Aku terpaku menatap bunga yang berada didepan mataku, "Ibu, aku merindukanmu."
Ibu sangat menyukai bunga anyelir terutama yang berwarna pink karena katanya bunga itu melambangkan cinta abadi seorang ibu. Anyelir pink juga mewakili perasaan cinta yang tidak pernah mati dari seorang wanita. Sama halnya dengan rasa cinta ibu padaku. Dia sangat menyayangiku melebihi dari apapun. Karenanya ayah selalu iri padaku.
Namun, sepertinya sekarang aku yang harus iri pada ayah. Karena ayah sedang bersama ibu disuatu tempat yang tidak pernah aku ketahui dan kunjungi.
"Oy!!" Seseorang menepuk pundakku dengan tiba - tiba.
"Astaghfirullah Yoana, mau aku jantungan hah?!!"
"Lagian dari tadi diliatin si eneng betah amat ngelamunnya ampe ga ngedip - ngedip, ngapain?"
"IHHH KEPO!" Aku menjulurkan lidahku dan memperlebar jarakku dengannya.
Untung saja Yoana datang, jika tidak mungkin aku sudah berlarut - larut merindukkan ayah dan ibuku. Padahal sudah lama sekali aku tidak teringat dengan fakta bahwa mereka berdua telah minggalkanku sendirian di dunia ini."Daripada sibuk kepoin orang mending kerjain tugasmu sana!"
"Dih lagi males ah." Dia pun melenggang malas kembali ke meja kasir. Aku hanya bisa menatapnya dengan tatapan heran ckckck.
"Oh iya lupa, tuh di depan ada pangeran nungguin." Yoana setengah berteriak berbicara padaku.
Aku menatapnya heran dengan wajah penasaran. Yoana paham betul bahwa maksud dari ekspresiku adalah menanyakan akan sosok yang dia maksud.
"Memangnya menurutmu siapa?" Yoana menatapku mengejek.
"Mau ngapain?"
Dia mengangkat kedua bahunya tidak peduli.
"Tolong tanya sendiri aja ya? Aku bukan tukang pos dan juga... Harusnya kamu yang lebih tau dia mau ngapain."
"Oh iya juga ya hehehe." Dengan sedikit rasa malu aku pun melewati Yoana untuk menemui Raihan.
"Dasar! Sepertinya cinta memang bisa membuat orang jadi gila ckckck." Yoana bergumam tapi telingaku masih bisa mendengarnya, aku hanya berdehem menanggapinya.
Begitu aku membuka pintu, Raihan sudah terlihat sedang berdiri sambil menatap jamnya. Sepertinya dia sedang diburu waktu. Harusnya jika waktunya sempit dia tak perlu mampir kesini ckckck.
"Ehmm." Aku berdehem untuk memberitahunya bahwa aku ada.
"Oh sudah datang." Raihan terlihat tersenyum padaku.
"Ada apa?"
"Ah itu, sepertinya kita perlu bertukar nomor." Raihan menyodorkan handphonenya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonglade [END]
RomanceHari demi hari, aku selalu melihatnya berjalan melewati rumahku. Tatapan sendu tak pernah lepas dari wajah tampannya. Ingin sekali aku menghampiri dan menghiburnya, namun siapa aku? Bahkan untuk sekedar menyapapun tak bisa. Aku hanyalah seseorang ya...