Chapter 4

143 11 2
                                    

🍁🍁🍁

"Terkadang manusia terlalu percaya diri bahwa hidupnya masih bisa sampai esok hari. Ternyata hal itu yang membuat diri merasa malas dan menunda untuk berbuat kebaikan."

- Ustadz Muhammad
Nuzul Dzikri -

•┈┈••••○○❁🍃🌺🍃❁○○••••┈┈•

POSISI yang paling nyaman dalam sholat menurutku adalah ketika sujud. Ya, ketika kening menyentuh sajadah sembari bibir dan hati mengagungkan asma indah Sang Illah. Damai hati, jiwa, dan raga. Beban seakan mengepul begitu saja ketika kening bertemu dengan bumi.

Aku baru saja menunaikan sholat Isya di rumah. Setelah seharian ini lelah mendera tubuhku, aku memilih berdiam diri di kamar sejak pulang dari Heaven Book's. Tadi aku sampai di rumah kurang lebih pukul empat lebih lima puluh delapan menit.

Kak Raffa langsung pulang ke rumahnya setelah memarkirkan Qashwa—motor berwarna maroon bergambar Angry Birds yang tadi ditabrak oleh Kak Fajar. Sedangkan aku langsung masuk ke kamar setelah menyalami Ayah dan Ibu yang sedang duduk berbincang di ruang keluarga. Terlihat juga seorang perempuan dengan rambut terurai tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Dia adalah Kak Dinda, kakakku.

Sebenarnya aku tidak tahu pantas atau tidak menyebutnya seorang kakak. Mengingat kami memang tidak berhubungan dengan baik sebagai seorang adik-kakak. Mungkin banyak yang berpikir memiliki kakak perempuan itu menyenangkan. Bisa bertukar baju, sepatu, tas, dan lain-lain.

Tapi seingatku, selama aku hidup bersama Kak Dinda sepertinya belum pernah mengalami hal itu. Atau mungkin pernah sewaktu kami kecil dulu dan aku belum bisa mengingatnya dengan baik. Namun, sepertinya juga tidak mungkin karena umurku dengan Kak Dinda terpaut lima tahun jaraknya. Aku berumur satu tahun, sedangkan Kak Dinda berumur enam tahun. Mana bisa bertukar baju dengannya?

Ah, sudahlah. Itu tidak penting.

Aku berjalan menuju kamar tanpa menghiraukan kakiku yang sakit. Lebih tepatnya aku berpura-pura baik-baik saja supaya Ayah dan Ibu tidak panik karena khawatir. Dan ya ... memilih berdiam diri di kamar sebenarnya adalah bersembunyi. Menyembunyikan kakiku yang terluka dari mereka, Ayah dan Ibu.

     Setelah mandi, aku duduk sebentar sambil membaca buku. Saat maghrib tiba, aku langsung berwudhu dan menunaikan sholat Maghrib dilanjutkan dengan tadarus dan diakhiri dengan sholat Isya.

     Sejak kewajibanku di sekolah selesai, aku lebih banyak menggunakan waktuku untuk membaca buku, bertadarus, atau menambah hafalanku. Lain halnya dengan sewaktu masih sekolah dulu yang lebih banyak kugunakan untuk mengerjakan latihan soal. Tahu sendiri bagaimana sistem kurtilas. Siswa ditekankan untuk lebih mandiri dalam mencari informasi mengenai pelajaran. Dengan mengerjakan soal-soal latihan, secara otomatis aku akan mencari tahu jawaban yang benar minimal melalui membaca materi.

Aku berniat menyusun proposal kegiatan yang Kak Yusuf perintahkan satu pekan yang lalu kepadaku. Sebelum itu aku melipat mukena dan membereskannya. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka lebar. Kak Dinda masuk dan menjatuhkan diri di atas kasurku. Aku hanya menggeleng lalu melanjutkan aktivitasku.

Sedalam Makna Sujud Cintaku [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang