Aku Muallaf, Durhakakah aku? Part 3

191 22 0
                                    

🌾🌾🌾

Keputusan DO sudah bulat. Peraturan Yayasan sekolah ini memang sangat ketat. Pelanggaran yang dilakukan lebih dari 3 kali akan di beri sanksi tegas. Sementara catatan kenakalanku sudah mencapai angka tersebut. Beruntungnya aku masih punya orang tua yang super sabar melihat kelakuan anak seperti aku. Cuma dimarahi dan di nasehati untuk berjanji tidak melakukan kesalahan lagi. Mungkin kalau orang tuaku memiliki stok kesabaran yang tipis, udah habis aku di hajar.

Hari ini Papa membawaku kerumah Om Willy. Beliau Pembina Yayasan di sekolah Y, tempat aku akan bersekolah kembali. Setelah peristiwa DO kemarin, hampir sebulan aku hanya diam dirumah.

“Oke, Ko (sebutan Abang dalam bahasa Tionghoa,red) Mulai besok Julie sudah bisa masuk sekolah. Sekolah ini di dominasi dengan siswa beragama Buddha. Kelasnya hanya ada dua, kelas 1A terdiri dari siswa beragama Buddha dan Kristen, kelas 1B terdiri dari siswa beragama Buddha dan Islam. Berhubung kelas 1A sudah penuh, jadi Julie nanti masuk di kelas 1B saja ya. Tapi, pas pelajaran agama, Julie gabung dengan anak kelas 1A atau kalau mau gabung dengan teman-teman beragama Buddha boleh juga,” jelasnya Om Willy panjang lebar.

Aku mengangguk. Dan kemudian setelah bercakap-cakap dan menjelaskan tentang prosedur sekolah, kami pun pamit.
Di mobil, Papa memberikanku wejangan panjang lebar.
Aku cuma cengengesan dan mencebikkan bibirku manja. Papa mengacak rambutku.

Aku ini bisa dikatakan dalam kategori anak manja. Apa saja keinginanku pasti dipenuhi. Bahkan pekerjaan rumah tangga layaknya anak perempuan, tak pernah kulakoni. Secara, ART di rumahku ada 3 orang dengan masing-masing tugasnya. Cuma kalau urusan memasak, masih harus Mamaku yang turun tangan. Soalnya Papa nggak suka makanan masakan orang lain.

Kadang Mama menyuruhku juga sih untuk ke dapur. Biar tahu masak, katanya.
Tapi, Papaku nggak ngizinin, katanya sih percuma punya pembantu banyaklah, nanti tanganku kasarlah, nanti kena minyaklah. Jadi, sebelum viral Nia Ramadhani nggak bisa kupas salak, dan Anaknya Iis Dahlia nggak pernah nyetrika, aku udah duluan ngerasain jadi anak Sultan. Hihihi ....

Walaupun disekolah aku nakal, tapi nilaiku tak pernah buruk. Bahkan bisa dikatakan aku siswi berprestasi. Dan kegiatan gereja juga nggak pernah absen. Mulai dari kegiatan Legio Maria, Misdinar, apalagi saat Natal. Selalu aku yang di tunjuk sebagai peserta drama ataupun menyanyikan kidung pujian secara solo atau paduan suara.

Jangan pikir setelah pindah sekolah lalu aku mendadak tobat. Tetap saja aku Julie si pembuat ulah. Aku sering cabut dalam pelajaran agama. Soalnya, aku pernah sekali mencoba mengikuti mata pelajaran agama Buddha. Dan sumpah aku menangis! Bukan karena terharu, tapi karena aku nggak paham dengan bacaan doa mereka saat itu. Huhuhu ....
Terus kenapa nggak ikutin pelajaran agama Kristen? Ya dasar anak nakal selalu ada aja alibi untuk ngeles.
Karena secara pemahaman antara Kristen Protestan dan Katolik itu serupa tapi tak sama. Hanya tetap menyembah pada Tuhan yang sama, yaitu Yesus Kristus.

Namun pada akhirnya, kayaknya aku mulai lelah dengan kenakalanku. Soalnya di sekolah yang baru ini, anaknya baik-baik semua. Nggak ada yang bisa diajak cabut saat mata pelajaran, nggak ada teman yang bisa diajak buat nongkrong ngerokok bareng. Pokoknya nggak asiklah!
Setiap cabut, aku cuma sendirian doang. Itu juga nongkrongnya di kede (kedai) Tok Jumang yang letaknya di belakang sekolah. Udah gitu Tok Jumang itu atok-atok (kakek-kakek) yang genitnya amit-amit jabang tuyul. Hiii ....

“Dek ngelamun aja adek. Mikirin apa sih? Atok kawani mau ya?” celetuk Tok Jumang tiba-tiba sambil nyengir. Terlihatlah gusinya yang tanpa gigi pas dia lagi nyegir. Hiii .... Aku bergidik ngeri.
Papaku aja giginya masih ada. Nah ini .... ? Hiii .... Aku bergidik lagi.

“ E-eh, Tok, uda habis ini minumanku. Pamit lah dulu aku balik ke sekolah ya,” ujarku sambil menyodorkan lembaran uang lima ribuan.

“Uda gak usah dek, untuk adek gratis aja Abang kasih,” tolaknya sambil menyentuh punggung tanganku.
What?? Abang .... ? Hiii .... Jijaay.
Cepat ku tarik tanganku.

Aku Muallaf, Durhakakah Aku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang