"Win,""Iya kak?"
Bright kesal, "Kenapa sih manggil pake 'kak' terus?"
Win terkekeh, "Iyaa apa Bright?"
Bright yang kalem cuek begitu, jadi lucu di mata Win kalo udah marah-marah ngedumel sendiri.
"Kamu masih lama ngga belanjanya?"
Air muka Win berubah,
'Sudah kuduga,'
"Kenapa? Udah harus pulang ya?"
Bright menggeleng, "Engga, tadi Gunsmile telfon, ngajakin ke bar- dia ngajak minum, stress abis diputusin Perth."
'Oh, lalu apa hubungannya denganku?' Batin Win.
"Ooh gitu, kasian banget. Kamu mau kesana sekarang Bright?" Tanya Win.
"Ya kalo kamu belanja masih lama—"
"Ya masih lama," ucap Win tegas.
Bright sampai melihat Win ngga percaya, tumben galak? Pikirnya.
"Teserah sih Bright, aku masih pengen beli sesuatu, tapi kalo kamu emang harus nemenin Gunsmile sekarang, yaudah gapapa duluan aja," sahut Win sambil menyapu penglihatannya pada rak-rak berisi perlengkapan rambut itu.
"Ehm, ngambek ya Win?" tanya Bright blak-blakan.
Win menatap Bright.
"Ya menurut kamu? Aku jauh-jauh dateng dari Chiangmai, kamu sama Gunsmile satu kota, tiap hari bisa ketemu, aku ketemu kamu gabisa lama-lama pas liburan, ya kamu pikir aja sendiri."
"Tapi ini kan Gunsmile diputusin Win, lagian kamu kan juga bisa ikut—"
"Aku? Ketemu Kak Gunsmile? Terus ke bar? Kamu tau sendiri aku ansos, ga pernah bicara sama temen-temen kamu, ya menurut kamu aja Bright?"
Bright menghela napas, salah dia ngajak Win. Dia tau banget Win memang ngga biasa bergaul sama komunitasnya dan Gunsmile.
"Yaudah, kamu maunya gimana?" Tanya Bright.
"Aku mau bayar belanjaanku, terus terserah kamu Bright, kalo kamu pergi sekarang gapapa lagian lain waktu juga masih bisa ketemu kan kita?"
Entah kenapa Bright merasa Win melakukan penekanan dalam kalimat tanyanya barusan, dan dia tau dia akan jadi sangat kurang ajar kalau memutuskan untuk pergi sekarang dengan alasan nemenin Gunsmile.
Bright berpikir sejenak, menggaruk tenguknya yang tidak gatal, "Ya udah, aku temenin kamu belanja dulu deh."
Win berdeham, "Hmm makasih."
"Terus, mau kemana sekarang Win?"
Win berpikir sebentar.
Sebenarnya hatinya berantakan.
Ia merasa egois karena bicara begitu pada Bright.
Tapi di sisi lain, dia ingin Bright tetap bersamanya.
Karena hari ini..
'Mungkin jadi yang terakhir...' batinnya.
"Beli baju aja deh Bright."
★彡
KAMU SEDANG MEMBACA
last chance | brightwin
FanfictionPertemuan dua mahasiswa, Win dan Bright, setelah 6 bulan tidak bertemu. ⚠️ konten rokok dan minuman keras Don't hate the character, it's just fanfic Konflik ringan, bxb menjurus ke straight. Bahasa baku non-baku ngga stabil.