget berdecak gitu?"

Bara menghela napasnya dengan ketara.

"Kenapa juga sih lo suka menghela napas gitu?"

Bara diam, dalam hati ia memaki gadis menyebalkan yang ada di hadapannya ini.

"Lo mau tidur di sini?"

"Engga mau Bara,"

"Yaudah naik!"

"Apa?!" Tanya Viqa tidak percaya.

"Jangan pura-pura budeg,"

"Gue dengar kok." Dengan senyum bahagia Viqa naik di boncengan motor Bara.
Ia merasa bersyukur bertemu Bara pada malam ini sedangkan Bara merasa sial bertemu Viqa malam ini.

"Arahin jalan rumah lo."

"Oke!"
Jawab Viqa dengan semangat, ia menjelaskan jalan kerumahnya hingga mereka berdua sampai di depan rumah dengan lantai Tiga.

"Ini rumah orang tua gue,"
Ucap Viqa setelah turun dari boncengan motor Bara.

"Bara,"

"Apa?"

Jawab Bara dengan pandangan yang sama sekali tidak melihat Viqa.

Viqa bersorak bahagia saat Bara mau membalas panggilannya.

"Makasih, jangan lupain jalan rumah gue ya."
"kalau lo mau fotoin juga rumahnya engga apa-apa."
"Emm terus jangan lupa beli helm satu lagi ya."

Ucapan terakhir Viqa membuat Bara mengerutkan dahinya.
Viqa yang mengetahui hal itu langsung tersenyum.

"Yaudah gue masuk ya,"

Bara seolah tersadar akan sesuatu, mengapa ia tak pergi dari awal setelahgadis itu turun dari motornya.

"Viqa."

"Apa Bara?"
Tanya Viqa dengan raut gembira.

"Jangan ganggu gue plis. Gue engga suka benar-benar engga suka."
"Gue engga suka sama lo yang sok kenal sama gue,"
"Gue engga suka dengar apapun dari mulut bawel lo itu."
"Gue engga suka di ganggu!"

Viqa terdiam raut wajahnya terlihat muram.
Tanpa menjawab apapun Viqa meninggalkan Bara untuk masuk ke dalam rumahnya.

BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang