zece

98 19 10
                                    

Atas persetujuan Renjun terhadap syarat yang diberikannya, Nakyung menerima tawaran Renjun untuk 'jalan'.

Sekarang mereka sedang bersantai di café. Renjun dengan segelas americano dan Nakyung dengan segelas ice choco. Renjun sedari tadi hanya terdiam, membuat Nakyung bingung.

"Renjun?"

"Hahㅡ eh, iya?"

"Kamu kok diem aja?" Tanya Nakyung. Renjun mengalihkan pandangannya, terlihat jelas rona merah di pipinya.

Nakyung tidak bodoh, juga tidak buta. Jelas jelas Renjun sedang malu.


































"Ngomong aja, Renjun," kekeh Nakyung, membuat Renjun makin merona. "Uh... maaf kalo gue tiba-tiba ngajak jalan," ujarnya.

Nakyung menggeleng. "Gak apa-apa, aku juga jarang diajak jalan gini kok."

"Emang di sekolah lo dulu gak pernah ada yang ngajak jalan? Muka lo cantik gitu, gak mungkin dianggurin kan?"



































































"Hahaha, tau aja kamu, Njun," Nakyung tertawa. Namun, tawa itu terdengar aneh di telinga Renjun. Seolah, si gadis berparas ayu dihadapannya ini tidak benar-benar tertawa.

"Selucu itu?" Tanya Renjun. Renjun tetaplah Renjun, sekalinya suka bakal bucin sampai mati. Nakyung menggeleng. "Nggak sih, tapi menurutku pantas ditertawakan."

Renjun ikut terkekeh. Tangannya tanpa sadar menyentuh puncak kepala Nakyung, mengelusnya sekilas. "Lo gemesin banget sih, gue karungin boleh?"






























"Apa sih, Njun," desis Nakyung. Renjun menjauhkan tangannya. "Maaf, gue reflek," ujarnya lirih. Nakyung menggeleng.

"Gak apa-apa, aku suka kok."

Ah, Nakyung, kamu gak sadar betapa berpengaruhnya kata-katamu terhadap mental Renjun sekarang ini. Jika bisa, Renjun ingin menelan bumi. Iya, menelan bukan ditelan.

"A-a-anu, haha, eum... ngomongin soal sekolah. Lo dulu sekolah dimana?"




































































































































"Permisi, carbonara fetuccini dan california sushinya?" Seorang pelayan meletakkan dua buah piring dihadapan Nakyung dan Renjun.

"Makasih mbak..." Renjun melirik name tag pelayan itu. "Ah, mbak Yeji?"

Yeji tersenyum. "Gak perlu pakai mbak, kita seumuran. SMA Daejun?"

Renjun mengangguk. "Lo kenal kita?"
































































































































"Kenal kok, Huang Renjun," ujar Yeji. "Dan Nakyung, iya?"

"Lee Nakyung," timpal Nakyung. Yeji tersenyum. "Ah, Lee Nakyung."

"Apa ada pesanan lain?" Tanya Yeji profesional. Renjun menggeleng. "Itu aja, makasih ya, Yeji."

Yeji hanya membungkuk sekilas, lalu melangkah menjauhi kedua murid SMA Daejun tersebut.
































































"Jangan diliatin," celetuk Nakyung. Entah mengapa ia merasa kesal saat melihat Renjun tersenyum kepada Yeji. Renjun mengernyit heran, "kenapa emang?" Tanyanya.

"Aku gak suka."

Psshhhh

"Ngo-ngomong apaan sih lo, Kyung?" Renjun gugup setengah mati. Mana wajah kesal Nakyung membuatnya berkali-kali lebih menggemaskan.

"Aku gak suka kamu liatin Yeji."

"Em-emang kenapa?"



























































































































































"Yeji bukan orang baik, Huang Renjun."

__[𝙸] 𝙵𝚛𝚒𝚍𝚊𝚢__

Maaf chapt ini gak jelas banget :"

Qotd: Yang udah SMA disini, show yourself pls?

Aku baru masuk SMA butuh saran dari para sunbaenimdeul :))

©Naleechu, 2020

[𝙸] 𝙵𝚛𝚒𝚍𝚊𝚢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang