Part 2. Gagalnya Pernikahan

134 60 4
                                    

Minta tolong untuk tinggalkan jejaknya ya, Kak.
Terima kasih. Semoga harimu menyenangkan. 🥰🥰🥰

********

Di dalam istana, Raja Suranagara sangat cemas mencari putri kesayangannya. Seluruh istana sudah ia telusuri dan mengerahkan semua prajurit. Namun, sang putri belum jua ia temukan keberadaannya. Khawatir, gelisah sudah pasti. Hanya doa yang ia panjatkan pada Tuhan untuk keselamatan putrinya.

"Ampun, Paduka Raja. Tadi sore hamba melihat tuan putri Dyah Prameswari pergi menaiki kuda dengan pangeran Rana Malik," lapor salah satu prajurit dengan melipat kedua kaki di hadapan raja.

"Kemana mereka berdua pergi?" tanya sang raja.

"Ampun beribu ampun, Paduka Raja. Hamba tak tahu kemana tujuan mereka," jawab prajurit lagi.

Raja mulai sedikit tenang. Putrinya pergi dengan pangeran Rana. Paling tidak, raja tahu kalau sang pangeran akan senantiasa menjaga putrinya dari serangan binatang buas dan musuh kerajaan di luar sana. Namun, ini sudah tengah malam dan sang putri belum jua menampakkan batang hidungnya. Raja mulai gelisah.

***

Suara kuda yang melengking memasuki halaman istana kerajaan. Nampak sepasang kekasih turun, lelaki yang lebih dulu turun lalu menyodorkan tangan kanan menolong wanitanya menuruni kuda. Kedatangan mereka telah dinanti sedari semalam, baru saat ini mereka datang. Ya, mereka adalah pangeran Rana dan putri Dyah.

Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghadap raja dengan langkah tegap. Sempat terlihat keraguan di wajah Dyah, teringat kejadian semalam. Jika Ayahandanya tahu, pastilah dia sudah dihukum pasung dan dikurung di dalam gudang selama bertahun-tahun lamanya. Atau, bisa jadi ia akan dibuang jauh dari kerajaan dan hidup sengsara di luar sana.

Tangan kekar Rana menggandeng Dyah kuat-kuat, seolah berbicara bahwa semua ini akan baik-baik saja. Hingga langkah mereka terhenti tepat di depan sang raja. Rana dan Dyah, keduanya menghadap raja. Menangkupkan kedua telapak tangan dan melipat kaki, memberi sembah sujud pada sang raja.

"Mohon ampun, Gusti Prabu. Hamba sangat mencintai putri Dyah Prameswari. Restuilah kami dan nikahkanlah kami," pinta Rana mantap.

"Bagaimana denganmu, Dyah?" tanya Suranagara.

"Restuilah kami, Ayahanda," pinta Dyah.

"Baiklah, Nak. Kerajaan akan secepatnya menggelar resepsi acara pernikahan kalian berdua," jawab sang raja.

"Terima kasih, Ayahanda," ucap tuan putri.

"Bersiaplah kalian. Karena pernikahan ini akan dilangsungkan bulan depan," tutur sang raja.

***

Prajurit kerajaan disibukkan dengan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan saat resepsi pernikahan nanti. Pernikahan adat dari leluhur kerajaan menjadi acuan para prajurit. Tanpa diperintah pun, mereka telah tahu tugas masing-masing.

Pernikahan antara pangeran Rana dan putri Dyah sudah terdengar oleh masyarakat seantero jagad, di dalam maupun di luar istana. Kabar ini terdengar hingga ke telinga putri Dewi Gayatri, sepupu putri Dyah Prameswari.

Mendengar kabar itu, Dewi Gayatri tak terima dan menyusun rencana untuk membatalkan pernikahan mereka. Pasalnya, Dewi Gayatri pun menyimpan rasa cinta yang amat dalam untuk pangeran Rana Malik. Dia akan melakukan berbagai macam cara supaya sang pangeran jatuh ke dalam pelukannya lagi, seperti beberapa bulan silam.

Tak hanya itu, ternyata Dewi Gayatri pun sudah direnggut keperawanannya oleh pangeran Rana. Saat Dewi hendak meminta pertanggungjawaban dari pangeran, dia menolak dengan berbagai alasan. Kini, Dewi Gayatri dicampakkan begitu saja oleh pangeran Rana. Persis seperti sang kumbang yang pergi setelah menghisap madu sang bunga.

"Lihat saja nanti, aku akan membuka aibmu di depan semua penghuni kerajaan. Betapa malunya dirimu saat itu, Rana. Akan aku pastikan semua orang membencimu. Mereka tak tahu kelakuan bejadmu. Itu janjiku," ancam Dewi Gayatri sambil mengepalkan kedua tangan kuat-kuat, seolah sudah siap untuk memukul sang musuh.

***

Mahkota kerajaan menempel lekat di kepala sang putri. Kebaya putih menutup badannya rapi dan ketat, menunjukkan lekukan indah di setiap tubuhnya. Jarik warna senada dengan pola batik khas kerajaan menempel di perut dan menutupi hingga mata kaki. Rambut yang disanggul, make up yang menghiasi wajah dengan warna lipstik merah merona menambah kecantikan sang pengantin.

Kembang kantil yang dirangkai sedemikian rupa menjalar dari mahkota kepala hingga ke bawah telinga di bagian kiri. Sedang kembang kantil yang menjalar panjang sampai ke bawah payudara, menempel di bahu kanannya. Fisiknya jangan ditanya lagi. Hidungnya yang bangir, bermata sipit dan kulit putih mulus tanpa luka sedikit pun. Tubuhnya tinggi semampai. Membuat siapa pun yang melihatnya, akan terpukau dengan kecantikan tuan putri.

Sempurna! Dyah Prameswari terlihat anggun nan cantik. Kini, saatnya ia keluar kamar pengantin dan menemui calon mempelai laki-laki--pangeran Rana--yang telah menunggunya di pendopo istana. Dayang kerajaan menuntun tuan putri, ada juga beberapa yang berjalan di belakangnya, mengangkat gaun pengantin.

Acara adat pernikahan di istana kerajaan akan segera di mulai. Semua menatap takjub pada kecantikan putri Dyah. Ada pula yang tak sadar hingga membuka mulutnya lebar-lebar tanpa menutupinya dengan telapak tangan.

"Apakah acara pernikahannya bisa dimulai sekarang, Gusti Prabu?" tanya empu kerajaan setelah putri Dyah duduk di tempat mempelai wanita.

"Silakan, Empu," jawab Suranagara.

"Tunggu!" seru seorang wanita dari luar sana.

Semua orang menatap tajam dan mencari arah sumber suara itu. Menunggu hingga sang pemilik suara masuk ke dalam istana.

"Tunggu! Mungkin aku lancang berada di sini tanpa undangan. Asal kalian tahu wahai Gusti Prabu, bahwa pangeran Rana ...," ungkap seorang wanita sambil mengangkat jari telunjuk dan mengarahkan ke arah pangeran Rana.

"Bahwa pangeran Rana, dia bukanlah pangeran baik-baik. Semasa dia menjalin kasih denganku, dia telah menodaiku. Rayuan manisnya, emas permata, bahkan dia menjanjikan pernikahan mewah untukku. Namun, ketika aku meminta pertanggungjawaban padanya, dia justru menolak keras. Bahkan berani memutuskan tali kasih kita," tambahnya lagi.

Ya, wanita itu adalah Dewi Gayatri yang selama ini menahan sakit hati atas kelakuan pangeran Rana padanya. Kini, dia menepati janjinya untuk merusak pernikahan Dyah, sepupunya.

"Tolong hentikan semua kebohonganmu, Gayatri. Tarik semua ucapanmu atas kesalahan yang tak pernah aku perbuat," sentak pangeran Rana.

"Jangan mengelak, Pangeran. Aku tak mau sepupuku menjadi korban kebiadabanmu selanjutnya. Jika kalian semua tak percaya padaku, aku membawakan putri Elliza. Dia pun menjadi korban rayuan pangeran Rana. Madunya pun sudah dihisap oleh kumbang yang jahat sepertimu!" umpatnya sambil menunjuk tepat ke muka pangeran Rana.

"Be ... be ... benarkah semua ini Gayatri, Elliza? Katakan kalau kalian cemburu dan iri melihat pernikahan kami," tuduh Dyah Prameswari sambil berderai air mata.

"Iri? Cemburu? Dua kata itu sudah lenyap dalam sejarah kamus kehidupanku, Dyah. Untuk apa aku bohong padamu. Toh, aku membawa buktinya. Bukti yang sama-sama telah dicampakkan oleh orang yang sama, pangeran Rana. Ketahuilah, aku tak mau melihat hidupmu menderita oleh lelaki biadab itu," jelas Dewi Gayatri.

"Ayo, Pangeran. Akuilah semua kebusukanmu!" umpat Elliza.

"A ... a ... aku," ungkap pangeran dengan terbata.

"Katakan yang sebenarnya atau aku akan menyuruh prajurit memanahmu dengan racun katak!" titah sang raja.

***

Jangan lupa jejaknya ya reader. 😘😘😘🙏🙏🙏🙏

Khodam Pangeran GanjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang