Sebuah harapan

2K 241 121
                                        

MinJoong
.
.
.
.
⚠️WARNING⚠️
MPREG?
.
.

Hongjoong berdiri di dekat pagar taman bermain, memperhatikan anak-anak kecil disana yang berlarian kesana-kemari.

Ia mengulas senyum pahit sambil mengusap perutnya. Ia menghapus setitik air mata yang mengalir di pipinya dan berlalu dari sana.

7 tahun menikah, ia belum juga di karuniai anak. Lebih tepatnya Hongjoong tidak bisa hamil. Ia memang memiliki rahim, tapi rahim itu tidak berguna.

'Anda tidak bisa hamil—'

Satu kalimat yang terucap dari bibir dokter 4 tahun lalu sukses membuat Hongjoong stress dan menangis satu minggu penuh. Sampai Mingi, suaminya, ikut menangis karena Hongjoong yang tak kunjung berhenti menangis bahkan menolak untuk makan.

Mingi memang tidak marah ataupun kecewa padanya. Suaminya selalu memberikan kata-kata menenangkan untuk Hongjoong. Tapi Hongjoong merasa ia menjadi istri yang tidak berguna, ia tidak sempurna, dan tidak bisa memberi mereka keturunan.

Mingi sangat mengharapkan kehadiran seorang anak, Hongjoong sangat tau itu.

Hongjoong sudah sampai di depan pagar rumahnya. Hatinya serasa tercabik-cabik saat melihat Mingi yang sedang bermain dengan Wooyoung, anak Yunho dan Seonghwa yang baru berusia 6 tahun.

Wooyoung tertawa bahagia di gendongan Mingi. Seonghwa sendiri sedang menyirami tanaman. Perutnya sedikit buncit. Seonghwa sedang hamil anak keduanya.

Hongjoong bertemu pandang dengan mata suaminya. Mingi tersenyum ke arahnya dan menurunkan Wooyoung. Setelah dadah dadah dengan Wooyoung, Mingi segera menghampiri istrinya yang masih berdiri di depan pintu pagar.

"Kamu pulang lebih cepat?" tanya Hongjoong setelah Mingi berdiri di depannya. "Kenapa tidak bilang? Maaf kamu jadi tidak bisa masuk karena pintunya aku kunci."

Mingi mengulas senyumnya, ia mengambil alih kantong besar berisi belanjaan bulanan yang Hongjoong bawa. "Tidak apa-apa. Meetingnya berjalan lebih cepat dari perkiraan. Karena sudah tidak ada pekerjaan di kantor, jadi aku langsung pulang."

Hongjoong mengangguk.

"Kamu juga kenapa tidak bilang kalau sudah waktunya belanja bulanan, ini sangat berat." Mingi sedikit merapikan rambut Hongjoong yang basah karena keringat.

"Ahhh ma'afkan aku. Aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Apalagi hari ini kamu ada meeting yang sangat penting," ucap Hongjoong tanpa menatap Mingi.

Mingi tak menjawab lagi. Mereka berjalan memasuki rumah. Mingi sadar kalau raut wajah Hongjoong sedikit berbeda. Ia pasti berhenti di taman bermain dulu.

Inilah alasan Mingi sebisa mungkin meluangkan waktunya untuk menemani Hongjoong belanja bulanan. Agar ia bisa langsung mengantar Hongjoong ke tempat tujuan dan segera pulang begitu selesai.

Sungguh, Mingi tak pernah keberatan walau Hongjoong tak bisa hamil. Tapi sepertinya itu benar-benar menekan batin istrinya. Apalagi setelah Hongjoong mengetahui kalau Seonghwa sedang hamil anak keduanya. Membuat Hongjoong semakin murung setiap harinya.

_♡_

"Hongjoong?" Mingi mencari istrinya ke seluruh penjuru rumah. Setelah makan malam Hongjoong tiba-tiba menghilang entah kemana.

Mingi kembali berjalan saat ia tak menemukan Hongjoong di ruang tamu. Hanya tersisa satu ruangan yang belum Mingi periksa. Ia menghela napasnya. Hongjoong pasti ada di kamar itu.

.
.

.
.

Ceklekk

"Joongie?"

Mingi menghampiri Hongjoong yang duduk di tepi ranjang sambil memeluk sebuah boneka dan menatap ranjang bayi di depannya.

JUST MINJOONG !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang