Nine : Suka?

18 9 0
                                    

eps 9 : Suka?

"Makasih.."

Delon hanya sedikit terkejut dengan pernyataan Zura. Namun ia tak berkutik sedikit pun. Hanya memandangi rambut di pucuk kepala Zura yang sedikit berantakan.

Keheningan menghampiri mereka berdua sesaat. Lalu tiba lah Zura melepas genggaman nya dan bangkit dari duduknya. Menatap Delon dengan perasaan bersalah, lalu tersenyum sedih.

Delon sedikit membuka membuka mulutnya dan melebarkan kelopak matanya karena melihat raut wajah Zura yang seperti itu. Delon hanya bisa menatap kepergian Zura dari ruangan itu.

Zura meninggalkan Delon di ruang UKS sendirian. Ia tak ingin Delon melihat tangis nya lagi. Zura membasuh wajahnya di toilet wanita, barulah ia menuju kelasnya. Ia menghampiri Fanny yang sedang duduk-duduk bersama Mizu, Sella, dan Rava dengan wajah cemas.

"Yaallah ra, kok muka lu basah? abis cuci muka?" tanya Mizu yang sudah menghampiri Zura terlebih dahulu.

Zura hanya mengangguk lemas dan ia duduk di kursi nya. Teman-temannya saling pandang antara bingung dan khawatir. Akhirnya Fanny memutuskan untuk memeluk Zura, mengusap-usap rambut belakangnya.

Pecah sudah tangisan yang Zura tahan sedari tadi. Ia membalas pelukan Fanny. Kencang sekali ia memeluk Fanny seakan-akan berkata jangan dilepas.

"Zura kenapa nangis?" tanya Mizu dengan nada bergetar. Zura tak menjawabnya.

"Si Adel Adel itu bikin masalah baru am lu? Sini gua lawan!" ujar Rava yang tak tahan karena melihat temannya seperti ini.

"Apa karena Delon?" tanya Sella pelan.

"Shut!" Fanny mendesit, memberi kode bahwa jangan bertanya apapun kepada Zura.

"Keluarin aja ra, kita ga bakal ninggalin lu kok." sambung Fanny sambil terus mengelus rambut belakang Zura.

┉┅━━━━  - - - - - - - - - - - -  ━━━━┅┉

[ Adelia pov ]

"Delon sialan! Dia beneran ngasih video itu ke ayah. Gimana nasib gua sekarang ajg." batin ku gerutu.

Ayah membawa ku, Nara, dan Sherlly masuk ke dalam kantornya. Tapi Nara dan Sherlly hanya disuruh duduk di sofa empuk itu. Sedangkan aku harus berhadapan langsung oleh ayah.

Aku tak berani mendongakan kepala ku dan menatap wajah marahnya itu. Ayah melipat kedua tangannya dan menatapku penuh amarah. Aku tak tau harus apa selain berdiam diri sambil menunduk.

"Apa maksud kamu bikin anak orang sengsara hah?" tanya ayahku dengan nada yang penuh tekanan. "Kamu kekurangan apa emang?" sambungnya lagi.

"A-abisnya anak itu ngerebut Delon yah.." jawab ku sambil memberanikan untuk menatap wajah ayah.

"Kamu bukan siapa-siapa Delon. Gaada hak buat ganggu kehidupan dia." balas ayah sambil menatapku sinis.

"Aku suka Delon yah!" suara ku meninggi. Kenapa ayah tak mendukungku sih.

"Delon benci kamu."

"Aku ga peduli! Delon cuma buat aku!!"

"Pantes Delon benci kamu. Ternyata sikap kamu seperti ini. Ayah lebih milih Delon sama anak baru itu."

"Ayah kenapa belain dia terus sih!? Aku anak ayah bukan!!"

Plakk!
Aku terdiam sejenak. ".. ayah?" pertama kali ayah menamparku seperti ini. Walau tidak terlalu keras, tapi bisa menimbulkan efek memerah pada pipi ku.

"Jaga mulut mu! Ayah begini karena ga mau kamu terjerumus lebih dalam ke sifat buruk mu itu!" bentak ayah dengan nada tegas.

Aku menahan nangis dihadapan ayah dan memegangi pipi ku yang memerah. Ayah menyuruh Nara dan Sherlly untuk membawa ku keluar kantornya. Sungguh aku sangat terpukul kali ini.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang