Part 12

12 1 0
                                    

"Mas, ini bagus?" Zira memilih dan memilah baju sambil menanyakan pendapat Fattah.

"Bagus."

"Ini?" Zira bertanya lagi tentang gaun biru muda.

"Bagus."

Fattah berdiri memperhatikan Zira sesekali matanya berpindah ke ponsel. Ia juga sedang mencaritahu tentang style wanita.

"Mas, ini cocok, gak?"

"Nggak ada yang bagus di sini. Yuk, ketempat lain." Fattah menarik Zira untuk meninggalkan butik itu.

"Sudah, Mbak, ya, permisi," ujar Zira, "tadi pas Zira tanya, semua Mas jawab bagus," bisiknya.

Fattah membawa Zira masuk ke butik lain. "Mas cari yang gini," ujar Fattah sembari memperlihatkan gambar gaun di ponselnya.

Tawa Zira tersembur keluar. "Mas ... hahaha ... astaghfirullah. Mas, apa-apaan sih, itu 'kan bajunya anak A-Be-Ge." Yang diperlihatkan pada Zira adalah pose seorang gadis memegang dua dress di tangan kanan dan kiri dengan warna yang berbeda-beda. Padahal tampak dari foto itu dress selutut.

"Apa salahnya? 'kan kamu juga masih A-Be-Ge." Fattah mengedipkan matanya.

Lagi-lagi Zira tertawa, "Dasar Om-Om ganjen.," ujarnya, "lagian ini bajunya selutut mana cocok sama Zira yang pakai kerudung."

"Iyakah?" Fattah ikut tertawa. Ternyata dia tidak memperhatikan bawah baju tersebut. Ia hanya memperhatikan motif saja. Manik-manik hijau indah dibagian leher.

Sesaat mereka terdiam, saling pandang. Lalu tertawa lagi.

"Sudahlah, Zira pilih sendiri. Mas nunggu aja di sini."

"Wlee ...." ejek Zira.

"Nemenin perempuan shopping sama lelahnya dengan cari istri," gumam Fattah. Tangan ke saku, berlalu mencari tempat duduk.

"Baru tau? Wkwkwk .... "

"Shut!" Fattah menatap Zira dingin, menyuruhnya berhenti tertawa.

Zira di dalam butik, sedangkan Fattah berdiri di luar. Hingga gadis itu menemukan baju yang cocok di matanya, ia keluar memanggil Fattah.

"Mas, sini!"

"Apa?"

"Ini bagus, gak?" Memperlihatkan gaun warna kesukaannya Pink dusty.

Fattah tidak menjawab.

"Mas!"

"Terserah mau yang mana, aku cuma bayar." Fattah tidak mau lagi berpendapat, "btw, untuk apa baju yang begituan, memang tinggal di rumah mau pake gaun?”

Zira tersenyum. Tidak menanggapi lebih lanjut lagi ucapan Fattah.

Akhirnya Zira berkeputusan mengambil baju pink dusty berbrokat. Fattah juga menyuruhnya mengambil baju yang bisa dipakai keseharian di rumah, mengingat Zira tidak memiliki baju lagi karena koper sudah dibawa pulang ke desa.

"Risih liat kamu pake baju aku," ujar Fattah. Zira cengengesan.

Keluar dari sana, Fattah membawa Zira singgah di tempat penjualan barang kebutuhan sehari-hari. Ia ingin membeli kebutuhan dapur.

"Belikan yang kau butuh, jangan menyuruhku keluar. Aku punya pekerjaan lain dari sekedar membeli kebutuhanmu tiap bulan."

Zira cepat-cepat memalingkan wajah, berpura-pura tidak mendengar, ia tahu apa maksud Fattah. Wajahnya kini bersemu merah. Sedangkan Fattah setelah berkata demikian, ia mendorong troli menuju tempat buah-buahan.

***

Zira yang baru saja selesai merapikan lemari dengan baju-baju barunya. Menuju dapur, di sana Fattah sedang menyimpan belanjaan ke dalam lemari pendingin.

Zira mengambil gelas untuk minum. Berdiri, melihat Fattah yang sedang sibuk.

"Bantu!" perintah Fattah mendapati Zira cuma berdiri saja.

"Gak mau," ketus gadis itu. Lantas melangkah balik ke kamarnya.

"Eh, bantu!" Sesiung bawang merah mendarat di punggung Zira.

"Iya." Ia mendelik, dengan terpaksa duduk di samping Fattah, ikut membantu. Di tengah-tengah pekerjaan, Zira mendapati jeruk. Dan tidak lagi membantu Fattah, sudah lalai dengan mengupas jeruk.

"Susah berteman sama anak kecil," nyinyir Fattah.

Zira berhenti memasukkan jeruk ke mulutnya. Menatap Fattah, tak berkedip. Pria itu tak peduli dengan tatapan wanita di sampingnya itu.

"Uuwlee, bodo amat." Pergi menuju ruang tamu.

Fattah tertawa mendengar respon Zira, "Aku suka kamu seperti itu. Cantik."

"Maqasiieeeh." Ternyata ia masih bisa mendengar gumaman Fattah.

Laptop Fattah tergeletak di meja ruang tamu,  Zira tidak bisa menahan tangannya untuk tidak menyentuh benda tersebut. Ia membuka file penyimpanan foto. Gadis itu pun tertawa terpingkal-pingkal.

Mendengar tawa Zira, Fattah segera berlari ke ruang tamu. “Apa?” Ia menutup laptopnya. Menatap Zira dingin.

“Zira jadi model.”

Fattah mengernyit. “Model apa?”

“Ini.” Zira meraih laptop kembali ingin memperlihatkan beberapa pose yang ditangkap oleh kamera Fattah tanpa sepengetahuan gadis itu.

“Apa?”

“Foto Zira,” sahut Zira.

“Mana?”

“A ... anu, tadi ada.” Zira tampak bingung.

“Siapa juga yang suka nyimpan foto kamu.” Fattah melangkah pergi sambil tersenyum kecil.

Memang benar ada foto Zira di laptopnya. Namun, tadi saat Zira tertawa, tangan Fattah  bergerak cepat menghapus semua foto tersebut dalam sekali hapus. Untung saja ia menyimpan di email kemarin.

“Eh, bawa sini. Nanti hilang lagi semua file kerjaku.” Fattah balik lagi mengambil laptopnya lalu membawa masuk kamar.

“Tadi memang ada foto Zira di situ!”

“Sok ngartis, Neng.”

“Jangan-jangan ....”

“Wlee, bodo amat," ia meniru gaya Zira.

“Tuh 'kan! Maas!” Zira berlari mengejar Fattah ke kamar.

“Keluar!” teriak Fattah.

“Nggak!”

Tatapan Fattah sangat tajam. Lalu menyeret Zira keluar.

Tiba-tiba Zira tertawa lagi, “Oh Buana, aku sekarang punya fans!” teriaknya girang.

“Jangan terlalu riang, nanti nangis,” peringat Fattah. “Tidur sana!”

Malam sudah sangat larut, sebentar lagi jarum jam akan mengarah ke angka dua belas. Sedangkan rumah yang hanya dihuni dua orang itu riuh bagaikan siang hari. Ada saja dijadikan bahan perselisihan. Pun dengan Fattah, saat ia bertindak baik juga kadang bijak. Seakan-akan tidak bisa berselisih seperti itu.

“Besok Mas nggak kerja, kan?”

“Nggak,” sahut Fattah.

Zira tidak bertanya lagi.

“Tapi ada kepentingan lain.” Tambah Fattah.

Mimik wajah Zira berubah, ia menutup pintu. Pertanyaannya mengundang duka baginya, ia tahu besok sepupunya tidak kerja karena menghadiri pesta pernikahan mantan kekasihnya, Mas Ajmul Daizy.

Hidup terbina antara duka dan bahagia. Orang-orang ketika hadir tidak menawarkan rasa yang sama. Jika seandainya sama, maka mudah bagi yang menghadapinya.

Bersambung

Azzazira's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang