Bagaimana perasaan setelah mencoba berbagai cara untuk melupakan masa lalu, namun dipertemukan kembali oleh tokoh yang ada pada masa lalu tersebut?
Kami yang sudah menjalankan semuanya secara mandiri di keadaan senang, sedih, susah, maupun bahagia sedari awal, namun setelahnya dihadapkan dengan kenyataan yang sangat jauh dari pengharapan.
.
.
.
.
.Pintu rumah sudah mulai Kami lebarkan daun pintunya. Jendela serta gorden pun tak luput untuk Kami biarkan terbuka agar udara segar masuk memenuhi setiap jengkal rumah Kami.
Tinggal beberapa bank keliling yang harus diselesaikan tagihannya. Mama membayar dikit demi sedikit tagihan tersebut dengan meminjam uang kepada kakak perempuan Mama.
Kami harus bersyukur, sebab Kakak perempuan Mama mengatakan bahwa beliau akan memberikan Kami uang dengan percuma, yang artinya Kami tidak perlu untuk mengembalikan uang tersebut.
Akan tetapi, pemberian uang oleh Kakak perempuan Mama belum mampu untuk menutupi semua tagihan pada bank keliling. Alhasil, Kakak menyulap rumah Kami sebagai tempat bimbingan belajar untuk semua kalangan. Sehingga Kami mampu untuk membayar sisa-sisa tagihan bank keliling.
Aku pun disini tidak tinggal diam. Aku mencari uang untuk kebutuhan perut Kami. Walaupun usia ku masih sangat jauh dibawah usia pekerja seharusnya, tetapi Aku tetap bersikeras untuk mencari pekerjaan yang sekiranya mampu tuk Aku kerjakan.
Aku membantu dalam pengisian depot air isi ulang di depan rumah ku.
Hasil dari Aku membantu setelah pulang sekolah atau di hari libur, sangat cukup walau hanya untuk kebutuhan makan saja. Pasalnya, air di lingkungan perumahan ku sangat minim. Dan jikapun terdapat air, maka air yang akan mengalir sangatlah kotor, sehingga banyak warga yang mengantri untuk air bersih di depot pengisian air tempat Aku bekerja.
Hal ini berdampak pada hasil yang kudapat. Semakin banyak warga yang berbondong untuk pengisian ulang air, maka semakin banyak pula gaji yang akan ku terima sebagai hasil akhir yang akan Aku gunakan untuk membeli makan Mama dan Kakak.
Tidak terlalu buruk. Hanya saja, ketika Aku sedang berusaha memindahkan galon yang sudah diisi air ke tempat lain dengan tenaga kecil ku, dapat kulihat sekilas Mama yang berdiri depan pagar menitikan air mata dari kedua bolamata indahnya.
Terlalu sesak untuk menahan di dada, sebab melihat anak bungsu perempuannya yang sedang berusaha membantu perekonomian keluarga dengan pekerjaan yang tidak sebanding dengan usianya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.||°
.
.
.
.
.
.
.
.
.Tidak menunggu waktu lama untuk melunasi semua tagihan. Nyatanya semua ini seolah hilang bagaikan sihir.
Semua tagihan pada bank keliling sudah dilunaskan. Tidak ada lagi tunggakan atau sejenisnya yang membuat Kami tertekan atau merasa seperti tahanan di rumah sendiri.
Mungkin, sebagian doa yang selalu Kami panjatkan sudah mulai sedikit menunjukkan jawaban terbaiknya. Meskipun demikan, Kami tetap senantiasa berdoa. Karena Kami mensyukuri atas apapun kenikmatan yang Kami terima dengar cara berdoa dan berterimakasih kepada sang pencipta.
Namun, entah mengapa disaat Kami sudah mulai tersenyum dan bernafas lega, disaat itu pula Kami dikejutkan dengan seseorang yang sejujurnya tidak Kami harapkan kedatangannya justru sedang berdiri di depan pagar rumah.
Papa datang. Papa pulang ke rumah Kami.
Sempat terlintas di pikiran ku tentang kedatangan Papa. Aku takut jika pulangnya Papa kerumah ini, akan menjadikan Aku, Mama serta Kakak merasa kesulitan dalam menjalani keseharian.
Bukan maksud kurang ajar atau tidak menghargai. Akan tetapi, Kami tidak memiliki keuangan yang baik apabila harus menampung seseorang. Sebab, kedatangan Papa tidak membawa hasil yang akan membuat Kami merasa tercukupi atas apapun.
Tetapi, apa boleh buat jika nasi sudah menjadi bubur? Tidak dapat mengelak apabila sudah melihat Papa yang menunggu dan meminta perizinan untuk dibukakan pagar serta pintu rumah.
.
.
.
.
.
.
.
.||°
.
.
.
.
.
.
.
."Apa kalian rindu Papa?" Papa memberikan pertanyaan yang membuat Aku dan Kakak sulit untuk memberikan jawaban.
Kami hanya terdiam, bibir Kami seakan kelu untuk sekedar memberikan tanggapan yang sesuai atas pertanyaan Papa.
"Ade sama kakak masuk kamar dulu ya, kerjain PR aja atau belajar."
Mama yang datang dari arah dapur meminta Kami untuk pergi ke dalam kamar. Mama seakan mengerti kecanggungan antara Aku dan Kakak serta Papa.
Setelahnya Aku dan Kakak bergegas untuk segera pergi dari ruang tengah menuju kamar Kami.
Kakak yang memiliki tingkat keingintahuan yang tinggi, mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup sempurna. Mendengar sedikit percakapan Mama dan Papa
"Kalo kelamaan kaya gini, gua muak sama lu!" Mama berbicara dengan sangat kesal namun masih terselip nada tertahan.
"Ya terus kamu maunya kaya gimana?"
"Pake nanya lagi lu! Harusnya lu paham lu harus gimana."
Papa diam akibat perkataan yang Mama lontarkan. Sungguh tidak mengerti atas perbuatan yang telah dilakukan selama ini.
"Mending kita pisah aja."
Ucapan terakhir Mama yang membuat Papa dan Kakak yang mendengar sedikit membeku di tempat.
Aku yang terkejut melihat Kakak yang berdiam diri, dengan tergesa menghampiri Kakak.
"Ada apa kak?" Tanya ku dengan gelisah.
"Ga ada apa-apa de. Yuk kita balajar aja." Kakak segera menuntun ku untuk menjauh dari pintu kamar.
Namun beberapa saat setelah Aku dan Kakak mulai untuk melupakan dengan apa yang terjadi, Kami dikejutkan dengan teriakan yang menggelegar serta beberapa benda yang sengaja dibenturkan.
Aku dan Kakak hanya dapat saling memeluk dengan erat sembari memejamkan mata dengan kuat, menghalau semua suara agar Kami tidak mendengar sedikit pun. Menangis dalam diam, menahan rasa sakit di hati ketika keadaan keluarga jauh dari kata harmonis.
Berharap dengan sangat, walau hanya sekali Kami ingin orang tua Kami tidak bertengkar bagaimanapun caranya.
Terus bersama namun saling mendiamkan atau berpisah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.||\
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.To be continue
Cr; pinterest
KAMU SEDANG MEMBACA
Up and Down
RandomCukup menikmati dan mensyukuri apa yang sudah diberi . . . . . . . . bahasa : campuran (Indonesia-Inggris) Based on true story (SLOW UPDATE)