5. layarku

86 10 0
                                    

Awal pertemuan kita, adalah awal nasib baik ku.

Jadi Elang, apakah aku bisa mencintaimu?

apakah aku masih bisa mencintaimu?

###
Layar labtop kini masih kosong, entah apa yang harus aku tulis. Apakah aku harus mulai dengan kalimat 'si buta'.

Astaga aku bahkan menjual nilai moral ku demi sebuah tempat di perusahaan terkutuk itu hanya karena rasa keadilan ku.

Aku yang mencoba untuk membela hak-hak para karyawan, dan kemudian mereka semua justru melemparkan kesalahan padaku.

Apa yang harus kulakukan?

Dan semenit kemudian pintu diketuk pelan.

"Kamu sibuk?" Mendengar suara bass Elang membuatku beranjak dari kursi kerja yang terletak di samping tempat tidur.

"Tidak, ada apa Lang?"

"Saya mau kamu temani saya melukis. Kalau kamu tidak keberatan"

"Pamer nih ceritanya?"

"Bisa dibilang seperti itu" aku mengikuti Elang menuju sebuah kamar yang membuat jantungku berdegup kencang karena penasaran.

Sementara Elang tersenyum, menyadari semangatku.

"Welcome to my world Semi"

Dan sungguh ruangan itu membuatku tersenyum.

"Bagaimana kamu bisa membedakan satu warna dengan yang lainnya?" Aku mulai bertanya mengungkapkan rasa penasaran yang meluap-luap.

"Ada beberapa yang diletakkan di tempat khusus seperti warna pastel, dan ada beberapa yang khusus dibuat beraroma. Jadi walau saya buta saya masih bisa mengenali warna apa saja yg ada di atas meja"

Kemudian kamu menunduk ke atas pundak ku nafasmu menderu membuat bulu kudukku merinding.

Mengirim rasa nyaman yang bercampur dengan gelisah.

"Sama seperti bau mu yang dapat selalu saya cium. Saya mengenali bau khas mu Semi"

"Oh begitukah?" Aku terkekeh melihatmu dengan mata yang berkilat nakal.

"Yah begitulah"

"Ajari saya melukis" ucapku dan kemudian kamu memegang tanganku, mengajakku ke sebuah kursi seakan kamu dengan mudah sudah menghafal setiap sudut dan benda yang diletakkan di dalam ruangan ini.

Aku duduk di kursi tanpa lengan dan kemudian kamu menunduk memelukku dari belakang.

Tubuhmu memperangkapku dan aku justru menyambutmu tanpa protes.

Satu tanganmu bertumpu di sisi tubuhku, satunya lagi terulur di hadapanku dan aku memberikan jemariku agar kau tuntun bergerak di atas kanvas dengan sebuah kuas.

"Bagaimana caramu bisa melukis?" Tanyaku yang semakin penasaran.

"Meraba, kemudian ikuti kata hatimu, saya selalu mengingat tentang bagaimana daun berada dalam genggaman saya, bagaimana bentuknya dan betapa tipisnya daun dan saya mulai menggambarnya"

Aku takjub. Melihatmu yang seakan tak pernah menyerah pada kegelapan dan tak pasrah serta menerima kesendirian.

"Kamu luar biasa Elang. Kamu bisa bertahan di duniamu." Aku mulai bergumam menatap takjub pria yang mudah tersenyum yang kini merangkul ku dari belakang

"Saya sebenarnya punya pilihan. Namun saya lebih memilih hidup dalam kegelapan Semi. Kamu hanya belum kenal siapa saya"

"Terlepas siapa kamu. Saya justru sangat tertarik sama karya-karya kamu. Lukisanmu seperti hidup. Dan tak ada yang menyangka lukisan ini lahir dari seseorang yang gak bisa melihat"

CINTA BUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang