Part 6. Pertemuan

90 40 0
                                    

Bakal up tiap hari insyaallah kecuali Sabtu Minggu ya, Kak. So, nantikan kisah Anjani selanjutnya.

Author cuma minta Kakak-kakak tinggalkan jejaknya. Klik tanda bintang di masing-masing part ya, Kak. Terima kasih.

****

"Dari tadi kenapa bibirmu ditekuk gitu, raut mukanya juga kek ada masalah. Kenapa, Bin? Cerita dong ke kita-kita. Katanya best friend forever," bujuk Sinta.

"Dari tadi aku mikir keras tapi belum ada jawabannya," jawab Bintang.

"Apa?" tanya Anjani dan Sinta bersamaan.

"Paijem siapa sebenarnya dia sih? Biasanya Anjani selalu panggil Sinta kolot kalau lagi bad mood. Ini Paijem, siapa sih dia?" tanya Bintang penuh dengan kekonyolannya.

" .... "

Anjani dan Sinta menepuk jidat mereka bersamaan. Mereka kira pertanyaan penting dan sangat urgent sehingga membuat Bintang memasang raut muka penuh tanya.

"Si Paijem itu Sinta noh," jawab Anjani sambil menunjuk muka Sinta.

"Sebutan baru ketika aku bad mood gara-gara dia," tambahnya.

"Ooo ...," jawab Bintang.

"Ih, apaan sih. Gak lucu tau!" sungut Sinta sambil menunjukkan bibir seperti pantat ayam.

Bintang, gadis berkacamata itu pagi ini benar-benar dibuat bingung dengan julukan si Paijem itu. Padahal kemarin-kemarin dia sangat antusias ke kampus, begitu semangat. Pagi ini, entah memikirkan apa sehingga dia menjadi gadis kolot seperti itu.

Sinta mencocokkan jawaban tugasnya dengan jawaban Anjani. Setelah semua dirasa telah cukup, Sinta sudah mulai tampil lebih percaya diri lagi. Semangatnya telah pulih. Jika manusia diibaratkan sebuah ponsel, Sinta telah dicharger penuh hingga menuju ke angka seratus persen.

Pagi itu, dosen berhalangan hadir. Hingga masuklah Pak Arsen sebagai asisten dosen  untuk membimbing mahasiswa melakukan skripsi. Tak kenal maka tak sayang. Itulah pedoman hidup yang dipakai Pak Arsen. Maka dari itu, dia berkenalan dengan seluruh mahasiswa di kelas ini.

Saat proses perkenalan, kedua mata Anjani tak berkedip menatap Pak Arsen. Usianya satu tahun lebih tua dari Anjani. Di usia yang masih muda itu, dia sudah mampu menjadi asisten dosen. Satu nilai plus buat Pak Arsen dari Anjani. Terlebih lagi, penampilan fisiknya sangat memukau.

"Jika aku akan menikah nanti, izinkan Pak Arsen yang akan menjadi imamku, Ya Rabb. Semoga kita jodoh dunia akhirat, Pak Arsen," gumam Anjani dalam hati.

Tak hanya Anjani, ternyata para mahasiswi lainnya sangat mengidolakan pembimbing yang berdiri di hadapannya itu. Menurut mereka, Pak Arsen lelaki yang pantas untuk diperjuangkan. Tampan, mapan, bersuara lembut, raut muka penyayang, berkumis tipis.

Di sisi lain, Dien selalu mendoakan yang terbaik untuk sang kakak. Tentunya supaya kakak mendapatkan hidayah untuk memakai hijab sepertinya. Mendapatkan jodoh dan segera menikah, doa yang sangat mulai untuk sang kakak, bukan?

Jika menjalani hari dengan good mood, waktu berjam-jam tak terasa seperti baru semenit yang lalu masuk ke kampus. Ternyata, materi sudah selesai dan saatnya mereka pulang. Saat sedang terburu-buru, tak sengaja Anjani menabrak Pak Arsen dan buku yang dipegangnya jatuh berantakan di lantai.

"Mmm maafkan, Pak. Saya yang enggak sengaja. Nggak lihat-lihat waktu jalan tadi," pinta Anjani sambil berjongkok merapikan buku Pak Arsen.

"Ah, tak apa. Bukankah kamu salah satu mahasiswi tadi, ya? Siapa namamu?" jawab Pak Arsen sambil menyodorkan tangan kanan, meminta bersalaman.

Khodam Pangeran GanjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang