Hopeless

10 4 0
                                    

Kembali terulang sekali lagi bahwa kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan dan keinginan yang kian menjauh seiring waktu.















.
.
.
.
.

Pulang sehabis berkegiatan seharian penuh adalah hal terindah yang Aku, Kakak dan Mama rasakan. Sebab, Kami akan bertemu dan besenda gurau untuk melepas penat serta lelah setelah seharian penuh menghabiskan waktu di luar rumah yang terkadang disertai dengan cuaca yang kurang mendukung.

Bercerita apapun untuk menghilangkan beban pikiran yang mengganggu.

Namun, entah mengapa topik pembicaraan Kami tidak selayaknya cerita melepas penat. Cerita Kami kali ini lebih mengarah kedalam pembahasan yang lebih berat dan sedikit merasa menyakitkan untuk di dengar.

"Ma, kakak ga usah kuliah dulu tahun ini kalo belum ada uangnya."

"Mama minta maaf. Mama beneran belum punya uang buat biaya kuliah kakak, nak."

Dapat kulihat Kakak yang terdiam setelah mendengarkan ucapan yang Mama lontarkan. Kakak terlihat tenang, tidak ada perubahan wajah yang menampakan kekecewaan maupun kesedihan. Walaupun, dapat Aku yakini jauh di lubuk hati Kakak mungkin merasakan hantaman yang cukup menyakitkan.

"Iya ma, tidak apa."

.
.
.
.
.
.

||°

.
.
.
.
.
.

Harus tetap Kami lewati meski hari berlalu cukup berat. Tentunya tanpa seorang yang berstatus sebagai kepala rumah tangga. Hanya Kami bertiga yang saling membantu dalam memenuhi segala kebutuhan dan keperluan. Hanya Kami bertiga dengan tangan yang saling menggenggam agar senantiasa kuat dalam menjalani keseharian.

Kami tetap menjalankan kegiatan Kami. Mama yang membantu untuk mengontrol harian Nenek dan Kakek. Kakak yang memberikan bimbingan belajar dirumah. Dan Aku yang bekerja pada depot pengisian air ulang depan rumah di waktu luangku.

Papa tidak pernah Kami lihat lagi kehadirannya semenjak malam itu. Aku dan Kakak ingin bertanya kepada Mama, tetapi Kami juga tidak ingin membuat Mama kembali terluka apabila Kami menanyakan atau menyinggung sedikit tentang Papa.

Mungkin, berdiam dan seolah tidak mengetahui keadaan Papa jauh lebih baik jika dibandingkan melihat Mama yang akan menguras emosi dan tenaga jika Aku dan Kakak menanyakan hal tersebut.

Aku dan Kakak hanya mampu menunggu serta membiarkan Mama yang akan bercerita lebih dulu tanpa harus Kami yang memulai.

Terlihat di wajah Mama, bahwa beliau tidak terlalu mementingkan keberadaan Papa. Mama memberikan perhatiaannya hanya untuk diriku dan Kakak.

Memikirkan bagaimana cara agar Aku dan Kakak tidak merasakan perih di perut kecil Kami akibat menahan lapar yang berkepanjangan.

Termasuk salah satunya adalah menggadaikan surat penting sepeda motor Kami dan uang pun akan dengan mudah didapatkan.

Tentu saja semua itu hanya pinjaman.

Aku dan Kakak tidak lagi merasakan lapar ketika pagi hari sebelum melaksanakan kegiatan selama seharian penuh. Tidak perlu lagi merasakan kekhawatiran sebab tidak dapat memakan makanan pada waktu siang dan malam hari.

Namun, semua itu tidak dapat bertahan dengan lama. Kembali terulang Mama yang tidak dapat membayar serta mencicil uang pinjaman tersebut.

Kami kembali lagi merasa dihantui. Perasaan khawatir muncul setiap kali mengendarai motor berwarna merah yang Kami punya.

Up and DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang