The Progress

15 3 0
                                    

Sungguh bahagia, dapat melihat kembali wanita yang sudah melahirkan Mama ditambah dengan kehadiran lelaki yang sudah membesarkan Mama di Kota yang sama denganku. Semoga saja rasa bahagia ini terus bersarang di kehidupan Kami.


















.
.
.
.

Setelah kelulusan, tidak banyak hal yang Aku lakukan selain bekerja lepas di pengisian depot air isi ulang, Aku juga sedikit membantu Mama dalam merawat Kakek serta Nenek ku.

Setiap pagi hingga petang Mama selalu singgah di kediaman Nenek untuk sekedar menjaga dan mengawasi kerja suster yang merawat Kakek dan Nenek. Tentu saja, untuk melihat pola makan yang akan diberikan kepada ke dua orang tua Mama serta menjaganya.

Meskipun suster lebih berpengalaman akan hal ini, namun tetap saja Kakak perempuan Mama yang notabenenya adalah wanita karir tidak mau jika suster yang melakukan itu semua tanpa dipantau oleh siapapun.

Mama yang belum dapat pekerjaan, dengan senang hati menerima tawaran untuk menjaga ke dua orang tuanya. Tidak mengharapkan imbalan apapun. Hanya menginginkan ke dua orang tua Mama sehat dan terlindungi.

Hingga suatu hari Aku dan Kakak mendatangi kediaman Nenek dan Kakek. Aku dapat melihat senyum bahagia Nenek ketika Kami tiba dirumahnya. Akan tetapi, Aku tidak melihat hal serupa pada Kakek.

"Ya ampun, baru nyampe kalian. Sini peluk nenek dulu." Nenek langsung merentangkan ke dua tangannya untuk Kami peluk.

"Nenek kangen banget tau. Oh iya, nih Kakek kamu, ayo peluk dulu."

Nenek melepaskan pelukannya dan menyuruh Kami untuk memberikan pelukan hangat kepada Kakek. Namun, hal yang justru Kami terima sebelum memeluk Kakek adalah penolakan halus darinya.

"Kalian mandi dulu, berkeringat itu. Nanti gatal-gatal."

Beliau mengucapkan kata itu seperti tidak menginginkan untuk Kami beri sebuah pelukan. Kami menghiraukan segala pikiran yang menyakitkan. Mungkin saja Kakek hanya tidak mau melihat Kami terus berkeringat dan menjadikan gatal diseluruh tubuh.

.
.
.
.
.

||°

.
.
.
.
.
.

Mama menyuruh Aku dan Kakak untuk bermalam di rumah Nenek. Setidaknya, untuk melepas rindu antara Kami dan Nenek. Aku dan kakak terus melemparkan canda tawa bersama Nenek. Mencoba mengulangi hal-hal menyenangkan yang dulu pernah Kami lalui bersama. Mama yang melihat itu semua hanya menampilkan senyuman teduh miliknya.

Setelah itu, Kami mendengar pintu rumah yang dibuka oleh Kakek yang baru saja tiba selepas membeli makanan serta minuman kecil dari toko yang berada di ujung perumahan Nenek.

Kakek meletakkan barang belanjanya diatas meja tempat Kami sedang berbincang tadi.

"Ini makanannya jangan dimakan ya, Kakek mau masuk dulu. Jangan disentuh." Perkataan Kakek yang terlontar cukup membuat Nenek dan Mama merasa sedikit terhenyak.

Lantas Mama memberikan perintah kepada Aku dan Kakak untuk tidak menyentuh sedikit pun barang kepunyaan Kakek dan menyuruh Kami kembali untuk melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda.

Namun, tetap saja perasaan yang mengganjal tidak bisa Kami musnahkan dengan mudah perihal larangan yang Kakek tujukan kepada Kami.

Tidak lama setelah itu, Kakek kembali bersama suster yang sering merawat Nenek dan Kakek. Kejadian berikutnya yang terjadi sedikit membuat sakit di hati ketika melihatnya. Sebab, Kakek memberikan semua makanan dan minuman yang diletakkan diatas meja tadi kepada suster.

Ternyata Kakek sengaja membeli makanan serta minuman itu yang walaupun letak toko sangat jauh dari rumah nenek kemudian diberikan hanya untuk suster seorang. Aku dan Kakak seperti tidak dianggap oleh Kakek jika melihat semua ini.

Mama yang melihat Aku dan Kakak hanya tertunduk lesu, segera menarik Kami untuk menjauh dari ruang tengah dan menuju kamar.

"Ade sama kakak ga usah sedih ya. Besok kita jajan yang banyak." Mama mengucapkan kalimatnya dengan penuh kehati-hatian agar Kami tidak menangis.

"Iyaa ma, ga usah dibeliin juga tidak apa-apa kok." Kakak hanya tersenyum ketika mengatakannya, walau rasa kecewa serta sakit di hati tidak dapat dihindari.

Aku dan Kakak tidak ingin membeli makanan tersebut. Akan tetapi, alangkah senang dan gembira hati Kami apabila Kakek dengan rasa cinta dan sayangnya membelikan itu semua untuk diberikan kepada Aku dan Kakak yang sejatinya adalah dua cucu perempuannya.

Namun, apa daya yang dapat dilakukan jika sudah dihadapkan dengan kenyataan yang sekali lagi tidak sesuai dengan harapan? Hanya dapat menerima dan mencoba untuk mensyukuri atas nikmat yang diberikan.





















































Aku tidak akan menyalahkan siapapun atas apa yang telah terjadi. Mungkin saja, Kakek belum mengenal Aku dan Kakak seperti Nenek mengenal Kami. Kakek hanya butuh proses akan itu. Aku dan Kakak percaya, bahwa Kakek akan jauh lebih menyayangi Aku dan Kakak daripada yang saat ini Kakak memperlakukan Kami.






































Semua hanya butuh proses dan sabar untuk menunggu. Itu saja.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

||\

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Up and DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang