#7 Fakboy

11 2 1
                                    

"Menurut lo, gue cocok nggak jadi Fakboy?" tanyanya tiba-tiba.

Mendengar pertanyaan yang Adgana lontarkan, Ecan sontak terpingkal, "ap, apa kata lo? Fakboy? Ahaha."

Adgana jelas tak menghiraukan Ecan yang sedang menertawakannya. Ia masih saja terdiam dan menatap kosong ke depan, "Diana bilang, fans gue ada banyak di sekolah ini. Terus gue tertarik sama salah satu dari mereka. Makanya Diana minta break sama gue," ujarnya, "emang tampang gue kayak fakboy ya, Can?"

Ecan masih tak mampu mengendalikan tawanya. Membayangkan seorang Adgana yang notabene-nya cowok cool dan berkharisma menjadi fakboy. Sangat tidak mungkin!

"Atau sikap gue, yang kayak fakboy?" tanya Adgana lagi, ia hanya mencoba memastikan, jika dirinya tidak termasuk ke dalam kategori fakboy seperti yang Diana tuduhkan.

Mendengar suara Adgana yang lirih, Ecan berusaha mengendalikan tawanya dengan sekuat tenaga. Adgana sedang serius kali ini, ia benar-benar membutuhkan bantuan. Jadi, Ecan harus menolong sebisanya.

"Bentar, gue harus tau permasalahannya dulu. Emang awalnya gimana, kok Diana bisa sampe bilang kayak gitu?"

Adgana menarik napas perlahan dan menceritakan kejadian pagi tadi. Ketika Diana menelpon untuk membangunkannya, namun, ia justru salah menyebutkan nama. Jadi, Diana kecewa dan meminta break darinya.

"So, Je itu siapa?"

Kali ini, Adgana menarik napas dengan susah payah, "Lo kayak Diana."

Ecan mendengus kesal, "berarti gue cantik dong." ucapnya, dengan nada menjijikan.

Adgana kembali terdiam, ia sedang tak berniat untuk bercanda.

Melihat sahabatnya yang tengah galau setengah mati, Ecan merasa iba. Tak biasanya Adgana seperti ini. Mereka sudah bersahabat sejak SD. Jadi, Ecan sudah amat mengenal sifat dan sikap Adgana.

"Jujur sama gue, lo masih cinta atau nggak, sama Diana?"

Adgana melirik Ecan dengan malas, "Nggak tau."

Ecan mengerutkan keningnya dengan bingung, "Lah? Aneh ni anak. Kalo lo nggak yakin sama perasaan lo, kenapa lo bisa segalau ini?"

Semua kalimat jawaban yang berputar-putar di otak Adgana seakan enggan untuk terucap. Rasanya sulit untuk mengakui perasaannya saat ini, ia juga bingung untuk memilih padanan kata yang tepat. Mengapa semuanya terasa salah?

"Yaudah, intinya, Je itu siapa?" Ecan kembali menanyakan hal yang sama, karena ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Adgana.

"Jeje."

"What?!" Ecan menatapnya dengan pandangan yang cukup horor, "Zeyara Hasya Brawijaya?"

Diamnya Adgana merupakan jawaban Iya bagi Ecan, "lo gila!"

Adgana masih saja diam. Karena dia sendiri bingung dengan perasaannya saat ini.

"Lo tau siapa Jeje, kan?"

Ecan mulai merasa kesal dengan Adgana yang terus saja diam. Dia yang punya masalah, kenapa jadi Ecan yang kesulitan dan merasa frustasi?

"Sejak kapan lo suka sama dia? Apa jangan-jangan ...." Ecan tersentak dengan pemikirannya sendiri, "oh shit! Jangan bilang, lo malah udah punya hubungan sama dia?!"

Adgana mendengus pelan, "nggak, gausah buat gosip."

Sebelum Ecan kembali melontarkan pernyataannya yang konyol, tiba-tiba Adgana teringat sesuatu, "eh, tapi—" ia kembali terdiam dan mengurungkan ucapannya.

"Tapi apa?!"

"Kenapa jadi lo yang kebakaran jenggot? Yang punya masalah kan gue, bukan lo."

AKSARA TAK BERTEPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang