Chapter 6

38 11 2
                                    

Jangan lupa vote yaa.. tinggal pencet yang tanda bintang ituu

gampang kan?

-----

"Cinta itu bukan paksaan,"

-Adinda Bulan Azalia

-o0o-


Bel istirahat berdering keras, menggugah kembali semangat para murid untuk berjalan bersama teman mereka masing-masing menuju kantin. Mengisi perut yang kosong akibat memikirkan jawaban ujian di hari terakhir. Mereka harus mengisi perut dan mengembalikan energi dan konsentrasi agar dapat mengerjakan ujian terakhir di hari terakhir yang akan berlangsung setengah jam lagi, tepat setelah ketika jam istirahat berakhir di nyaringkan.

Bulan, Rania, juga Shafi tengah berjalan beriringan menuju kantin bersama. Hubungan Bulan dan Shafi baik-baik saja dan tidak canggung selama hari-hari ujian. Hal ini disebabkan karena Shafi banyak bertanya tentang soal yang tidak ia pahami selama ujian. Suasana mencair dengan sendirinya seiras dengan mencairnya obrolan mereka tentang ujian.

Waktu istirahat berjalan tak terasa. 

Bulan mengamati jam di pergelangan tangan kirinya, istirahat berakhir lima menit lagi. Ditatapnya teman-temannya yang beru saja menyelesaikan kegiatan makannya.

"Lima menit lagi istirahat selesai, balik ke kelas, yuk!" ajak Bulan sembari mengkandaskan gelas jus jeruknya.

"Ayo!" sahut Shafi seraya mengusap mulutnya yang berminyak menggunakan tisu. Memakan siomay membuat mulutnya berlepotan berminyak.

Bulan dan kedua temannya berjalan beriringan menuju kelas. Ketika mereka sampai pada pintu kelas, sebuah suara mengagetkan terdengar,

"WOI SHAFI!"

Bulan menolehkan kepalanya pada sumber suara. Ternyata Aidan. Ia segera berlari keluar kelasnya sembari membawa sebuah kotak makan.

Shafi yang sudah masuk kelas rupanya tidak mendengar panggilan Aidan yang ditujukan padanya.

"SHAFIRA IZNY KIRANA!" ulang Aidan.

Aidan berhenti tepat di depan Bulan yang belum memasuki kelas.

"Lo tau nama lengkapnya Shafi?" Tanya Bulan tak percaya. Sesuatu dalam dirinya kembali bertanya-tanya. Apakah Aidan mempunyai rasa yang sangat besar kepada Shafi hingga mengetahui nama lengkap Shafi?

"Iyalah! Eh, lo tolong kasihin ini ke Shafi dong! Dia belum sarapan tadi pagi," ujar Aidan mengatur napas, efek kelelahan sehabis berlari tadi dari kelasnya menuju kelas Bulan juga Shafi. Tangan kanannya menyodorkan sebuah kotak bekal.

Bulan menerimanya dengan hati teriris. Masih hangat, itu tandanya isi dari kotak bekal itu barusaja dimasak tadi pagi. Bulan hanya mengangguk dan memaksakan tersenyum tipis pada Aidan, lalu ia berjalan memasuki kelasnya.

Haruskah ia memberikan sebuah kotak bekal dari seorang lelaki yang ia suka pada perempuan lain? Bulan merasakan cemburu, tapi dirinya bisa apa? Tidak mungkin ia paksakan pada Aidan agar menerima cintanya, bukan? Karena cinta itu bukan paksaan.

Sungguh, kini Bulan merasakan apa yang dikata oleh anak remaja seusianya, bahwa mencintai itu sulit, juga rumit.

"Emm, Shafi, ini buat lo," Bulan menyodorkan kotak makan pada Shafi sembari tersenyum. Snyum yang dipaksakan tentunya.

"Buat gue? Dari siapa?" tanyanya, tangannya terulur memindahkan benda itu dari tangan Bulan ke mejanya.

Dengan berat, Bulan bergumam pelan, "Aidan,"

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang