Sembilan

7.7K 1.2K 261
                                    

WARNING : CERITA INI HANYA UNTUK HIBURAN, TIDAK ADA MUATAN EDUKASI SAMA SEKALI. JIKA ADA ADEGAN DI LUAR NALAR, PLEASE! DONT TRY AT HOME. KEJADIAN DALAM CERITA INI HANYA ADA DI DUNIA WATTPAD.

Suara Sah dari para tetangga dan kerabat Reihan membuat Uni menatap Risma. Bayi cantik itu tampak tersenyum. Namun bagi Uni, senyuman Risma adalah senyum maut yang membuat Uni terjebak di kota itu dan tidak bisa pulang kembali ke rumah.

"Senyummu benar - benar menyesatkan, Dek," gumam Uni dan dibalas tawa Risma.

Uni benar - benar merasa capek. Ia butuh mandi supaya badannya kembali segar. Tapi Risma benar - benar tidak ingin lepas darinya barang sedetikpun.

"Sebentar ya, Dek. Onty mau apung," ucap Uni penuh permohonan sambil meletakkan tubuh Risma di ranjang besar milik bapaknya.

Bu Hartini benar, pantas saja beliau tanggap darurat mengesahkan dirinya dengan Reihan. Apa kata tetangga jika Uni yang orang baru, tiba - tiba sudah nyelonong masuk ke kamar milik pria itu.

Ini semua karena tangisan Risma saat hendak dipisahkan dengan Uni tak juga berhenti. Bahkan botol susu yang disodorkan untuknya pun di tolak. Yang di inginkan bayi itu adalah Uni, bukan yang lain.

"Sebentar ya Dek, I..." Uni ragu melanjutkan ucapannya. Tapi demi bisa terbebas sejenak dari si bocah, ia pun memantapkan hatinya.

"Ibu mau mandi dulu ya, Dek. Habis ini kita main lagi."

Bagaikan sebuah mantra, tangisan Risma segera terhenti.

"Kamu bisa memandikan anak kecil?" tanya bu Hartini yang tiba - tiba masuk ke kamar Reihan. Uni hanya menjawab dengan sebuah gelengan kepala.

Jangankan memandikan, menggendong bayi saja Uni takut. Kecuali si bayi sudah kuat menyangga kepalanya.

"Ya sudah, biar ibu yang memandikan."

Sehabis mandi, Uni merebahkan tubuhnya di ranjang king size milik Reihan. Kejadian seharian ini membuatnya bingung. Rasanya Uni ingin menangis. Gara - gara ingin menemui Dito si cinta pertama, dirinya justru menuai petaka.

"Hamil aja belum pernah, sekarang aku harus mengurus dua anak dan satu bayi. Hauuu..."

Uni juga bingung bagaimana ia harus menjelaskan pada ibu dan bapaknya di kampung saat ia pulang nanti tiba - tiba sudah bersuami. Belum lagi respon kedua anak laki - laki Reihan.

Kalau sudah begini, Uni memilih mengajar Kuatrannya di bimbel saja yang bisa ia ajak belajar sambil bermain.

Bunyi pintu yang terbuka membuat jantung Uni berdetak lebih kencang. Ia buru - buru bangun dari rebahannya saat melihat Reihan muncul sambil menggendong Risma yang sudah dimandikan.

"Itu Ibu..." tunjuk Reihan. Rupanya Risma menangis karena mencari Uni. Tangan kecilnya segera terulur ke arah Uni minta digendong. Uluh..uluh...

Saat Uni memggendong Risma, ponselnya berdering. Nama Leny tertera di layar ponsel. Reihan yang melihat kerepotan Uni segera mengambil alih untuk menjawab telpon.

"Iya Len," sapa Reihan.

"..."

"Uni menginap di rumahku."

"..."

"Risma nggak mau lepas, Bu. Dia nangis kalau ditinggal Uni."

"..."

"Tenang! Aku jamin keamanannya Uni,"

"..."

Reihan hanya tertawa saat Leny mewanti - wanti dirinya. Setelah mendapat kepastian akan nasib, Uni. Leny pun memutuskan sambungan telponnya.

Ditatapnya Uni yang tengah menatapnya dengan tatapan horor. "Ada apa?" Rupanya Reihan cukup tanggap dengan pelototan Uni.

"Aku tadi belum sempat bilang sama kamu," ucap Uni dengan suara galaknya.

"Memangnya kamu mau ngomong apa?"

"Pokoknya pernikahan ini hanya demi Risma. Jadi aku nggak mau melayani kamu."

Reihan hanya menanggapi ucapan Uni yang bernada sengak itu dengan senyuman.

"Iya deh. Apapun yang nyonya inginkan hamba menurut saja," ucap Reihan kemudian ia merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Lalu satu lagi. Jangan bilang ke teman - teman tentang hal ini. Aku belum siap jadi bahan gosip."

"Hmmm..," jawab Reihan sambil memejamkan matanya.

Selama dua minggu ini Reihan benar - benar sibuk. Selain mengawasi panen dan distribusi hasil panen. Ia juga sibuk menjadi panitia Reuni. Alhamdulillah, semua pekerjaannya beres dan berbonus mendapat istri. Dasar rejeki ayah sholeh. Soal si adik yang harus menunda masa berlebarannya, abaikan dulu saja lah.

Mungkin karena capek, Reihan langsung molor begitu kepalanya nempel dengan bantal. Uni jadi tergelitik untuk meneliti wajah itu.

Tubuh Reihan tampak gagah karena sedikit berisi. Berbeda dengan Dito yang semakin kurus. Wajah Reihan yang dulu tidak pernah Uni pandang, kini terlihat sangat menarik dibandingkan wajah Dito yang tampak lebih tua dari usianya.

Uni terkejut saat mata Reihan tiba - tiba saja terbuka. Uni yang sedang mengamati pria itu, buru - buru mengalihkan pandangannya.

"Lihatin suami sendiri aja malu," ledek Reihan.

Uni memajukan bibirnya, saat ini ia mirip seperti Sendy yang suka cemberut.

"Apa? Kamu takut jatuh cinta ya sama aku?"

Entah mengapa kali ini Uni tidak bisa menahan tawanya. Semprul juga bapaknya si bocah.

"Aku hanya merasa geli. Dulu kita tidak begini," jawab Uni sambil mengenang masa kecil mereka.

"Ya maklum lah dulu kita tidak pernah saling bicara. Waktu itu aku kan pemalu," jawab Reihan dengan nada ganjen.

Uni kembali tertawa. "Iya, dan sekarang kamu jadi malu - maluin."

Tbc

Alasan Uni tidak mau memberi tahu kedua ortunya nanti akan dijelaskan pelan - pelan.


Reuni (End) Sudah Tersedia Ebooknya Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang