01 - Roti Cokelat

494 81 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kata Yeri, muka Yera kalo cemberut tandanya lagi laper

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kata Yeri, muka Yera kalo cemberut tandanya lagi laper."

•••

Kata daddy jodoh itu cerminan diri. Karena Yera ini cuek dan masa bodoh, mungkin jodohnya juga akan bersikap sama sepertinya.

Tapi kenapa pemuda yang datang mendekatinya berbanding terbalik? Jean tak cuek dan masa bodoh, bagi Yera pemuda itu terlewat perhatian padanya.

Yera mengembuskan napas, melirik tanpa minat pada sekumpulan teman-temannya yang asik bergosip membentuk duduk melingkar.

Siang ini matahari begitu terik, bersyukur guru mata pelajaran fisika tidak bisa hadir, jadi semua siswa kelasnya bisa bernapas lega di siang hari yang menyiksa ini.

Krukk

Yera memegang perutnya yang baru saja berbunyi. Dia lapar, tapi terlalu malas untuk melangkahkan kakinya meninggalkan ruang kelas yang dingin ini.

Di luar sana sedang ada uji coba menjadi penduduk neraka, Yera tak ingin mencobanya. Jadi, ia akan berusaha menahan rasa laparnya ini dengan sebotol air putih yang dibekali oleh mommy-nya.

Yera tersentak kaget saat mendapati sebungkus roti cokelat yang terjatuh di mejanya. Gadis itu mengangkat kepala, dilihatnya sosok Jean yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum lebar.

"Yera lagi laper kan?" bukanya begitu pandangan mereka bertemu.

Yera mengangguk, mengambil sebungkus roti cokelat itu dan mulai membukanya.

"Kata Yeri, muka Yera kalo cemberut tandanya lagi laper." Jean kembali bersuara. Menarik kursi di depan Yera lalu duduk di sana, berpangku tangan sambil mengamati gadisnya yang tengah menikmati roti pemberiannya.

"Di luar panas banget." Jean menoleh keluar jendela, melihat ke arah lapangan basket yang terlihat menyilaukan siang ini.

"Kalo keluar kelas berasa kayak lagi pelatihan masuk neraka. Panas banget, Yera gak kuat." sahut Yera di sela-sela kegiatan menguyahnya.

Jean kembali menaruh atensinya pada Yera, bibirnya tersenyum mendengar gurauan gadisnya. "Iya bener. Kita ini kan calon penghuni surga. Mana tahan sama panasnya dunia, apa lagi neraka."

Yera menghentikan kunyahannya, menatap serius wajah Jean yang seketika menjadi kaku akibat tatapannya. "Jean tau darimana kita bakal jadi penghuni surga?"

Jean menggaruk tengkuknya, merasa bingung harus menjawab pertanyaan itu seperti apa. "Um ... cuma nebak?" ujarnya ragu-ragu.

Yera mendengus, kembali melanjutkan kegiatan makannya. "Kata daddy, masuk surga itu pilihan. Kalo kita mau masuk surga, harus banyak berbuat baik dan beribadah. Jean banyak gak amal baiknya? Rajin gak beribadahnya?"

Jean menggeleng tanpa sadar, merasa takjub karena Yera mengucapkan kalimat panjang untuknya. Biasanya gadis itu hanya menjawabnya satu atau dua kata, selebihnya hanya bahasa tubuh berupa anggukan ataupun gelengan kepala.

"Tuh. Jean aja amal baiknya gak banyak, gimana bisa masuk surga?"

Jean menarik sudut bibirnya, tersenyum mendengar kalimat gadisnya yang seperti sebuah sindirian. "Yera ajak Jean dong untuk masuk surga, biar Jean rajin berbuat amal baik yang banyak."

Yera yang tengah melipat sampah bungkusan roti langsung mengangkat wajahnya, menatap wajah Jean dengan ekspresi datar. "Kalau mau masuk surga itu ya karena Tuhan, ingin bertemu dengan Tuhan. Bukan karena Yera, itu tandanya Jean gak ikhlas tau!"

"Yer,"

"Huh?"

"Jean seneng denger Yera bawel gini, sering-sering ya!" ujar Jean sambil mengusak surai cokelat milik Yera.

Yera merasa sesuatu yang panas menjalar di pipinya, terasa hangat dan membuatnya malu. Apa dirinya blushing? Tapi, kenapa?

"Jean balik ke kelas dulu. Sampai ketemu pulang sekolah nanti," pamit Jean sambil beranjak berdiri. Sekali lagi tangannya mengusak surai milik Yera hingga gadis itu menunduk dalam, menyembunyikan semburat merah yang sudah Jean sadari.

Yera meremas erat-erat sampah plastik dalam genggamannya, hanya karena sebungkus roti cokelat ini dia bisa bicara panjang lebar dengan Jean dan berakhir memanas seperti ini.

Jean sudah sering melakukan skin ship padanya, entah itu mencubit pipi, memegang tangan ataupun mengusap kepala. Tapi hari ini rasanya berbeda, Yera seakan lupa bahwa Jean adalah pemuda menyebalkan yang telah mengganggu hidupnya selama tiga bulan ini, dan penyebabnya karena roti cokelat ini. Huh, sial, kelemahan Yera memanglah makanan. Dia suka melupakan banyak hal ketika menikmati makanannya, baginya menikmati makanan itu lebih penting dibanding mengingat semua sifat menyebalkan Jean.

"Huh sebal!" Yera menjatuhkan kepalanya pada meja sambil membuang pandangan keluar kelas. "Jean sialan!" makinya sekali lagi.

 "Jean sialan!" makinya sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✔️Ma Twins [JUNGRI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang