Aku membuka mataku perlahan, kepalaku masih sedikit terasa pusing namun sudah terasa lebih baik dari sebelumnya. Aku melihat sekelilingku dan aku tersadar bahwa sekarang aku berada di Rumah Sakit. Disampingku aku melihat Raihan sedang tertidur sambil memegang tanganku. Tanpa sadar aku tersenyum melihatnya. Di sofa aku melihat Yoana sedang duduk sambil memainkan laptopnya, sepertinya dia sedang mengerjakan tugasnya. Aku kembali tersenyum melihat Yoana yang bahkan belum menyadari bahwa aku sudah sadar.
Wajahnya yang terlelap membuatku kembali menyadari betapa aku mengagumi wajah itu. Bahkan setelah mengenalnya, aku semakin mengagumi semua hal yang dia lakukan padaku. Aku tidak perlu menceritakan kepada dunia betapa baiknya Raihan, karena mungkin saja hanya sisi baiknya yang baru diperlihatkan. Namun satu hal yang aku yakini, jika kekurangannya terlihat dikemudian hari, aku harus menerimanya. Karena tidak ada kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia.
"Tiff, udah bangun?" Tiba - tiba saja Raihan sudah membuka matanya dan bertanya padaku memastikan. Aku pun mengangguk perlahan menjawab pertanyaannya.
Sontak saja, Yoana langsung berdiri dan menghampiriku,"Yaa!!! Kamu bikin kita khawatir tau!"
"Maaf." Aku tersenyum tipis menatap Yoana.
"Tapi aku bersyukur kamu baik - baik aja." Yoana beralih memelukku.
"Terimakasih Yoana. Sudah sana, kerjain tugasmu lagi."
"Tugas tidak lebih penting dari fakta kamu sudah sadar sekarang. 10 jam kamu tidur diranjang, dasar kebo!"
Aku terkekeh, Yoana selalu saja bisa membuat suasana terasa nyaman dengan setiap perkataannya.
Kini aku beralih menatap Raihan, "Gimana wawancaramu?"
"Sudah gila ya? Wawancara kerjaku bukan hal yang harus kamu khawatirkan. Pikirkan saja kesehatanmu. Lagipula aku sudah pasti bisa menaklukan wawancara seperti itu."
"Syukurlah, apa polisi sudah menangkapnya?" Aku kembali bertanya.
"Eumm, belum." Raihan menatapku menyesal.
"Ya udah percaya aja sama polisi." Aku menenangkannya dan dia hanya mengangguk lemah.
Entah mengapa saat aku melihat wajah Raihan, dia seperti memikirkan sesuatu. Tidak tau apa, nanti saja aku bertanya.
"Eumm... ya udah deh. Udah malem, aku pulang dulu. Wajah kalian juga kaya nyuruh aku pulang huhu," ucap Yoana tiba - tiba.
Mendengarnya, aku dan Raihan menatapnya heran dan sebal. Aku pun beralih menatap jam diruangan itu dan ternyata benar saja, sekarang sudah pukul delapan malam.
"Hahaha. Baik kan aku? Tau diri, aku cuma nyamuk. Oh iya, besok toko biar aku yang aku buka. Jadi kamu istirahat yang baik aja ya, ga usah mikirin yang lain. Bye." Yoana tersenyum kecil sebelum kemudian pergi keluar untuk pulang ke kosnya.
Begitu Yoana hilang dari pandangan kami, Raihan langsung menatapku dan berkata,"Lihat, kan? Dia memang menganggapmu teman."
Aku menatapnya tidak mengerti. Kemudian dia menghela nafasnya perlahan dan berkata, "Aku pikir sebaiknya kamu harus mulai terbuka dan benar - benar berteman dengan Yoana. Kamu pikir aku tidak memperhatikanmu? Ruang lingkupmu sangat sempit, pasti kamu pun kesepian dan ingin memiliki teman kan? Aku pikir Yoana akan menjadi teman yang baik."
Aku terdiam. Benar, Yoana berbeda dari semua teman SMAku. Dia selalu bertanya padaku tentang apapun itu, dia memperhatikanku. Bahkan saat ini, dia menyempatkan menungguku ditengah banyaknya tugas yang harus dia kerjakan. Dia berbeda, dia tidak pernah mengabaikanku. Dia ada disaat aku membutuhkannya.
Setelah memikirkannya aku pun mengangguk dan tersenyum pada Raihan. Dia pun tersenyum membalasku.
"Ngomong - ngomong, ada apa? Dari tadi sepertinya kamu memikirkan sesuatu," ucapku sambil menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonglade [END]
RomanceHari demi hari, aku selalu melihatnya berjalan melewati rumahku. Tatapan sendu tak pernah lepas dari wajah tampannya. Ingin sekali aku menghampiri dan menghiburnya, namun siapa aku? Bahkan untuk sekedar menyapapun tak bisa. Aku hanyalah seseorang ya...