Ditolak (2)

3.8K 197 94
                                    

"Pak! Bapak tadi ngomong apaan, sih? Masa Bapak bilang mau jadikan saya istri?"

"Kalau iya, kenapa?"

"Bapak tuh, kesambet setan apa, sih?"

"Sekarang saya tanya sama kamu. Kamu mau nggak menikah sama saya?"

Nanaz mematung. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Mulutnya membuka, bersiap menjawab, namun ia tak tahu harus mengatakan apa.

Kiano masih menunggu, sambil matanya tak lepas dari manik hitam yang terlihat terkejut itu. Jantungnya berdegup kencang menunggu Nanaz menjawab pertanyaannya.

"Nggak mau," jawab Nanaz kemudian.

"Apa?"

Yakin dengan apa yang dikatakannya barusan sesuai dengan hati nurani, sambil mengangkat dagu lebih tinggi, Nanaz mengulangi jawabannya, "Nggak mau. Saya nggak mau nikah sama Bapak."

"Apa?!" Kiano terkejut mendengar jawaban Nanaz tadi dengan sangat jelas. Hanya saja, ia tidak percaya kalau Nanaz akan menjawab tidak.

"Budek apa, ya?" Nanaz mencibir. Ia memutar bola matanya sambil menjawab sekali lagi, "Saya bilang, saya nggak mau nikah sama Bapak."

Kiano mendengkus. "Kenapa?"

"Kan, saya udah berapa kali bilang kalau Bapak itu terlalu sempurna buat saya. Saya nggak mau punya pasangan yang nggak selevel sama saya."

Bahu Kiano bergerak dramatis bersama dengan mulutnya yang menganga. "Astaga! Kamu bilang, saya nggak selevel sama kamu?"

Nanaz mengangguk mantap. "Ya, iya. Mendingan Bapak cari anak sultan aja buat dijadikan istri, biar samaan gitu sama Bapak."

"Bersama itu, nggak harus sama, kan?"

Nanaz menghela napas, lelah berdebat. "Saya mau pulang. Tapi, sendiri aja."

"Saya anter. Ini udah malem. Kamu perempuan, sendiri lagi. Bahaya kalo naik angkutan umum jam segini."

"Tapi—"

"Oke!" Kiano membuka pintu mobilnya, mempersilakan Nanaz masuk.

Menahan rasa dongkolnya, Nanaz akhirnya menurut juga. Percuma juga menolak, toh, Kiano pasti tetap kekeuh.

Selama di perjalanan pulang, keduanya saling diam. Nanaz pun memilih menatap ke luar jendela ketimbang mengajak Kiano berbicara. Kiano yang merasa kalau Nanaz sepertinya kesal dengannya, akhirnya membuka suara.

"Kamu marah?"

Nanaz menjawab tanpa menoleh barang sedetik pun. "Sedikit."

Senyum Kiano terbit. "Marah kok sedikit-sedikit ...."

"Pokoknya, kalau ada apa-apa sama saya, Bapak harus tanggung jawab!"

"Loh, memangnya saya ngapain kamu?"

Nanaz menghadapkan tubuhnya ke arah Kiano, lalu memulai aksi protesnya. "Bapak tuh sadar nggak sih sama apa yang Bapak lakukan tadi di depan Mbak Milka dan teman-temannya?"

"Sadar. Terus?"

Nanaz mendengkus kesal. "Tadi siang aja, banyak yang nge-chat dan nelpon saya nanyain soal Bapak yang katanya mau nikah. Nah, tadi, di depan Mbak Milka, Bapak bilang mau nikahin saya! Pasti besok itu mereka bakal teror saya, Paaaak!" kata Nanaz, geregetan.

"Oh, gitu? Ya udah, kamu tinggal ganti nomer baru, kan?"

Nanaz menganga tak percaya.

Nggak segampang itu, Bambang!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When Janda Meet DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang