Chapter 15

852 57 9
                                        

Maaf kalo ada typo:)
____________

Jam pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi masih banyak siswa maupun siswi yang berkeliaran di lingkungan sekolah, entah untuk apa tujuannya.

Begitu juga dengan cowok yang lekat dengan kalung hitam di lehernya itu, entahlah dirinya bingung sekarang.

Ucapan ucapan Angel dan Cassie terngiang di kepalanya. Kalo kedua sahabatnya saja membencinya, bagaimana dengan teman sekelasnya? Tentu sangat amat membencinya bukan? Dan kedua orang tuanya? Devan dengar dengar kalo Aletta diusir dari rumahnya oleh mereka.

Lalu. Kemana Aletta sekarang?

Pikiran Devan masih bergelut di dalam otaknya. Logika dan hati saling beradu untuk memperebutkan Devan. Logika Devan berkata, kalo dirinya tidak usah berurusan lagi dengan Aletta, secara dia sudah membuatnya kecewa. Tapi hati berkata lain, kalo Devan harus memperjuangkan semuanya, cinta tidak memandang apapun selagi keduanya bisa bersatu dan saling mencintai? Kenapa tidak.

Brukk

Karena saking seriusnya memilih antara logika dan hati. Devan sampai tidak sengaja menabrak adik kelas cewek berkacamata hitam itu hingga terjatuh.

"Eh sorry, gue nggak sengaja." tangan Devan terulur membantu cewek tersebut.

Sedangkan cewek itu hanya diam tercengang menatap kakak kelas di depanya.

_'What? Ini beneran kak Devan?! Kak Devan!!'_ batinnya berteriak tak percaya.

Adik kelas itu kemudian membenarkan letak kaca matanya, kali aja dirinya salah liat. Bagaimana bisa Devan yang dikenal sebagai The most wanted boy kini berdiri di depannya. Dan tadi menolongnya?

_'Yaampun! Ternyata bener, kak Devan ganteng banget! Banget! Banget!'_

Devan sendiri menatap aneh adik kelas didepanya itu, tanganya terangkat lalu mengibas kibasan di depan wajah cewek tersebut.

"Hai. Lo nggak papa?" tanya Devan.

Dan seketika adik kelas itupun tersadar dari lamunanya.

"E..e ha..i juga ka...ak," ucapnya dengan gugup dan mata yang terus berbinar.

"Lo nggak papa?" Tanya Devan lagi.

"Ee..enggak pa..pa kok. Ah ii..ya ngga..kk papa."

Devan mengangguk, lalu pergi meninggalkan adik kelas tadi yang mungkin masih menatapnya.

"Aku nggak lagi mimpi kan?" gumamnya seraya mencubit pipinya sendiri.

"Awwhh."

***

Sedangkan berkilo kilo meter dari tempat Devan tadi. Seorang cewek tengah menangis tersedu sedu, penampilannya sudah sangat kacau, kantung matanya yang tercetak jelas, matanya sedikit membengkak, dan bajunya yang sudah sangat lusuh.

Mungkin orang lain yang melihatnya mengira bahwa cewek itu gila. Tapi bukan itu kenyataanya, Aletta ingin membantah kalo dirinya bukan gembel ataupun orang gila. Aletta masih utuh mempunyai kedua orang tua kok! Keluarga Aletta juga termasuk golongan keluarga terpandang! Bagaimana bisa dirinya disebut sebagai gembel atau bahkan orang gila!

Namun percuma, karena nyatanya penampilan Aletta saat ini seperti orang pinggiran. Aletta sakit? Tentu saja! Bahkan bukan hanya fisiknya yang sakit karena sudah berkilo kilo meter dia berjalan jauh. Tapi juga hati dan mentalnya, hati Aletta sakit karena tidak ada yang mau menerima dia apa adanya, toh ini juga bukan kemauannya dia bukan? Dan mental Aletta sakit, karena disaat keadaannya terpuruk seperti ini, semua orang yang disayanginya pergi meninggalkannya, bahkan Mommy Dan Dadynya sekalipun.

"Mom. Aletta sakit, kenapa Mom tega usir Aletta." Aletta terduduk di trotoar pinggir jalan yang sangat sepi.

"Devann..."

"Kenapa Devan juga tega bentak Aletta," ucapnya lirih.

Aletta meringgkuk dengan memeluk kedua lututnya erat, dan lama kelamaan lutut Aletta sudah basah di penuhi oleh air matanya.

"Kenapa kalian benci sama Aletta..."

"Aletta punya salah ya?"

"Apa karena Aletta kotor, jadi kalian nggak sudi nemuin Aletta lagi?"

Aletta terus menangis tanpa henti, kedua tanganya mencengkram lututnya dengan keras.

"Aletta benci sama diri Aletta sendiri! Aletta kotor! Aletta sama aja kayak....jalang!

"hiks hiks.... Mom, Dad. Maafin Aletta," ucapnya parau.

Deru motor terdengar jelas di telinga orang orang yang dilintasinya, umpatan umpatan kasar tentu ikut menyertainya. Tapi sipengendara tetap tidak peduli akan hal itu.

Otak dan perasaan Devan tengah kacau sekarang, dan untuk melampiaskanya adalah dengan cara seperti ini, mengelilingi jalan dan mengebut ngebutan. Dari mulai jalan yang ramai, sampai dengan jalan yang sepi dilintasinya.

Pandangan Devan menyimpit, saat matanya berhasil menangkap objek sosok perempuan yang tengah berdiri di ujung jempatan.

Dengan rasa penasaran, Devan menghentikan laju motornya tepat di seberang cewek itu, dan dibukanya helm fulface yang menutupi wajahnya secara perlahan, agar sosok perempuan di depannya itu terlihat jelas.

Devan refleks turun dari motornya saat sosok cewek itu hendak berjalan lebih dekat ke ujung pembatasan antara jembatan dan sungai yang memgalir deras di bawahnya.

"Aish peduli amat sih gue, kenal aja enggak," gumamnya saat hendak melangkah maju mendekati cewek tersebut.

Devan pun kembali balik menaiki motornya, namun saat pergerakan tangannya mengambil helm, tiba tiba ingatan tentang Aletta kembali perbutar di otaknya.

"Eh lo tau gak kak Aletta yang pacarnya kak Devan itu katanya diusir loh sama orang tuanya."

"Masa sih? Kok bisa."

Devan melirik kembali sosok cewek yang masih berdiri di ujung pembatasan itu. Dapat Devan dengar kalo cewek tersebut sedang nangis tersedu, karena suaranya yang cukup kencang, ditambah dengan jalanan yang sangat sepi. Mungkin hanya kedua orang itu yang berada disini.

Jangan jangan itu...

Dengan cepat Devan melempar helmnya dan berlari kearah cewek itu yang hampir saja menerjunkan dirinya kebawah sungai deras yang mengalir.

Untung saja Devan cepat dan tepat waktu menolongnya, dengan cara memeluk pinggang ramping cewek itu dari arah belakang.

"Hei, lo gila hah!"

Cewek itu memberontak saat Devan memeluknya, namun tangan Devan juga semakin erat memeluk tubuh cewek tersebut.

Dan dirasa sudah tenang, Devan memutar tubuh cewek itu lalu menangkup wajahnya dalam diam. Sedetik setelahnya Raut wajah Devan terkejut kaget melihat siapa cewek di depannya kini.

"A...alet..ta?" beonya, lalu merengkuh kembali tubuh ramping itu kedalam dekapannya.

"De..dev..an..."

ComfortableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang