- Pada akhirnya, kenyataan memang tidak bisa dihindari. -
**
Sorry for typos and happy reading!
**
16. Fakta
Sooji terbangun tatkala sinar mentari yang masuk melalui celah-celah tirai menerpa wajahnya. Dering ponselnya yang berbunyi sejak pukul tujuh itu mengusik indra pendengarnnya. Dia terpaksa membuka kedua matanya untuk mematikan panggilan atau memilih untuk menjawab. Karena pusing menyerang kepalanya, Sooji memilih untuk tidak menjawab panggilan tersebut.
Menghelakan napasnya, tubuhnya bersandar pada kepala ranjang. Dia meletakkan ponselnya kembali pada nakas setelah mematikan notif bunyi dan juga dering agar tak mengganggu aktivitas tidur pria di sampingnya. Senyuman tipis Sooji ulaskan seraya jemarinya mengusap permukaan pipi milik Myungsoo.
Pria itu memang tampan. Mendengar gadis batinnya memuji, Sooji tertawa tanpa suara.
"Aku pasti sudah gila," gumam Sooji sembari bangkit dari ranjang, lalu memungut pakaiannya. Dia meringis merasakan area wanitanya sedikit perih. Ini memang bukan pertama kali dirinya berhubungan badan, namun tetap terasa perih karena sudah lama sekali tidak melakukan hal tersebut.
"Dia membuatku tidak bisa berjalan, ish," gerutu Sooji dengan wajahnya yang memerah. Pria itu bertindak di luar batas begitu penyatuan pertama mereka terjalin. Sooji dapat melihat keterkejutan pasangannya, dia pikir dirinya gadis polos? Yang benar saja, hampir di seluruh pelosok negeri, gadis yang sedang beranjak dewasa telah kehilangan mahktonya di usia belasan.
"Kau sudah bangun?"
Sooji yang selesai membersihkan diri mendapati Myungsoo yang sedang mengumpulkan nyawanya dengan bersandar di kepala ranjang. Sooji menggosok surainya yang basah sembari berjalan dan duduk di pinggir ranjang. Tanganya kini mengeluarkan peralatan wanita di sebuah pouch.
"Ya."
Mengangguk sekilas Sooji lakukan sebagai jawaban. Mungkin mereka terlalu canggung dan Sooji tidak peduli dan memulai perawatan wajahnya. Dia memakai beberapa cream agar kulitnya terjaga. "Kita akan berangkat jam berapa?" tanya Sooji memecah keheningan.
"Setelah makan siang."
"Kalau begitu bersiaplah, aku akan bergabung dengan yang lain," ujar Sooji setelah menyelesaikan acara rutin yang dilakukan para wanita. Menghias wajahnya dengan sangat tipis. Agar terlihat natural dan sesuai dengan usianya.
"Soal semala-"
"Aku tidak menyesalinya dan aku harap kau juga, Myungsoo," balas Sooji cepat, mengintrupsi ucapan lelaki Kim. Mereka saling menatap dengan tenang, senyum Sooji kembali menghias dengan cantik. Terlalu manis untuk dilewatkan.
"Kau bisa bereaksi sesukamu," ujar Sooji dengan senyuman tulus. Dia menyambar ponselnya di atas nakas yang menampilkan panggilan masuk untuknya. "Bersiaplah, aku harus mengangkat panggilan," ujar Sooji sebagai penutup pembicaraan mereka sebelum dia memutuskan mengangkat panggilan.