10. Kenapa

74 10 0
                                    

Semi

aku mendatangi daerah kumuh ini lagi, lampu remang-remang yang sebenarnya membuatku takut, wangi kondom membuat kepalaku pusing. 

bang Rahmad, boss besar disini tengah menungguku di tengah kegelapan, 

Elang, seandainya kau tahu betapa hari-hari seperti ini menakutkan bagiku. 

"ini bang" ucapku memberikan setumpuk uang dalam amplop cokelat. 

"oke"

"berarti sisa tiga ratus juta lagi" ucap dia terkekeh, membuatku jijik Lang. 

"kalau begitu saya pergi dulu bang"

"sebelum pergi, abang mau tanya sesuatu sama kamu Semi, kenapa kamu tidak jadi sama seperti mereka? saya bisa kasih kamu ke laki-laki yang berani bayar seratus juta untuk satu malam, hanya tiga kali dan hutangmu akan lunas"

Elang, aku ingin meludahinya. aku ingin membunuhnya! karena dia aku emninggalkanmu, dan kini dia menyuruhku untuk melunasi hutangnya dengan menjula diri. 

dia benar-benar menghinaku. 

aku tak suka wangi tempat ini, aku menyemprotkan minyak wangi yang biasa aku pakai mencoba membasmi wangi tempat kumuh ini dari bajuku. 

"cukup mama saja yang seperti itu, saya tidak mau berakhir seperti mama, kalau begitu saya permisi bang, selamat malam"

"huh, gayamu" 

tak ada kalimat lain lagi yang dapat terucap. dari awal kita memang tak pernah pantas untuk bersama Elang, dari awal aku memang sudah tak tau diri dengan berani mencintai pria baik sepertimu. 

aku terlahir dari dunia kelam, yang akan membuatmu membenciku. 

sambil melangkahkan kaki menuju sebuah kafe, 

sambil berbicara dalam hati agar tak terasa terlalu sepi. 

sambil mencoba mengingat wajahmu yang muncul berulang kali dalam mimpi, rambut mu yang panjang, senyummu yang lembut, kedua matamu yang selalu mengecil ketika tertawa membuatku bahagia. 

"Tias!" teriakku melambaikan tangan, mencoba menjadi seseorang yang girang gembira. 

"hei, sini cepetan" aku meliaht Tias yang melambaikan tangan ke arahku, sambil membenarkan rambut dengan tergesa-gesa aku menghampiri Tias, namun tak sengaja aku menyenggol seseorang. 

"maaf" ucapku menunduk dan kemudian duduk disamping Tias. 

"lama amat Semi"

"iya maklum susah dapat taksi jam segini, makasih udah pesenin gue makanan"

"lo yakin mau makan roti selai srikaya malam-malam gini" Tias tampak heran dengan permintaanku.

"iya, makasih udah mau beli ke toko roti, lo baek banget" ucapku tersenyum cerah, walau sebenarnya tiga puluh menit yang lalu aku merasa takut. 

tapi aku baik-baik saja Elang, aku merindukanmu, dan setiap aku merindukanmu yang kulakukan hanyalah menyantap roti selai srikaya. 

"astaga Semi! lo makan roti sambil nangis!" Teriak Tias kaget

"suara lo jangan keras-keras. iya gue rindu makan selai srikaya"

"setahun gue kenal lo, jadi partner gue, hampir tiap hari lo makan selai srikaya kadang ketawa kadang nangis, kayaknya lo benar-benar tergila-gila ama srikaya deh"

"begitulah kira-kira" aku membersihkan hidungku dengan selembar tissue

###

Elang

CINTA BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang