Sepuluh

8.4K 1.2K 316
                                    

WARNING : CERITA INI HANYA UNTUK HIBURAN, TIDAK ADA MUATAN EDUKASI SAMA SEKALI. JIKA ADA ADEGAN DI LUAR NALAR, PLEASE! DONT TRY AT HOME. KEJADIAN DALAM CERITA INI HANYA ADA DI DUNIA WATTPAD.

"Rei, aku pulang ya!" pinta Uni pagi itu.

Mumpung Risma masih tertidur lelap, siapa tahu bisa ia tinggal. Kalau orang Jawa bilang 'dilimpekke'.

"Kamu kan sekarang sudah jadi istri aku," ucap Reihan dengan nada tidak rela.

Dirinya masih kelewat kangen dengan Uni. Ia juga ingin mengobrol panjang kali lebar, syukur -syukur Uni mau menjadi temannya seumur hidup.

"Enggak mau. Pokoknya aku ingin pulang. Titik!"

Reihan bangun dari posisi rebahannya. "Ya udah kuantar kamu ke terminal sekarang." Akhirnya Reihan terpaksa mengalah.

Kedua orang itu baru saja berdiri dari ranjang, dan terdengar suara celoteh Risma. Ternyata bayi itu sudah bangun. Melihat Uni yang hendak pergi, jeritannya segera memecah keheningan pagi.

*****

"Jangan cemberut dong," goda Reihan saat Uni harus terjebak di rumahnya untuk menemani Risma.

"Ya gimana aku nggak khawatir, aku cuma bawa baju ganti dua potong doang," marah Uni dengan nada merengek.

"Kalau begitu kita jalan - jalan yuk. Sekalian beli baju untuk kamu," tawar Reihan.

Biasanya perempuan kalau sedang ngambek, cukup dirayu dengan dibelikan barang - barang yang membuat penampilannya makin cetar. Itu saja sudah membuat hatinya luluh, kan?

Wajah Uni masih saja cemberut. Tapi rayuan Reihan yang bersedia membelikannya pakaian membuatnya bersemangat. Kapan lagi ada yang mau menjadi sponsor.

"Hayo loh, Un. Murahan banget sih kamu, di sogok pakaian aja mau." Uni mengejek dirinya sendiri.

Reihan membawa Uni ke sebuah Toserba. Meskipun tidak sebesar Mall di kota sebelah, namun barang - barang yang dijual merupakan produk berkualitas. 

"Selamat berbelanja, Nyonya!" ledek Reihan sambil menggiring Uni masuk ke dalam Toserba.

Uni mengulurkan Risma ke arah Reihan. "Tolong gendong dia, aku mau pilih - pilih dulu!" ucap Uni sambil menunjuk ke bagian pakaian dalam wanita.

Reihan langsung bersuit - suit. "Milihnya jangan yang nanggung ya! Yang paling seksi sekalian," bisik Reihan di dekat telinga Uni. Tak lupa ia menambahkan sebuah kedipan yang membuat bulu kuduk Uni berdiri.

"Enggak. Yang gitu - gitu biasanya mahal," elak Uni.

"Udah santai aja, kan ada aku yang menjadi sponsor. Sekalian beli lingerie juga boleh."

"Kok kamu yang ngelunjak, sih," protes Uni untuk menghilangkan perasaan salah tingkah yang menderanya.

Detik berikutnya Uni mulai fokus memilih - milih pakaian dalam. Matanya tertuju pada sebuah bra dengan model seksi. Uni jadi tergoda untuk melihatnya.

Benar saja, Uni belum pernah memiliki model bra yang seperti itu. Sayangnya ia tidak bisa membelinya sekarang untuk koleksi karena harganya mihil.

"Kok dikembalikan lagi?" tanya Reihan. Rupanya pria itu mengawasi semua gerak - gerik Uni.

"Ribet makainya." Uni mencoba beralasan.

Kemudian tangan Reihan terulur untuk mengambil benda tersebut dan menaruhnya di keranjang belanjaan yang dibawa Uni.

"Nggak usah," tolak Uni.

"Nggak apa - apa, buat asah keterampian melepas bra yang dipakai istri," cengir Reihan tanpa merasa canggung sama sekali.

Uni mencubit lengan Reihan dengan keras. Reihan mengaduh sedangan Risma tampak tertawa - tawa. Sepertinya si bayi ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh ayahnya.

Cubitan Uni tidak membuat Reihan kapok. Ia justru mengambil semua bra model terbaru itu dan menaruhnya ke dalam keranjang.

"Untuk fashion show kamu setiap malam," goda Reihan yang dibalas cibiran Uni yang malu - malu tapi mau.

"Memangnya kamu tahu berapa ukuranku?" tanya Uni.

"Jangan meragukan kemampuan para suami, Nyonya!"  ucap Reihan dengan nada yakin.

Uni kembali mencibir. "Kalau ukurannya kebesaran?" tantang Uni.

"Nanti aku bantu memperbesar ukuranmu agar bra nya muat kamu pakai," jawab Reihan santai.

******

"Tolong jagain Risma dulu, aku mau mencuci baju baruku," pinta Uni sambil meletakkan bayi perempuan yang tampak terlelap itu di tempat tidur.

Mereka baru saja tiba dirumah dan mendapati rumah dalam keadaan sepi.

"Kamu jangan lupa cuci muka, tangan, dan kaki sama ganti baju kalau mau ikutan tidur." Uni mengingatkan Reihan.

"Iya, Nyonya. Saya siap," jawab Reihan patuh. Demi bisa menahan Uni agar tetap berada di sisinya, Reihan rela menjadi bucin.

******

"Rei, ibu dan anak - anak pada kemana sih? Kira - kira aku harus memasak tidak?" tanya Uni yang baru saja selesai menjemur pakaiannya.

Dengan mata mengantuk, Reihan pun menelpon ibunya.

"Halo Assalamualaikum, Ibu sekarang ada di mana?"

"Waalaikumsalam. Oh iya ibu lupa bilang. Ini loh adikmu mengajak kami ke Tawangmangu."

"Ibu pulang ke rumah, kan?"

"Enggak, kebetulan kita menyewa villa. Jadi kita akan menginap semalam. Sekalian memberi kesempatan adikmu untuk berbuka puasa." ucap bu Hartini sambil tertawa.

Reihan ikut tertawa, pengertian sekali sih ibunya.

"Kalau sedang indehoy hati - hati ya, jangan sampai menindih Risma."

"Ashiyap Ibu Suri," jawab Reihan.

Uni menatap Reihan. "Pada kemana?"

"Mereka pada ngungsi supaya kita bisa menikmati bulan madu, Beb." ucap Reihan sambil nyengir lebar.

"Enggak ada bulan madu!" tolak Uni tegas. "Memangnya pernikahan kita sudah sah?"

Pertanyaan Uni membuat cengiran di wajah Reihan langsung lenyap.

Tbc

Hayo loh Rei, 🤣🤣🤣
Dilema dalam cerita ini adalah Reihan yang berusaha mendapatkan Uni, dan Uni yang berusaha supaya pernikahan itu tidak benar - benar terjadi. Tenang, nggak ada pelakor dan pebinor kok.

Ini adalah postingan terakhir di bulan Ramadhan. Next chapter aku menunggu viewers dan votes untuk posting next chapternya. Biasalah... Target 1k votes. 😄😄✌️

Kepada seluruh readersku.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah SWT dan masih diperkenankan untuk bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan tahun depan. Amin

Tetap patuhi himbauan pemerintah ya! Nggak usah mudik. Uangnya untuk membeli ebookku aja. 🤭🤭🤭✌️

Reuni (End) Sudah Tersedia Ebooknya Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang