".....Mayat perempuan yang telah hilang selama satu bulan kini telah ditemukan. Diperkirakan perempuan tersebut terbunuh seminggu yang lalu dilihat dari kondisinya mayat saat ditemukan....."
Suara pewarta berita di tv menarik perhatianku. Sontak saja aku teringat kembali akan tulisan yang terdapat pada kertas yang ada didalam paket tersebut. Secarik kertas yang mampu membuatku merasa tak aman dan khawatir. Aku pun tidak bisa menahannya untuk memendam sendirian. Aku tau, aku butuh perlindungan. Aku tidak tahu darimana ini bermula. Aku merasa tidak pernah mencari masalah dengan siapapun.
Keesokan harinya aku menceritakannya pada Raihan, jelas sekali dia mengkhawatirkanku. Namun, kami tidak tahu harus melakukan apa. Melapor pada polisi pun rasanya bukti yang aku punya belum cukup kuat. Raihan hanya memintaku berhati - hati dan memintaku untuk tidak terlalu ramah pada orang asing. Siapapun bisa menjadi tersangka.
Aku benar - benar heran dengan semua ini. Aku sudah memiliki perasaan yang tidak baik sejak hari ulang tahunku, namun apa yang bisa menyebabkan semua ini?
Aku tidak memiliki musuh, bukan pula seorang selebritis yang memiliki banyak fans posesif diluar sana. Wajah saja pas - pasan, apa mungkin bagiku untuk memiliki stalker seperti ini? Tidakkah ini terlalu berlebihan?
"Sebenarnya apa yang telah aku lakukan?" batinku.
Aku tidak ingin sendirian sekarang, Yoana tidak bisa datang ke toko begitupula Raihan. Sejujurnya aku ingin Raihan menemaniku sekarang, namun aku tidak mungkin menghambat karirnya. Dia memiliki wawancara kerja yang lebih penting. Bukankah jika aku dan Raihan berjodoh, maka ini untuk masa depanku juga? Aku tidak ingin merusaknya.
Raihan merasa bersalah karena tidak bisa menemaniku. Namun aku berusaha menunjukkan bahwa semuanya akan tetap baik - baik saja. Aku menunjukkan seolah ini bukanlah masalah besar. Namun hatiku merasakan sebaliknya, aku khawatir dan resah karenanya.
Terdengar lonceng pintu toko berbunyi, menandakan ada seseorang yang memasuki toko. Jantung berdegup, aku bersiaga. Namun yang memasuki toko ternyata Raihan.
"Kamu gapapa kan?" Raihan langsung menghampiriku dan bertanya dengan wajah khawatir.
Aku mengangguk dan tersenyum, melihat wajahnya membuatku merasa sedikit tenang.
"Katanya mau wawancara kerja?"
"Eummm, aku ingin melihatmu dan memastikan kamu baik - baik aja dengan mata kepalaku sendiri."
"Haruskah aku terharu karenanya?" Aku tertawa kecil menanggapinya.
"YAKK! Aku serius, sempet - sempetnya ya kamu bercanda?" Dia menatapku sebal, namun dapat aku pastikan perasaan khawatirnya yang lebih mendominasi.
"Hahaha. Aku baik - baik aja kok. Jadi ga usah khawatir lagi dan taklukan wawancaranya, ok?"
"Eummm... tapi aku butuh jimat." Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jimat apa? Hari gini masih percaya gituan?" Aku menatapnya heran dan mengejek tidak percaya.
Dia menggeleng, kemudian tersenyum dan merentangkan kedua tangannya. Tentu saja aku tahu maksudnya. Tanpa menunggu lama, aku pun mendekatkan diriku padanya dan mememeluknya erat menyalurkan perasaanku.
Dia membalas pelukanku, sejurus kemudian tangannya beralih mengelus kepalaku lembut.
Dia melepaskan pelukannya dan bertanya,"kamu ga ngeliat yang aneh dipenampilanku?"
"Eh apa?" Aku melihatnya dari ujung kepala sampai kaki.
Hingga aku menyadari ada yang kurang dari penampilannya, "ah! Dasimu mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonglade [END]
RomanceHari demi hari, aku selalu melihatnya berjalan melewati rumahku. Tatapan sendu tak pernah lepas dari wajah tampannya. Ingin sekali aku menghampiri dan menghiburnya, namun siapa aku? Bahkan untuk sekedar menyapapun tak bisa. Aku hanyalah seseorang ya...