Pertemuan

365 178 400
                                    

Saat ini sekolahku sedang mengadakan pentas seni sekaligus acara perpisahan kelas XII. Yap, aku masih duduk dikelas XI. Semua orang sibuk mempersiapkan diri untuk penampilannya masing-masing yang akan dilaksanakan besok. Banyak sekali orang yang berlalu lalang di koridor, membuat aku pusing melihatnya.

Aku sedang berada di kantin sekolah. Bersama kedua temanku,- teman baikku. Namaku Nazia Putriana Saputra. Bukan nama yang bagus tapi aku menyukainya. Saat ini kami sedang memperhatikan murid lain yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang membawa kostum untuk penampilan teater, para Osis yang sibuk mengatur jadwal, beberapa siswa siswi yang merengek kepada kepala pelaksana untuk mengundurkan diri, aku tidak tahu bagian apa tapi sepertinya siswa siswi yang ditugaskan mengisi acara upacara adat. Begitu juga dengan anak Band, iyaa di sekolah kami ada sebuah Band dengan nama Barbarians. Gataulah arti dari namanya, mungkin karena mereka tampil selalu barbar. I dont know.

Dan disinilah kami. Aku, Tasya dan Nanda. Menatap mereka dengan malas. Ada 3 milkshake di depan kami, tentu dengan 3 rasa yang berbeda dan aku selalu memilih cokelat.

"Huaaa" aku mulai menguap. Kedua temanku sangat tidak bersemangat.

"Dan, cuma kita bertiga yang tidak mengikuti acara apapun?" Tasya membuka suara. Benar saja, Hampir semua kelas XI ikut serta dalam acara tersebut, sebagian ada yang menjadi paduan suara. Kelas X juga ada yang ikut tapi sepertinya hanya anggota osis baru.

Braakk!!

"Nanda! Ayo lakukan sesuatu!" ucapku seraya berdiri. Dengan sigap Nanda ikut berdiri. Menatapku dengan penuh semangat.

Tasya menatap kami bergantian. Sedangkan aku dan Nanda saling mengangguk dengan penuh keyakinan. Lalu kami berdua berjalan, seperti pasukan paskibra yang sedang melakukan pengibaran bendera.

"Nanda, belok kirii jalan!" perintahku.

Tasya masih diam. "Palingan belok ke tukang mie ayam," tebaknya.

Dan benar saja. "Mang, mie ayam 2 yang satu jangan pake sayur sama dagingnya banyakin ya." ucap Nanda.

"Lapor komandan Nazia! Makanan sudah dipesankan." lanjutnya memberi laporan pada Nazia yang sudah duduk dengan sigap di meja memberi hormat. Lalu mereka duduk kembali dengan menopang dagunya masing-masing.

"Dasar sengklek," ketus Tasya. Dia tidak tahu kenapa dia masih berteman dengan kedua orang kurang waras itu. Kepalanya dibuat pusing.
Mau tidak mau Tasya harus menghampiri mereka berdua, berpindah tempat duduk dan membawa milkshake yang sempat mereka pesan tadi.

"Ca, mau pesen juga?" tawarku yang melihat Tasya sedang membawa minumanku dan Nanda, lalu kembali ke meja tadi untuk membawa minumannya.

"Nggak," jawabnya. Aku tidak ambil pusing dengan sikap Tasya, toh dia memang begitu. Kadang cuek, kadang baik, kadang waras, kadang engga, yaa intinya kadang-kadang.

Aku dan Nanda mulai memakan mie ayam yang sudah Pak Slamet hidangkan. Baunya membuatku tidak tahan untuk sekedar menelan ludah saja. Tentu aku sudah membaca bismillah saat mie ayam sedang dipesan. Biar pas datang bisa langsung makan.

"Oh iya, btw lo sama Andi gimana Zi?" tanya Tasya padaku sambil sesekali menyeruput minumannya. Aku memang sering dipanggil Zia atau Zi saja.

"Putus." ucapku santai.

"Hah?" Nanda kaget. Dia langsung menatapku dengan sendok yang menggantung ditangannya.

"Kan udah gue bilang dia gak pantes buat lo," tambah Tasya. Aku hanya mengangguk.

"Kenapa putus?" sudah aku duga. Nanda pasti selalu ingin tau sebab dari apapun yang terjadi. Tapi aku tidak masalah, aku juga tipe orang yang curcol.

"Gue dijadiin pelampiasan."

"HAH?!" teriak Nanda dan Tasya bersamaan. Aku lagi-lagi mengangguk.

"Lo gak sedih? Gak nangis? Hati lo masih baik-baik aja kan? Tangan sama badan lo masih mulus-mulus aja kan?" tanya Nanda nyerocos.

"Cek aja," ucapku sambil memberikan tangan kiriku, tangan kanan masih sibuk menyuapkan sendok demi sendok mie ayam. "Lagian, menurut gue gaada gunanya gue nyakitin diri gue sendiri cuma buat cowo brengsek kayak dia. Masih banyak yang mau sama gue," lanjutku. "mungkin." gumamku yang sepertinya tidak terdengar oleh mereka.

Nanda benar-benar mengecek tanganku, rambut, punggung, kaki dan- "Mau apa lo?" aku kaget. Dia terlalu jauh.

"Ya siapa tau lukanya di dalem," jawab Nanda polos, lalu kembali makan.

"Enak aja, tete gue masih seger dan kenceng." ucapku kesal.

"Lo tau dari mana Andi jadiin lo pelampiasan?" kali ini Tasya yang bertanya.

Aku menyudahi aktivitas makanku, mengambil milkshake dan meminumnya sebelum menjawab pertanyaan Tasya.
"Inget waktu dia minta break?" mereka mengangguk. "Seminggu setelah itu, dia ngomong kalau dia bosen. Dia jujur kalau sebenarnya gue cuma dijadiin pelampiasan dia. Dan dia bilang, dia belum putus sama mantan pacarnya yang kemarin mereka cuma break." jelasku membuat Nanda dan Tasya membuka kedua mulutnya. Kaget. Bingung. Dan marah pastinya.

"Gila tuh gorilaa!"

"Dikira dia ganteng apa!"

"Muka kayak wajan gerhana juga!"
Cerca Nanda. Dia benar-benar emosi. Tasya sendiri kesal dengan prilaku Andi. Dan bohong kalau aku gak sakit hati. Sangat. Aku sangat sakit hati, tapi mau gimana lagi, dia bukan orang yang pantes buat diperjuangin. Hubungan gue dan Andi gak pantes buat dipertahanin.

"Heh, dia ganteng cuma gaada otak," selaku.

Saat kami sedang sibuk membicarakan hal-hal lain. Seseorang datang mendekat pada meja kami, lebih tepatnya sedang memesan mie ayam yg kebetulan di dekat kami. Dia Ricky, setau gue sih dia gitaris dari Band Barbarians itu. Gue gak terlalu kenal cuma beberapa siswi di sekolah mengidolakan dia. Termasuk Tasya. Ya, Tasya menyukainya.

"Hai," sapa Tasya, tanpa lama Ricky menoleh, tersenyum sebagai jawaban dari sapaan Tasya.

Aku melihatnya sekilas saat mata kami bertemu aku memalingkan wajah. Mengabaikannya. Dia memang ganteng, katanya juga cukup pintar, agak fakboi tapi ketutup sama sikap ramahnya.

"Duduk dulu Ky," tawar Tasya dengan senyum termanisnya. Dia mulai menggeser duduknya memberi ruang untuk Ricky duduk.

Ricky tersenyum sambil melirik ke arahku dan Nanda. "Yang lain gak keberatan aku duduk disini? Kak Nanda sama Kak-?" ucapannua tergantung, yaa dia tidak tau namaku.

"Nazia," sambung Nanda sambil mempersilahkan duduk. Ricky duduk tepat dihadapanku. Kami beberapa kali saling menatap sampai akhirnya Tasya membuka obrolan tentang Band Barbarians yang membuat Ricky menoleh ke arahnya. Aku hanya diam, mendengarkan mereka. Bisa dikatakan aku bukan tipe orang yang gampang sekali berbaur dengan orang baru, sedikit cuek. Kalau ditanya ngejawab kalau engga ya diem aja.
Tapi harus aku akui, Ricky memang ganteng, badannya berisi, senyumnya manis dan hidungnya mancung. Tapi rumor dia fakboi seakan gak masalah buat para penggemarnya, entahlah kadang bingung dengan pimikiran orang yang sudah buta akan cinta.

---------

Happy Reading.
Masukan? Kritikan? Diterima dengan senang hati:)

Nazia's Story (Incorrect Relationship)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang