Hati-hati adegan cheesy!
Shouto bangun lebih pagi dari biasanya. Tadi malam sehabis lembur, jadi tertidur di sofa. Menilik jam, menunjukan pukul setengah enam. Kemungkinan besar dua anaknya belum bangun. Dan tepat sebelum dia beranjak sang istri baru saja mengikat rambut keluar dari pintu kamar.
"Morning sayang." Sambutnya dengan suara serak khas baru bangun tidur, menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya, beralih mendekat sang istri.
Memeluk tubuh kecilnya dalam dekap hangat, sudah lama sekali dia tak bisa menemani sang istri tidur. Pekerjaannya tak bisa ditinggal, paling sering tidur di sofa kalau sudah sibuk begini.
"Morning too, my husband. Sudah tak lelah?"
Surai dwiwarna dielus, sentuhan ringan yang membuatnya terbuai seketika, elusan itu merambat pada pipi, berakhir dileher. Kedua lengan sang istri mengalung apik disana, sesekali mengelus otot tegangnya selepas jenuh melanda.
"Sedikit, harus menemui Hawk juga setelah ini. Kasus penculikan yang berbuah pembunuhan para pro-hero makin jadi. Sepertinya aku akan bertugas lagi."
Muka khas bantalnya, menggugah rasa gemas Momo, hingga kini beringsut menciumi pipi bengkak baru bangun tidur suaminya.
"Aku akan mendoakanmu Shouto. Tapi jangan lupa belikan dua bocah itu mainan yang kau janjikan minggu ini ya? Mereka juga menagih jalan-jalan dengan ayahnya kemarin."
Adunya, Shouto mengangguk, kini giliran menyerang pipi dan seluruh wajah sang istri dengan kecupan.
"Aku rindu sekali."
"Aku atau mereka?"
Pelukan lama yang sangat-sangat tak bisa dilepas. Sesekali Shouto akan menghirup dalam-dalam wangi tubuh Momo.
"Perlu kujelaskan lagi, diriku ini mengabdi pada siapa saja hm?"
Momo terkekeh, melepas pelukan, tapi justru dihadiahi cemberutan. Apa dia sedang dibujuk oleh suaminya?
"Jangan dilepas~"
Momo melotot tak percaya, nada manja dari Shouto membuatnya tak percaya kalau si suami tampan dan berwibawanya bisa begini juga.
"Astaga, kau ini sudah kepala tiga Shouto. Berhenti membuat suara yang membuat geli begitu. Kau bukan dua anakmu yang menggemaskan lagi."
Protesnya sambil berjalan menuju dapur, bersiap memasak sarapan untuk keempat anggota keluarga kecilnya.
Bagai tertancap panah, ucapan dari sang istri membuatnya sakit tak berdarah. Benar juga, kalau kumis dan janggutnya sudah lumayan tumbuh. Wajah maskulinnya dipadu dengan nada suara dan ekspresi anjing minta dipungut adalah kombinasi penghancur selera makan nomer satu. Sialan dia baru sadar.
"Kenapa seperti tertancap pedang, kata-katamu membuat sakit hati Momo."
Momo menggeleng takjub, drama telenovela yang dibintangi sang suami sudah keterlaluan.
"Ya ya ya, lebih baik kesini, bantu aku memasak Shouto, bukankah kau akan pergi lagi?"
Dia berjalan ogah-ogahan mendekat ke arah Momo.
Mengalungkan lengan kokohnya di pinggang sang istri. Menumpu dagu pada pundak, dan dengan jahil menggelitiki pinggangnya.
"Ahaha aduh geli! Shouto hentikan! Nanti mereka bangun! Ahaha!"
Nampak tak peduli, dia masih enggan beranjak menggelitiki area sensitif pinggang Momo.
Hingga tiba-tiba sang istri berbalik dan membuat pandangan mereka menyatu dengan intim. Hei, Shouto hampir lupa rutinitas paginya dengan Momo.
Dengan konstan dia mempertipis jarak.
"Shouto?"
"Hm? Jatah ciumanku?"
Momo menahan pundaknya agar tak mendekat, bisa-bisanya sang suami mencari kesempatan dalam kesempitan begini? Bukankah dia akan berangkat kerja lagi?
"Kau akan berangkat, lupakan dan segera mandi sana." Pipinya merona, bodohnya jarak makin menipis, Shouto tak gentar pada peringatannya.
"Satu kecup saja Momo."
"Kenapa aku harus? Waktumu sempit."
"Tidak, akan kulonggarkan."
"Kau ini, menyingkir!"
Pelukan mengerat, hidung saling menyentuh, bibir tersentuh lembut, sapuan manis yang lama sekali tak dirasa. Baru akan memulai lagi, suara seretan kursi terdengar.
"Papa Mama sedang apa?"
"Mama kenapa tak memasak?"
Bencana dunia. Sudah dipastikan Shouto habis dipukuli sang istri membabi buta.
Keduanya menoleh bersamaan, untung saja tadi bukan saat bibir saling menyinggung, persis setelah Shouto melepas kecup singkat.
"Kalian kenapa ada disini?"
"I-ini memasak kok, Papa juga harus mandi, ya kan?"
Suara bruk kencang, tubuh Shouto masuk terjungkal ke dalam kamar mandi karena didorong dengan brutal oleh sang istri.
Ya, bersyukur saja dia dapat kecup singkat, sebelum memulai misi lagi.
Kedua bocah saling berpandangan bingung, wajah sang ibu memerah seperti terserang demam.
"Apa Mama sakit demam?"
"Coba tanyakan saja Shouyo."
Keduanya serempak mengangguk, kembali ke arah sang ibu yang sedang gugup memulai masakan.
"Apa Mama sakit?"
Panci sup hampir terjatuh karena Momo yang kaget dengan suara dua anaknya. Ah malu sekali rasanya.
"A-haha tidak kok, kalian duduk dan tunggu saja ya?"
Keduanya serempak mengangguk, sedikit bingung pada kelakuan ajaib sang ibu.
Ya ajaib sekali, terutama ekspresi sang ayah yang tak kalah epic juga.
Suapan sereal terakhir belum selesai tertelan, tepat sekali Shouto akan meminum kopinya.
"Papa dan Mama sedang sakit demam ya? Muka Papa dan Mama merah sekali saat kami datang tadi pagi."
Ah, rupanya belum lupa dua anak itu.
Jadi harus dijawab apa? Kalau Shouto si hanya tersenyum ganjil sambil menggaruk tengkuk. Momo? Sudah terdiam dengan wajah memucat.
"Hm? Papa Mama? Kalian tidak sakit kan?"
Itu perkataan Shouyo, dia menautkan pandangan dengan sang kakak. Sepertinya kali ini, dua orang tuanya sedang melamun bersama-sama. Ya sudahlah, mereka teruskan saja makannya.
To be continue...
Chapter spesial, karena aku ingin asupan TodoMomo versi sah/plak
Terus dua Todoroki cilik, nanti dulu ya, ayah bunda kalian butuh refreshing, hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Todoroki Family
FanfictionShouto saja sudah merepotkan, ditambah dua bocah unyu-unyu yang cerewet, rasanya banyak sekali yang harus dia hadapi setiap hari. "Astaga itu apa Shouto?!" "Susu untuk mereka?" "Itu tepung terigu, demi apapun!" short stories after 'Wildest Dream' st...