"Fan. Ikut, yuk?"
"Ke mana?"
"Ikut aja. Entar juga tau."
Setelah berganti pakaian, aku mengajak Irfan ke luar.
Ketika berbalas pesan dengan Tiara tadi, dia bersedia untuk menemuiku. Meski setahu dia yang mengajak ketemuan bukan aku. Melainkan Irfan.Sengaja kupilih toko kue, karena tidak mau masukin Tiara ke rumah tempat kami berdua menyemai cinta.
"Mau ke mana sih, Kak?" tanyanya, saat aku mengunci pintu.
"Ke toko," jawabku singkat, sembari menggamit lengannya mesra.
"Ngapain?"
"Mancing."
"Lah?" Dia bingung.
"Udah, ngikut aja."
Beberapa menit kemudian kami sampai. Terlihat Dewi dan Siti sedang sibuk melayani beberapa pembeli.
Kami berdua duduk di bangku tempat pembeli yang biasa makan langsung di sini.
"Kak!" Dewi menyapa sambil dada-dada dari balik etalase yang kubalas dengan senyuman.
Sedangkan Irfan dari tadi sibuk menggaruk-garuk kepala, merasa kebingungan. Mau nanya lagi, tapi mungkin sudah menduga, tidak akan mendapat jawabannya."Dew, tolong bikinin kopi, ya. Dua!" seruku ke Dewi.
Irfan mengernyit, dan aku mengerti apa yang dia pikirkan.
"Masa iya, di segala tempat mau minum susu? Biasain ngopi, deh, mulai sekarang." Kujelaskan pertanyaan yang belum sempat dia ucapkan.
Aku tidak salah menerka, nyatanya dia mengembuskan napas sambil manggut-manggut.
Sesaat kemudian, Dewi datang dan meletakkan dua cangkir kopi di atas meja.
"Tumben, kalian ngopi di sini?" tanyanya.Kami tidak menyediakan kopi untuk pembeli kue, karena ketiadaan barista. Persediaan kopi hitam hanya untukku, Dewi dan Siti, yang sama-sama suka minum kopi.
Di sini, ada dapur khusus untuk menyimpan banyak keperluan harian. Persiapan kalau kami lagi tidak bisa keluar dari toko dalam waktu yang lama. Seperti beras dan kawan-kawan. Serta handuk, sabun mandi, bahkan tempat tidur juga ada. Toko kusulap menjadi tempat jualan sekaligus rumah tinggal.
"Iya, ini. Mau ada tamu spesial." Aku menjawab santai.
Dari ekor mata kulihat Irfan menatapku. Pasti dia kaget.
"Ooh, ya udah. Aku tinggal dulu ya, Kak." Dewi tidak nanya lebih lanjut lagi. Dia bukan tipe orang yang super kepo. Itulah sebabnya aku betah kalau lagi ngobrol dan curhat sama dia. Tidak akan banyak nanya kalau bukan aku yang berniat untuk cerita duluan.
"Kak, siapa tamunya?" Sekarang, Irfan semakin penasaran.
"Ulat bulu." Kuraih cangkir kopi, lalu menyeruput perlahan.
Dahi Irfan mengernyit lagi, lalu menggaruk-garuk rambut, tengkuk, dagu dan seluruh wajahnya. Mirip Sun Go Kong.
"Udahan. Minum dulu kopinya, biar rileks." Kusodorkan cangkir berisi minuman kesukaanku, tapi Irfan tidak suka. Sekarang, kuminta dia untuk belajar suka. Entah demi apa, akhirnya diminum juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami "Takut" Istri. [Terbit]✓
Roman d'amour18+ [Follow dulu sebelum baca.] Cerita seputar rumah tangga. Akan ada adegan dewasa. Bocil, menepi, ya, Sayang .... «»«»«»«∞∞»«»«»«» "Astaghfirullah ... Kak, aurat. Jangan dibuka sembarangan gitu ...!" "Apaan, sih? Aku kan istri...