3.7K 601 56
                                    

.Time of Sorrow.

"Aku baik, Yunho-ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku baik, Yunho-ya."

"..."

"Tidak, aku sedang berada di rooftop apartement."

"..."

"Tentu tidㅡ Yak! Aku tidak melakukan hal aneh, Ho!"

"..."

"Tidak kumaaf kan kalau kau membawakanku oleh-oleh paling mahal dari sana."

"..."

"Jahat sekali sih."

"..."

"Jangan kabur kau, Ho! Aku masih ㅡ YAK!"

Wooyoung menatap ponsel di tangannya penuh sangsi. Tega sekali sekali Yunho mematikan sambungan telpon begitu saja disaat ia masih bicara. Awas saja, ingatkan Wooyoung untuk mengadukannya pada Mingi. Semoga saja ketika pulang nanti Yunho mendapatkan hukuman dari kekasih sesama tiangnya itu.

Wooyoung meraih laptopnya yang dibiarkan begitu saja dengan keadaan menyala. Berniat mematikannya. Karena demi apapun, ia sudah terlanjur malas mengerjakan tugas yang terkadang jumlahnya sangat tidak mahasiswa-wi itu.

'cklek'

Wooyoung sudah tidak terkejut mendengar suara pintu yang terbuka dari arah tangga. Biasanya San memang akan mencarinya kesini bila ia tidak ada di kamar apartement nya.

"Woo?"

Wooyoung seketika menegakkan bahunya. Ini bukan suara San. Lalu itu suara siapa?

Wooyoung yang duduk membelakangi pintu lantas menoleh dengan cepat karena suara yang tidak asing itu.

"Taeyong-hyung?"

"Ya tuhan, Woo! Ternyata benar itu kau! Ya tuhan aku rindu sekali!"

Taeyong berlari untuk memeluk Wooyoung yang masih duduk terdiam di kursi itu. Bahkan ketika Taeyong memeluk dan mengelus pucuk kepalanya sembari melontarkan beberapa kata rindu pun, Wooyoung masih terdiam.

"Hyung?"

Wooyoung sedikit melonggarkan pelukan Taeyong untuk melihat wajah pemuda Lee itu. Taeyong sendiri masih tersenyum haru bisa melihat Wooyoung ada dipelukannya saat ini.

"Kau ㅡ Apa yang kau lakukan disini, Hyung. Kau tidak marah padaku?"

Tatapan mata Wooyoung memang tertuju pada Taeyong yang masih memeluknya dengan hangat. Tapi tatapan mata itu terasa sedikit kosong. Dan Taeyong bisa merasakan itu.

"Maafkan aku, Woo. Aku tau kemarahanku dihari itu sangat tidak masuk akal. Aku hanya terbawa perasaan sedih dan malah melampiaskannya padamu. Maafkan aku."

Wooyoung perlahan menangis di pelukan Taeyong. Tangisan yang semakin lama semakin mengeras itu tentu membuat Taeyong semakin merasa bersalah pada Wooyoung, yang bahkan tidak ingin hal 'itu' terjadi dahulu.

House Of Cards ¦ WoosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang