8. MA || Sebuah Kenangan

5 3 0
                                    

Sebuah telapak tangan melayang tepat mendarat di pipi dengan mulus hingga menimbulkan suara yang cukup keras, membuat seisi restoran terkejut. Bahkan beberapa pandangan mengarah pada sepasang kekasih yang terlibat pertengkaran.

Benar saja dugaan Parveen bahwa akan ada perang dunia yang mengguncang seisi restoran. Sebab, sang lelaki itu terus menerus mengecek ponsel yang ada di sampingnya dengan wajah amat cemas.

Seketika Fairel mendelik tak percaya melihat sepasang kekasih yang tengah di maki-maki. Terlebih pada sang lelaki yang sempat ditamparnya tadi.

"Gimana? Anda masih meragukan kebolehan saya?" celetuk Parveen tersenyum kemenangan.

"Itu benar? Tidak ada setting dari orang dalam?" tuntut Fairel seakan tidak percaya dengan apa yang telah dilihatnya tadi.

"Ya benarlah. Kan saya sudah bilang kalau saya itu tidak pernah ke restoran lagi semenjak menjadi transmigran. Lalu, punya uang berapa saya sampai menyewa aktris dadakan seperti itu," papar Parveen dengan wajah bersungut kesal.

Seketika Fairel menyemburkan tawa gelinya. Mata sipit itu nampak segaris seiring bibirnya tersenyum lebar.

"Tapi kamu kok bisa menebak seperti itu?" Kali ini Fairel mencondongkan tubuhnya menghadap Parveen.

"Begini, Pak. Kita kan ada di sini pas sepasang kekasih itu datang. Awalnya saya kira Bapak tidak menyuruh saya untuk menyelidiki hal ini, tetapi berhubung Bapak tidak percaya, jadi saya memutuskan untuk sepasang kekasih itu untuk menjadi target."

"Lalu, bagaimana caranya kamu menebak dengan tepat?"

"Dilihat dari gerak-geriknya saja sepasang kekasih itu sudah aneh, Pak. Yang pertama, seharusnya ketika makan bersama kekasih itu menjadi hal yang menyenangkan, tetapi saya lihat dari tadi wajah laki-laki itu cemas akan hal sesuatu. Kedua, Si Pria ini sering melihat layar ponselnya yang jelas-jelas sudah ada Si Wanita itu di depannya. Dan yang terakhir, saya beberapa kali melihat pria itu melihat sekeliling dengan wajah yang sangat cemas."

"Ternyata dugaan saya benar, bahwa pria itu tengah berselingkuh dengan wanita lain. Dia ini takut kalau perselingkuhannya akan diketahui oleh istrinya." Mata Parveen beralih pada sepasang kekasih yang terjebak adu mulut.

Di sana nampak beberapa orang berusaha meleraikan, tetapi tidak ada yang menghiraukan dari salah satu sepasang kekasih dan wanita anggun, bahkan tidak sedikit orang memegangi si wanita anggun itu agar tidak melayangkan tangannya kembali.

Pikiran Parveen melayang jauh saat dirinya masih tinggal di rumah. Suara teriakan begitu memekakkan telinga selalu menyambut dirinya ketika malam hari tiba. Benda berjatuhan diiringin hentakkan mulai menggema, mengisi kekosongan tiap sudut rumah.

Dan entah mengapa Parveen selalu terbayang oleh saat-saat itu. Kala itu dirinya tidak mengerti apapun selain menutup telinga rapat-rapat. Mengusir semua suara yang membuat dirinya sangat takut.

Tanpa sadar setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Parveen, membuat Fairel terkejut.

"Lo kenapa, Ve?" tanya Fairel merendahkan suaranya.

Kedua alis tebal itu bertaut bingung. "Apanya yang kenapa?" Parveen berbalik tanya pada Fairel yang memutar bola matanya malas.

"Itu lo nangis," jawab Fairel sambil menunjuk pipi gembil Parveen yang basah.

Seketika Parveen menyentuh pipinya yang terasa basah, lalu berusaha menghapusnya agar Fairel tidak terlihat curiga.

"Nggak apa-apa kok." Parveen tersenyum kecil.

Fairel pun hanya mengendikkan bahunya acuh. Ia merasa akan lebih baik jika tidak memaksa gadis mungil itu. Sebab, dari cara bicara Parveen sudah sangat terlihat sekali bahwa gadis itu tidak ingin ditanyai lebih lanjut. Demi menghormati rasar gengsinya, Fairel pun terlihat acuh tak acuh sambil menyeruput kembali minuman yang ia pesan dan sesekali menatap luar restoran yang terlihat mulai ramai.

My AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang