Sacrifice

8 3 1
                                    

Kenyataan yang pedih bahwa Kita hidup di lingkungan yang berkuasa adalah Mereka yang mempunyai uang serta kedudukan tinggi dan yang tidak mempunyai kekuasaan apapun akan semakin tertindas.

















.
.
.
.
.

Jika dihadapkan dengan kehidupan, maka semua harapan harus dilalui dengan berbagai badai dan rintangan yang berbeda setiap saat. Tidak akan mungkin mudah untuk mencapai suatu keinginan dan harapan. Pengorbanan lah yang akan menjadi salah satu jembatan untuk sampai di tujuan.

Begitu halnya dengan Mama. Berpikir bahwa setelah kepergian Nenek akan membuat Mama dapat lebih mudah dalam menjalani hidup yang begitu keras dan berat.

Harapan Mama sangat sederhana. Mama hanya ingin hidup dengan tenang dan damai. Menghidupi dua malaikat cantiknya hingga tumbuh dewasa dan cerdas dalam menanggapi situasi apapun.

Namun, nampaknya tidak semudah yang ada di pikiran Mama. Banyak sekali rintangan yang menghadang di hadapan Mama. Badai dan arus yang menghantam tubuh. Terkadang dukungan tidak pernah didapatkan Mama dari saudara kandungnya.

Hubungan bersaudara Mama tidak seperti kebanyakan orang. Mama sering kali bertengkar dengan permasalahan yang menurutku sedikit kurang jelas.

"Aku harus mengurus anak-anakku. Mereka sudah mulai dewasa."

"Perlu pengawasan yang lebih kepada mereka. Karena Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap mereka."

Mama mengucapkan dengan nada yang tenang dan tidak dalam emosi yang menggebu. Bahkan cenderung hanya memberikan informasi kepada saudaranya.

"Aku tidak yakin sanggup kalo harus mengurus papa sendirian." Mama melanjutkan kalimatnya.

"Suamimu kemana? Seharusnya dia yang bertanggung jawab atas anak-anakmu."

"Kita bisa jagain papa bergantian kok. Tenang saja."

Perlu ku beritahu bahwa Nenek ku memiliki lima anak. Satu lelaki di nomor dua, tiga perempuan di nomor satu, tiga, dan empat. Serta Mama yang menjadi bungsu anak Nenek.

"Kita sibuk, ga mungkin bisa jagain papa. Dia tidak bekerja, hanya mengurus anak ditambah papa tidak masalah kurasa."

Mama hanya diam. Tidak ingin memberi tanggapan apapun ketika semua Kakak kandung Mama sedang berdiskusi.

"Kau saja, sebagai kakak tertua seharusnya mau menjaga dan mengurus orang tua." Saran yang diucapkan oleh Kakak nomor empat, cukup membuat suasana menjadi hening.

Keputusan yang diambil dari hasil diskusi antar saudara membuahkan hasil. Kakek tinggal bersama Kakak pertama Mama di suatu perumahan yang cukup dekat dengan rumahku.

.
.
.
.
.

||°

.
.
.
.
.

Kilas balik mengenai pentas drama yang ku tunda pada saat Nenek menghembuskan napas terakhirnya. Ternyata Kakak ku pun menunda ujian tengah semester dengan salah satu dosen pengajar yang kurang bersahabat.

Dosen pengajar tersebut tidak ingin diadakannya ujian susulan tengah semester untuk Kakakku. Alhasil, nilai yang diterima Kakak untuk mata kuliah itu sangat tidak memuaskan jika dibandingkan dengan mata kuliah lain.

Kakak tidak mempersalahkan hal itu. Menurut Kakak, yang terpenting adalah dapat menemani Nenek di waktu terakhirnya.

Begitupun juga dengan diriku. Aku melakukan pentas drama hanya seorang diri. Tidak mengenakan baju pentas. Tidak berdialog dengan teman lain dan berlaga hanya seorang diri di depan guruku yang berada di ruangan guru.

Mungkin terdengar konyol. Namun, temanku yang mengetahui betul bagaimana keadaan keluargaku, hanya menungguku setia dan memandang diriku dengan raut wajah sendu.

Aku dan Dia bersahabat dekat setelah hari dimana Aku mengatakan bahwa orang tuaku akan berpisah.

.
.
.
.
.

||°

.
.
.
.
.

Walaupun Mama tidak rutin dalam mengurus Kakek, Mama tetap menjenguk dan sesekali membantu dalam mengurusnya.

Kakek terlihat menyedihkan dan tidak terurus. Kakek ditempatkan di belakang rumah Kakak Mama. Ruang kamar yang hanya dibentuk dari papan dan mungkin saja akan hancur apabila diterpa angin kencang. Selain itu, begitu banyak serangga dan binatang lain yang bisa membuat gatal diseluruh tubuh Kakek.

Sesekali diriku dan Kakak akan menemani Mama dan berkunjung untuk sekedar berbincang antar cucu dengan Kakek.

Pada saat Kami datang, Kakek sedang berada di kamar buatannya itu. Aku dan Kakak mencoba masuk dan seketika Kami menutup hidung agar tidak mencium aroma tidak sedap dari ompol yang sudah lama tidak dibersihkan.

"Kakek, ade sama kakak dateng nih mau jenguk kakek." Kami tersenyum dan sebisa mungkin mengabaikan aroma tersebut. Duduk dengan perlahan di sisi ranjang Kakek.

"Terima kasih, Nak. Kakek senang sekali kalian datang."

"Apa kalian mau bawa pulang kakek ke rumah nenek yang dulu?"

Pertanyaan tersebut tidak dapat Kami jawab. Namun, Kami dapat merasakan betapa berharapnya Kakek untuk segera dipindahkan ke tempat yang lebih layak.

Aku dan Kakak langsung memberitahukan kepada Mama atas pertanyaan Kakek yang berulang kali ditanyakan setiap kali Kami berkunjung.

Mama berinisiatif untuk membicarakan hal tersebut kepada Kakaknya. Seketika itu pula keputusan dibuat, Kakek akan dibawa kembali ke rumah Nenek dengan Mama yang akan mengurus semua keperluan Kakek.

Aku dan Kakak sudah terbiasa dengan hal ini. Tidak merasa terbebani ataupun yang lainnya. Tujuan Kami hanya ingin membantu Mama dalam mengurus Kakek.
























































Mungkin, dengan mengurus orang tua tanpa imbalan apapun akan menjadikan jembatan bagi Mama, Kakak, maupun diriku mencapai keindahan di ujung jalan.

.
.
.
.
.
.
.
.

||\

.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc
Cr;pinterest

Note:
*please listen music while you reading
1. Changes by Xxxtentaction
2. Change your life by little mix
3. Into your Arms by Ava Max
4. Locked Away by R.city, Adam Levine
5. Strongest by Alan Walker Remix

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Up and DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang