Numpang iklan dulu ya.
Terima kasih sudah membeli.
Happy reading!
.
.
.
.
.
.Bu Hartini yang sedang menggendong Risma, menatap Reihan putera sulungnya yang tengah memakaikan seragam TK pada Rayyan.
"Ayah, nanti Mas Rayyan boleh bawa bekal?" tanya si bocah sambil berpegangan pada bahu bapaknya untuk dipakaikan celana.
"Ya nggak boleh dong, Mas. Ini kan bulan puasa." Reihan mencoba menjelaskan.
Sebagai duda tiga anak, ia merasa binggung bagaimana menjelaskan pada si tengah yang mulai aktif bertanya ini dan itu.
Kini ia baru menyadari alangkah beratnya tugas para istri. Seandainya Sasti tidak ngotot ingin memiliki anak perempuan, mungkin saat ini ia masih ada di sini dan membantunya menjawab pertanyaan Rayyan.
Bu Hartini menatap interaksi ayah anak tersebut dengan penuh keharuan. Untung saja si sulung Rasya sudah bisa mandiri dan tidak banyak nerepotkan. Hanya saja di usianya yang mulai akil balik itu sangat mengkhawatirkan jika tidak di awasi.
Setelah kembali dari mengantar Rayyan dan Rasya ke sekolah, Bu Hartini mulai memberi tausiah.
"Sepertinya kamu harus segera mencari ibu baru untuk anak - anakmu!"
Reihan yang sedang mencuci muka dan tangan di wastafel hanya tersenyum. Kemudian ia mengambil Risma dari gendongan sang ibu.
"Memangnya masih ada yang mau sama duda berbuntut 3 ya, Bu?" tanya Reihan dengan hati galau.
"Ya pasti mau lah. Kamu kan beruang!" dalih sang ibu.
"Aku bukan beruang, Bu. Aku manusia."
Bu Hartini cemberut karena anaknya tidak bisa diajak serius.
"Sabar Ibuku sayang. Pasti aku akan membawa menantu baru untukmu," ucap Reihan sambil menowel pipi sang ibu.
"Tapi kapan?"
"Kapan - kapan, lha Bu. Nunggu ada bidadari jatuh dulu dari surga," jawab Reihan sambil menatap wajah Risma yang tertidur dalam gendongannya.
Bu Hartini jadi semakin gemas pada putera sulungnya. Sebagai orang tua, beliau gatal ingin ikut latah untuk menjodohkan anaknya.
"Bagaimana kalau kamu kujodohkan sama anaknya bu Nursanti? Sepertinya si Ajeng juga ada rasa sama kamu. Karena setiap ibu belanja sembako di toko milik ibunya, Ajeng selalu nanyain kamu," usul bu Hartini dengan penuh semangat.
Reihan terbayang wajah Ajeng lalu mendesah pelan. "Masa peknggowe, Bu. Nggak seru, ah," protes Reihan yang hanya menganggap Ajeng sebagai teman.
"Lho, kan malah enak to ngepek tonggo dewe. Malah kamu bisa dekat dengan orang tua. Nggak perlu mudik jauh - jauh. Bibit , bebet, dan bobot nya sudah jelas." Bu Hartini mulai memprospek puteranya.
"Tapi Reihan nggak cinta, Bu."
"Haiyah... Jaman sekarang nggak musim makan cinta. Yang penting dia bisa mengurus kamu dan anak - anakmu!"
"Ya enggak dong, Bu. Adikku kan butuh disenengin juga. Kalau asal crot tapi hampa, mendingan aku pilih pake sabun saja."
Bu Hartini langsung mendekati Reihan dan menonyor jidat puteranya. "Lama - lama aku kesel ngomong sama kamu," omelnya sambil berjalan meninggalkan Reihan.
Reihan menatap sang ibu sambil mengangkat bahu. Yang usul tentang menikah siapa? Yang marah - marah siapa?
"Nenek kamu tuh, Dek. Memangnya Dedek mau punya ibu onty Ajeng? Dedek kalau digendong onty aja nangis. Iya nggak?"
Bayi mungil dalam gendongan Reihan hanya menggeliat pelan dengan matanya yang tetap terpejam.
"Dek, jangan bilang - bilang Mbah Uti ya. Sebenarnya ayah suka sama..."
*****
Uni berjalan menuju ke kelasnya. Hari ini ruang tempatnya mengajar ada di samping.
Tiba di sana, kuatran yang sudah lebih dulu datang sedang bermain lempar batu. Mereka berlomba - lomba bersaing. Batu siapa yang berhasil melewati tembok pembatas setinggi 2 meter itu, berarti dia yang menang.
"Heh...!" Uni spontan berteriak dengan kencang. Soalnya di balik tembok itu kan rumah milik orang.
Uni segera menggiring anak - anak dombanya untuk masuk ke dalam kelas.
Ditatapnya ke empat anak yang duduk di kursi sambil menunduk.
"Tadi yang mengajak main lempar - lemparan siapa? Hayo?" tanya Uni dengan tatapan menyelidik.
Benar saja, tidak berapa lama kemudian muncul seorang bapak - bapak yang ternyata adalah pemilik rumah sebelah.
"Tadi siapa yang melempari batu ke rumah saya?"
O..o.. masalah datang!
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Reuni (End) Sudah Tersedia Ebooknya Di Playstore
Fiksi UmumYunita seorang wanita berusia 34 tahun yang belum menikah. "Reuni itu adalah momok. Ketika kamu masih 'nothing' dan bertemu teman - temanmu yang sudah menjadi 'something' itu akan berubah menjadi susudua. Tapi tidak apa - apa, deh. Siapa tahu ketem...