7

1K 122 12
                                    

" Apa aku mengganggumu?" tanya Jaehyun dengan suara seperti berbisik pada Doyoung.

" Sst," kata Doyoung sambil meletakkan telunjuknya di bibir. 

Doyoung kembali mengelus-elus kepala Milo dengan lembut. Setelah dirasa tidur Milo sudah cukup stabil, Doyoung berdiri sambil memeluk Milo. Jaehyun yang berada di tepi pintu memberikan Doyoung jalan. Doyoung meletakkan Milo perlahan di atas bantal lebar yang berada di karpet dan mengelus Milo sebentar. Ia kembali ke balkon. Jaehyun sudah duduk di bangku lain. Balkon tersebut memiliki dua bangku dan satu meja yang mengarah ke luar.

" Ada apa?" tanya Doyoung yang masih di tepi pintu.

" Duduklah."

Doyoung memperhatikan tempat duduknya tadi. Kain hangat yang tadi tersampir begitu saja sudah dirapikan di bangkunya. Doyoung duduk setelah sedikit menggeser bangku tersebut menjauh.

" Maaf jika aku membuatmu merasa tak nyaman."

" ..."

" Aku tidak tahu aku akan berada di sini selama lockdown."

Bersamamu, dan itu kesempatan yang baik.

" Apakah kau tidak tinggal lagi di apartemen yang dulu?" Doyoung meringis dalam hati. Mengapa lagi-lagi ia mengatakan tentang 'dulu'?

" Apartemen itu sudah kujual. Aku membeli apartemen yang baru setelah dipastikan akan kembali bekerja di sini. Namun, apartemen itu masih dalam renovasi, betul-betul masih berantakan dan belum bisa ditempati. Pekerja juga dipastikan berhenti dulu."

" Kau bisa menyewa tempat tinggal untuk sementara."

" Akan lebih mudah jika aku menetap sementara di sini," kata Jaehyun dengan jenaka.

" Pelit," kata Doyoung dengan menyunggingkan sebelah bibirnya.

" Aku hemat," kata Jaehyun.

Mereka sama-sama tersenyum dan memperhatikan pemandangan malam.

" Aku tahu aku membuatmu tak nyaman. Apa kau keberatan?"

Doyoung membalas tatapan Jaehyun.

" Sudah terjadi. Mau tak mau kau akan terkurung di sini selama seminggu."

" Apa kau keberatan?"

" Biar bagaimanapun kau sudah dititipkan ibu dan ayah padaku."

" Aku ingin kau mengatakan secara jujur. Apa kau keberatan? Aku ingin agar lebih mudah."

Doyoung menghela napasnya. " Jujur saja, ya. Biar bagaimanapun, kau tau apa yang telah terjadi di antara kita. Terlebih setelah pertemuan kita terakhir kali. Maaf jika menyinggungmu, tapi jujur saja aku keberatan."

" Untuk malam itu dan hal yang terjadi sebelumnya, aku minta ma—"

Doyoung mengangkat tangan kanannya sebatas pundak. " Tidak. Aku tidak ingin membahas itu. Aku hanya ingin menjelaskan keberatanku saja."

Hening lagi.

" Bolehkah aku berharap? Setidaknya kita tidak seperti ini."

" Maksudmu?"

" Jelas ada kecanggungan di antara kita. Saat ini kita tinggal dalam satu rumah. Setiap hari pasti kita akan bertemu. Aku berharap kita bisa meninggalkan kecanggungan ini. Kita bisa mengobrol dengan santai, membahas ini dan itu. Aku tahu aku egois meminta padamu, tapi aku benar-benar ingin kita bersikap normal."

" Itu..."

" Kita bisa mencoba, Doyoung."

Doyoung terdiam sejenak sambil memperhatikan jalanan kosong dengan beberapa mobil terparkir di sisi jalan. " Baiklah, akan kucoba."

KarantinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang