Enam tahun hidup di keadaan kekurangan, tidak menjadi hambatan ku untuk bersekolah dengan layak. Mama tidak mau anak yang dilahirkannya menjadi bodoh atau lebih parahnya di bodohi oleh orang. Jadi, apapun yang terjadi Mama akan terus berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya, termasuk salah satu diantaranya adalah menyekolahkannya.
.
.
.
.
Di saat Orang tua ku tidak punya uang, Mama pasti punya cara untuk tidak membuat ku dan Kakak merasa lapar. Aku dan Kakak pun cukup mengerti untuk tidak memaksa agar dibelikan sesuatu yang berlebih seperti membeli mainan yang bagus atau memakan makanan lezat di rumah makan yang mewah.
"Minum susu dulu ya kak, dek." Mama berucap seraya memberikan susu kepada Kami. "Besok mama janji, bikinin kalian sarapan yang enak."
Kenyataannya pun Aku bingung, entah sampai kapan Mama tetap memberi janji untuk membuatkan sarapan lezat yang pastinya selalu berujung tidak terlaksana. Tapi sekali lagi kuingatkan, bahwa Aku dan Kakak tidak pernah memaksa.
"Iya ma, tidak apa. Susu buatan mama selalu enak, kakak suka kok." Kakak ku memang pandai dalam hal mengucapkan perkataan manis, sehingga membuat hati Mama yang sebelumnya merasa kacau menjadi lebih baik setelah mendengarnya.
"Ade juga suka kok ma. Terima kasih ya ma."
"Mama juga harus minum susu, mama kan belum sarapan." Kakak melanjutkan dengan pernyataannya yang sempat membuat Mama terdiam di posisinya.
"Mama udah sarapan Kak. Kamu ga usah takut mama belum sarapan ya."
Aku mengerti dan memahami di setiap untaian kata perkata yang Mama lontarkan. Mama berbohong.
Karena nyatanya, Aku tidak pernah melihat Mama memakan atau sekedar minum walau hanya untuk mengganjal perut ketika pagi hari. Sebab, Mama selalu disibukkan dengan kegiatan serta keperluanku dan Kakak ketika hendak berangkat sekolah. Dan tentu, meskipun Mama dapat memakan dan minum untuk sarapan, Mama akan memberinya terlebih dahulu kepada Kami
"Yang penting, kamu sama ade dulu yang mau berangkat sekolah. Harus minum susu, biar fokus belajarnya."
Aku dapat melihat senyuman manis namun juga terselip gurat sedih dan lelah di wajah cantik Mama pada saat Mama mengelus pucuk rambut Kami secara bergantian. Aku tidak bisa menyimpulkan pikiran ku sendiri atas seberapa berat beban hidup yang Mama tanggung? Seberapa banyak sakit yang Mama rasakan? Dan seberapa banyak orang yang menorehkan luka di hati Mama?
Yang bisa Aku dan Kakak ku lakukan hanyalah berdoa, meminta yang terbaik untuk kehidupan Mama, serta untuk kehidupan Kami selanjutnya.
.
.
.
.
.
.
.
.||°
.
.
.
.
.
.
.
.Aku bersekolah ditempat yang sama dengan Kakak. Kakak yang berumur 5 tahun lebih tua dariku, selalu memberi contoh yang terbaik untuk ku sebagai adik kecilnya yang masih terlalu lugu dan polos untuk mengenal kerasnya kehidupan.
"Ini kelas kamu ya, jangan nakal. Belajar yang pinter, jangan bikin malu aku." Kata kakak sambil membetulkan letak jepit rambutku.
"Iya kak, tenang aja."
"Ya udah, kelas aku di depan kelasmu. Kalo butuh sesuatu, ke kelas aku aja ya." Dan hanya Aku balas dengan anggukan kepala serta senyuman kecil manis yang total bikin kakak merasa kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Up and Down
RandomCukup menikmati dan mensyukuri apa yang sudah diberi . . . . . . . . bahasa : campuran (Indonesia-Inggris) Based on true story (SLOW UPDATE)