"Kamu sariawan, Fan?" Sudah sepuluh menit di dalam mobil, Irfan diam saja. Sambil menyetir, pandangannya lurus ke depan.
"Enggak," jawabnya singkat. Mungkin lagi mikir, gimana cara melampiaskan kecemburuannya itu.
Aku berdecak pelan. Terlalu lelah untuk merayunya. Kualihkan pandangan ke luar jendela mobil, melihat jejeran berbagai jenis jualan di toko dan para pedagang kaki lima di pinggir jalan.
Lalu, teringat lagi sama Mas Khairi. Kami memang sudah cukup lama saling mengenal. Melihat caranya mengungkapkan perasaan tadi, sepertinya cukup dalam rasa yang dia miliki untukku. Tapi mau bagaimana? Aku sudah menikah.
"Kak!"
"Hmm?" Aku menoleh.
"Lagi mikirin siapa, Khairi?"
"He em. Kamu kok tahu?"
"Jadi bener, Kak El lagi mikirin lelaki itu? Pasti lagi keinget sama ciumannya tadi, kan? Sama pelukan dia? Seberapa berkesan sih, sampai diingat-ingat gitu?! Emang lebih hangat pelukan dia daripada Irfan, gitu?"
Lahh??
"Kamu kok mikirnya jauh banget, sih? Bukan itu yang—"
"Kak El keterlaluan!"
"Apanya?"
"Sudah punya suami masih mikirin lelaki lain. Dosa tahu, nggak?!"
"Aku bukan mikirin yang aneh-aneh, Fan," kilahku. Memang benar, kan? Tidak aneh-aneh, kok.
Irfan mengembuskan napas, menahan emosi.
"Jujur sama Irfan, kalian tadi ngobrolin apa aja?"Simalakama ini. Kalau jujur, pasti dia marah, kalau bohong, dosa.
"Engh ... dia minta maaf soal kejadian siang tadi."
"Terus?"
"Dia mau berhenti dari toko kue, pulang ke Banda Aceh," jawabku lagi.
"Terus?"
"Ya udah, gitu aja." Bohong demi kebaikan nggak dosa, kan?
"Itu aja?"
Aku mengangguk, ragu-ragu. Terus tanpa sengaja menggeleng. Ini kepala kenapa tidak sinkron sama isinya? Tidak bisa diajak bekerja sama.
"Kak?!"
"Eh. Iya."
"Itu aja?!" Dia mulai curiga. Kemampuan aktingku memang buruk. Pasti kelihatan kalau lagi berbohong.
"Apa lagi?" Irfan semakin mendesak.
"Jangan marah?" Aku mengantisipasi.
"Buruan, bilang apa lagi?"
"Jangan marah, tapi. Janji?"
"Hemm." Itu bisa diartikan dari kata iya, tidak, sih?
"Dia ... ngungkapin rasa sukanya sama aku."
Ciiiiittttt! Irfan ngerem mendadak.
Napas Irfan memburu. Genggaman di kemudi menguat, terlihat buku jarinya memutih. Irfan marah besar!
"Terus? Kak El jawab apa?!"
"Engh … aku …." Aku gugup, sumpah! Irfan kelihatan berang.
Baru mau menjawab kalau aku sayangnya sama dia, tapi Irfan justru melepas sabuk pengaman, terus keluar. Menyugar rambutnya terus putar balik, jalan. Aku menoleh ke belakang. Memerhatikan, dia mau apa?Semakin lama dia makin menjauh. Jangan-jangan mau terjun dari jembatan yang tadi kami lewati?
Argghhh!!! Dasar, labil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami "Takut" Istri. [Terbit]✓
Любовные романы18+ [Follow dulu sebelum baca.] Cerita seputar rumah tangga. Akan ada adegan dewasa. Bocil, menepi, ya, Sayang .... «»«»«»«∞∞»«»«»«» "Astaghfirullah ... Kak, aurat. Jangan dibuka sembarangan gitu ...!" "Apaan, sih? Aku kan istri...