Part 19. Terbebasnya Pangeran Rana

64 19 4
                                    

"Papa ...."

Mayang tak menyangka dengan sosok yang dihadapannya kini. Berulang kali dia berkedip. Memejamkan mata dan mencubit pipinya sendiri. Takut semua ini hanya mimpi.

"Aw, aw, sakit," seru Mayang.

"Mama, Sayang ...."

Tetapi ada yang lain dari Andre. Bulu roma Mayang berdiri ketika mendengar tutur katanya. Merinding. Ada yang berbeda, tapi entah apa itu, Mayang tak tahu.

"Papa kok udah pulang? Katanya masih tiga minggu lagi?

"Kan kangen Mama. Emang Mama enggak kangen Papa?" tanya sosok Andre.

"Kangen dong, kangen banget palah."

"Mungkin ini jawabannya, ketika Papa tak dapat dihubungi, dia akan pulang secara tiba-tiba dan memberikan kejutan padaku. Mungkin," gumam Mayang dalam hati.

"Tapi kenapa ya? Ada yang beda dari Papa, tapi apa?" sambungnya lagi.

Mayang bersikeras mencari perbedaan dari dalam diri Andre sebelum ia berangkat ke Sulawesi dan Andre yang saat ini ada di hadapannya. Bersikeras Mayang mencari itu. Namun, nihil. Ia tak dapat membedakannya.

Ternyata baik Mayang, Anjani dan Dien, mereka sangat kesulitan menghubungi Andre. Nomor Andre selalu dijawab oleh operator seluler. Di luar jangkauan.

Di lain tempat, ada seorang lelaki setengah baya yang sedang uring-uringan. Dari pagi menelepon istrinya di seberang sana tapi nomor tujuannya tak aktif. Sosial media pun tak dapat di hubungi. Entah itu whatsapp, line dan masseger. Padahal kantor cabang di sana memberikan fasilitas wifi. Tak ada masalah sama jaringan.

"Lagi apa kamu, Mayang? Emang nggak kangen aku, kok nggak ngabarin aku sama sekali. Ini juga, kenapa di chat nggak dibaca-baca sih, padahal dah centang dua," cerca Andre.

"Anak-anak Papa gimana kabarnya, kalian lagi apa, Nak? Nggak ada yang hubungi Papa, kalian nggak kangen Papa?" ujarnya lagi.

Ya, lelaki setengah baya itu adalah Andre. Dari pagi tadi, dia tak bisa menghubungi Mayang. Hingga siang, sore sampai malam hari. Bahkan semangat dan konsentrasinya hilang semua hari ini. Berbagai acara ia tak dapat handle dengan baik. Banyak pemilik saham yang kecewa pada Andre hari ini. Tak semangat, kumal, kucel, tak konsentrasi hingga akhirnya semua pemilik saham memutuskan untuk pulang dan melanjutkan rapat esok hari.

"Mayang, awas aja kalau sampai kamu mengkhianati pernikahan kita. Aku tak akan tinggal diam!" kesal Andre.

Sedari pagi pun perasaan Andre tak karuan. Ribuan ucapan permohonan maaf ia layangkan kepada seluruh pemilik saham di proyeknya ini. Andre tahu mereka sangat kecewa, karena tingkah anehnya hari ini. Walau begitu, Andre masih beruntung. Karena mereka, pemilik saham tak menarik kembali sahamnya.

Hingga menjelang malam pun, perasan gelisahnya tak dapat ia redam. Baik nomor Mayang, Anjani, Dien, bahkan telepon rumah pun tak dapat ia hubungi. Andre mencoba menepis pikiran kotor dalam benaknya tentang Mayang. Andre mengucapkan banyak-banyak istighfar untuk membuang kegelisahannya.

"Astaghfirullah hal adzim .... Lindungilah keluargaku di sana Ya Allah."

Perasaannya tak karuan. Ia sudah berjalan mondar mandir membuang kegelisahannya itu, tapi ketenangan belum jua menghampirinya. Saat jarum jam tepat di angka tiga, ia baru sadar belum memejamkan mata barang sedetik pun. Kedua matanya sudah memerah karena menahan kantuk.

Perlahan, Andre mulai merebahkan dirinya di atas ranjang. Memeluk erat guling di sampingnya, berdoa dan terus beristighfar dalam hati. Tak terasa kedua matanya tertutup dan ia mulai memasuki alam mimpi.

Khodam Pangeran GanjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang