Tumben sekali hari ini Shouto ada di rumah. Mengganggu dua anaknya yang sedang belajar membuat dimsum bersama sang ibu.
"Papa! Jangan dimakan! Itu punya Shouyo!"
"Hm~ enak sekali Shouyo..Papa mau lagi" seperti tak mendengar kritik sang anak dengan mudahnya lelaki berumur tiga puluh tiga tahun itu asal mencomot dimsum buatan sang anak.
"Shouto hentikan, kau ini nakal sekali." Sementara dua orang tadi masih bersaing melindungi dan menghabisi dimsum yang bahkan bentuknya tak karuan, Shougo dan Momo kerepotan mengukus beberapa dimsum buatan mereka.
"Papa masih nakal pada Shouyo Ma, dimsumnya mau dihabisin semua." Ujar sang anak berambut merah yang kini menunjuk sang Ayah dan adiknya yang masih beradu kekuatan.
"Astaga kalian apakan meja dapurnya?! Kenapa dibekukan semua! Shouto! Shouyo! Kembali kalian!"
Belum berlalu satu menit meja dapur sudah dibekukan dan kini dua orang tadi hilang entah kemana, terdengar dari derap langkahnya menuju halaman belakang.
"Shougo ikuuut!" Hampir dia meminta bantuan pada anak sulungnya, tapi bocah itu sudah dengan cepat pergi menyusul dua orang lainnya. Sengaja sekali meninggalkan keadaan dapur yang porak poranda untuk dibersihkan oleh dirinya.
"Hey kalian kembali kesini! Shougo!"
Pintu tertutup, dan kini dapur itu berubah jadi lengang dengan berbagai kekacauan didalamnya.
"Dasar nakal mereka, kenapa juga Shouto tak ada bedanya."
***
Di halaman belakang Shouto dan Shouyo berakhir tidur di atas rerumputan yang menghijau dengan cepat. Menatap pohon mangga milik tetangga yang buahnya tinggal beberapa.
"Makan mangga kelihatannya enak ya Shouyo."
"Huum, Papa panjat aja sana gih." Dia melirik sang anak yang dengan datarnya menyuruh dirinya memanjat untuk memetik buat yang menggoda perut mereka.
"Iya panjat sana Pa, nanti Shougo dan Shouyo dukung pakai pom-pom di bawah sini." Timpal sang anak sulung yang kini ikut-ikutan rebahan disamping kedua orang yang sudah duluan berada disana.
"Masa cuma didukung, bantuin panjat dong."
Shouyo beralih memicingkan pandangannya, lalu mengangkat kedua tangan sang ayah. Menunjukannya diatas tubuh mereka.
Shougo dan Shouto ikut memerhatikan apa yang akan Shouyo lakukan dengan ulahnya mengangkat kedua tangan sang ayah.
"Papa lihat kan tangan Papa yang besar ini?"
"Hum." Dia mengangguk menjawabi pertanyaan sang anak.
"Memang kenapa Shouyo?" Ini pertanyaan sang kakak yang ikut penasaran.
"Tentu saja Papa lebih cocok memanjat daripada kita Shougo, makanya tangannya besar begini, terus dua-duanya juga bisa mengeluarkan es dan api, kan bisa untuk senjata mengambil mangga, esnya dibuat tongkat."
Shouto menarik tangannya dari cekalan sang anak. "Kenapa jadi Papa yang kena?"
"Yah kan Papa sudah besar!"
"Bukan besar lebih tepatnya Shouyo, tapi tua. Yang tua mengalah pada yang muda dong."
Mau melawan tapi dua-duanya benar, Shouto berakhir mendecakan lidah, kalah berdebat.
"Ya ya ya kalian menang."
Jadi dirinya bangkit duduk dan bersiap berdiri untuk kemudian mendekati pohon milik tetangganya.
"Papa kami masuk dulu ya." Dua anak tadi tiba-tiba berbalik arah dari belakang tubuhnya.
"Eh kalian mau melakukan apa? Sini temani Papa meminta izin pada tetangga. Kalian ingin mangga kan?"
Dua-duanya mengangguk. "Iya, tapi ini lebih penting."
"Karena ini membuat Papa makin semangat." Shouto menaikan satu alisnya, kurang paham dengan omongan kedua anaknya.
"Semangat?"
"Iya Pa, sebentar ya."
"Oi!" Terlambat, kedua anaknya sudah masuk ke dalam rumah, lalu setelahnya suara ribut memasuki telinganya.
"Shouyo Shougo kalian mau apa bawa-bawa celemek begitu?" Itu suara teriakan dari sang istri.
"Pinjam sebentar saja Mama! Nanti kami kembalikan." Sahutan lain terdengar juga.
Pintu terbuka, menampilkan dua anak kembarnya memakai celemek sang ibu dan membawa pom-pom dikedua tangan mereka, terlihat imut dengan bandana yang diikatkan dikening masing-masing.
"Semangat Papa panjat pohon mangganya!"
"Ayo Papa bisa Papa bisa!"
"Haha pasukan cheerleader dari mana ini." Shouto berakhir tertawa karena keimutan kedua anaknya yang benar-benar melakukan perkataan untuk mendukung sang ayah dari bawah menggunakan pom-pom.
Sementara Momo yang akan menegur mereka jadi ikut tertawa bersama Shouto melihat dua anak tadi bersorak sangat lantang dengan gerakan menyemangati menggunakan pom-pom ditangannya.
Omong-omong dia sampai lupa perasaan kesalnya karena ketiga orang tadi membuatnya membereskan dapur sendirian, berganti dengan rasa gemas pada dua anaknya. Yang kini semangat sekali menyoraki Shouto agar cepat meminta izin pada pemilik pohon mangga dan memetik buah tadi untuk mereka.
Ya, kadang tak ada salahnya mengijinkan mereka bertindak sesukanya kan?
*dimsum itu sejenis pangsit isi daging cincang.
To be continue...
Ih udah lama, rasanya lupa cara nulis mereka berempat, maaf lama baru update.
Enjoy reading ^^)/
KAMU SEDANG MEMBACA
Todoroki Family
FanfictionShouto saja sudah merepotkan, ditambah dua bocah unyu-unyu yang cerewet, rasanya banyak sekali yang harus dia hadapi setiap hari. "Astaga itu apa Shouto?!" "Susu untuk mereka?" "Itu tepung terigu, demi apapun!" short stories after 'Wildest Dream' st...