14.27 ; Kak

745 38 1
                                    


"Win!"







"Kak Bright!"






Tidak butuh waktu lama bagi Win untuk menemukan lelaki yang sudah membuat janji untuk bertemu dengannya hari ini.

Awalnya, dia bingung dengan gaya restoran asing ini yang memiliki dua bagian outdoor. Ia perlu waktu menemukan dimana lelaki yang ingin ia temui itu berada.

"Hey! Cepet banget?"

Bright berdiri dari kursinya, menyambut Win yang berjalan semakin dekat pada mejanya yang terlokasi paling pojok dari restoran ini.

Win yang kini sampai di mejanya tersenyum, canggung, namun senang juga.

"K-kakak nyindir ya?"

Senang sekali malah, sampai bicaranya saja belepotan begitu.

Bright tersenyum, miring, "Kita udah ga ketemu lama, masa belum apa-apa aku udah nyindir? Sini cepet, give me a hug, I've been missing you, Win."

Bright memeluk Win erat.

Win tentu membalas pelukan itu, yang sebenarnya ia merasa sedikit kaget.

Karena,

hey,

yang benar saja?

Seorang Bright Vachirawit yang biasanya cuek itu, berinisiatif untuk memeluk orang lain?

Tak lebih dari 5 detik, Bright melepas pelukan itu.

"Ayo duduk Win, mau pesan apa? Maaf aku udah makan duluan."

Seperti disilakan, Win duduk di kursi di hadapan lelaki yang setahun lebih tua darinya itu.

"Aku.. bingung Kak.. keliatannya makanan disini makanan asing semua ya?"

Bright tersenyum, "Coba ulang kalimatmu itu, barusan kau panggil aku apa? 'Kak'?
Metawin, apa kamu yakin?"

Win cemberut.

"Ish, Kak, jangan panggil aku Metawin, kamu tau aku ngga suka dipanggil begitu," keluh Win.

Bright tersenyum, membalas keluhan Win dengan menyodorkan cordon bleu yang tadi dipotongnya saat si lawan bicara berbingung ria dengan menu restorannya.

"Aku juga tidak suka dipanggil 'Kak', bisa tolong panggil 'Bright' aja? Kamu selalu panggil aku begitu dulu. Nih, aaa." Kata Bright sambil meyodorkan potongan ayam di hadapan mulut Win.

Win melihat sesendok makanan yang mengambang di depan mulutnya itu, sempat ragu awalnya.

'Ya sudah, memang biasanya begini bukan,' batinnya.

Dan akhirnya dia membuka mulut, menerima potongan itu.

"Hmm. Makasih Bright, enak ternyata."

Bright menatap Win yang masih mengunyah pizzanya.

"Kutebak, kamu kenyang kan? Makanya bingung mau makan apa, biasanya kalo laper, kamu langsung liat menu tanpa pikir panjang dan langsung pesen apa yang menarik buatmu," tebak Bright sambil memotong makanannya untuk dirinya sendiri.

Win hanya bisa berkedip.

"Aku segampang itu ditebak?" tanya Win.

"Engga, sebenernya kupikir kamu baru aja tidur di mobil saat perjalanan kesini, makanya matamu agak bengkak begitu, dan si supir taksi membangunkanmu tepat di lobby mall, makanya kamu masih linglung sekarang, sampai bingung mau makan apa."

Mulut Win sampai sedikit terbuka saking bingungnya, tumben sekali Bright berasumsi ini-itu terhadap dirinya.

Bright tersenyum miring lagi untuk kesekian kalinya, "Jadi, pasti tebakan keduaku yang benar bukan?"

Win sampai harus melirik ke arah lain dulu, untuk menemukan jawaban yang tepat.

"Hmh, sayang sekali yang benar yang pertama, makanya aku mau pesen minum saja," seru Win sambil menyambar menu di depannya.

"Begitu? Hahaha bagus deh, ga kebayang kalo kamu panik di depan supir taksi, hahaha!" Tawa Bright.

Win mendengus, "Lagian aku kesini kan pakai motor! Ga mungkin bisa tidur! Mas, aku pesen Ice coffee satu ya!" Perintah Win gercep pada pelayan di sebrang sana padahal sebelumnya sedang bicara dengan Bright.

"Galak banget Win? Kan bisa dipanggil dulu mas-nya,"

"Aku haus, gerah tau, Bangkok kenapa bisa sepanas ini sih? Di tempatku hujan terus deh perasaan, padahal bajuku udah pendek juga, aduh keringetan!"

"Ihh bawel Win! Bawel banget! Tapi emang gitu kamu harusnya! Kalo ngga bawel bukan kamu namanya!" Kata Bright mencubit pipi Win gemas.

Win cuma bisa meringis sedikit, "Aduh Kak- eh Bright, apaan sih cubit-cubit? Sini aku jambak!"

"Kasar banget kamu! Ngapain aja sih di Singapore nyampe jadi begini? Garong banget kayak kucing?" timpal Bright.

"Aku udah gila Brighttt liat aku mukaku udah merah gara-gara kepanasan disanaa!" Keluh Win pura-pura menangis.

"HAHAHA gimana gimana? Ayo cerita! Yah meskipun disana kita juga sering telfonan sih, mungkin ada cerita aneh lain selama kamu disana?"

Win berpikir sebentar, "Kayaknya ngga ada. Setiap aku telfon kamu, udah semuanya aku ceritain. Gimana kalo kamu cerita tentang LA dulu? Biasanya kita telfonan, kamu lebih sering denger aku ngeluh deh Bright!"

Bright meneguk segelas air mineral, "LA ngebosenin Win."

"Wow? Minum air sekarang? Udah ngga minum yoghurt?" Tanya Win.

Yang sedetik kemudian keduanya terdiam sesaat.


"Eh- maksudku-"


"Hmm engga Win, ya menurut kamu aja masa aku makan pizza, minumnya yoghurt?
Lagian, perutku udah membaik kok."

Win sadar dia harus cepat-cepat mengganti topik.

Tidak bisa terjebak dalam dialog yang akan berujung membuat tidak enak suasana.

"Oh, udah mendingan perutnya? Tapi rokok masih jalan kan Bright?"

Bright tersenyum.

"Jadi kamu mau merokok Win? Bilang dong daritadi, nih, favorit kamu," kata Bright sambil mengeluarkan sekotak rokok rasa permen karet.

Merk yang mereka berdua sukai.

"ASTAGA! Aduh maksudku, dapat darimana ini?" Win mengingat merk rokok itu karena merk itu berasal dari negara lain. Dan terakhir kali membelinya, saat ia terbang bersama bright....

"Online dong Win."

"Ohiya, aku lupa kamu rajanya online shopping."

Bright nyengir, "Ngga diambil rokoknya? Kalo ngga, aku yang ngerokok."

Win terdiam, memandang bungkus rokok itu, warnanya biru, pink, lucu sekali, jadi ingat dulu saat dia membelinya di negeri gingseng sana...

Jujur, mengingatnya mengurungkan niatnya untuk mengambil sebatang pun.

"Nanti deh Bright-"

"Oh, sudah ngga merokok sekarang? Seorang Win Metawin?"

Win menatap tidak percaya Bright yang mematik koreknya, menghisap gentle tembakau itu, dan menghembuskan asapnya. "Ambil aja Win."

Win tersenyum.

"Nanti saja deh, ayo cerita tentang LA dulu."

Bright berpikir sejenak, berusaha mencari cerita yang akan disampaikannya pada Win.

"Oh, kamu pernah ngga kuceritain tentang supir taksi yang bikin aku nyasar selama 2 jam?"

Win terkekeh pelan, menggeleng, dan bergumam 'belum' dengan pelan.

Dia siap mendengar cerita-cerita yang dialami oleh lelaki di hadapannya itu.










★彡

last chance | brightwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang