Jam menunjukkan pukul 06.55 yang artinya bel masuk akan berbunyi lima menit lagi. Aku berlarian dari tempat parkir menuju kelas. Hingga sampai di kelas yang sudah ramai. Selain aku, seluruh siswa sudah berada di kelas ini. Bahkan Kevin sudah duduk di bangkunya. Aku berjalan pelan menuju bangkuku di ujung.
"Kamu pacaran sama yang namanya Reva itu?" Tanya Kevin tiba-tiba.
"Iya, udah dari awal semester ini sih."
"Udah dua bulanan berarti?"
"Iya kurang lebih, kayanya baru kemarin kita masuk semester dua eh udah dua bulan aja ya?" Celetukku.
"Aku denger-denger Reva tuh bad boy. Kamu harus hati-hati." Suruh Kevin.
"Bad boy gimana?"
"Ya bad boy, nakal. Dia dulu terkenal playboy juga, paham kan? Kamu harus ati-ati loh, Ris. Jangan mau diapa-apain sama dia."
"Menurutku dia baik kok. Selama ini kita baik-baik aja."
"Aku cuma mau memperingatkan sih. Ya semoga itu cuma gosip, nggak beneran."
"Thanks for that unnecessary worries, Kev."
"Bisa nggak usah pake Bahasa Inggris, nggak? Aku nggak ngerti."
"Well, sorry."
Dan pembicaraan kami terhenti saat guru masuk ke kelas kami. Pelajaranpun dimulai. Selama pelajaranpun kami tak saling bicara. Hingga saat jam istirahatpun yang kita bicarakan hanyalah basa-basi. Entah apa yang membuat kami menjadi secanggung ini.
●○○
Beberapa bulan berlalu, hubunganku dengan Kak Reva juga masih bertahan. Meskipun sering juga kami berseteru. Banyak ketidak-cocokan diantara kami terlihat seiring waktu berjalan. Mulai dari kami tidak menyukai makanan dan minuman yang sama, bahkan aku membenci makanan yang menjadi favoritnya, begitupun sebaliknya.
Dan yang paling menakutkan adalah tentang hubungan fisik. Benar, ciuman adalah gerbang pembuka untuk semua dosa. Beberapa minggu yang lalu, Kak Reva mulai berani mencium leherku. Aku sadar bahwa ini tidak benar. Aku terus menolak saat ia meminta ciuman dariku, hingga ia marah dan kami berdua mulai berdebat. Dan sampai aku berkata untuk putus, ia langsung memelukku dan meminta maaf. Aku selalu memaafkannya detik itu juga.
Seperti saat ini, kami berdua sudah dua hari tak saling berkabar. Biasanya meskipun tidak asik chatting namun sesekali kami mengabari, sedang apa, sedang dimana, mengingatkan untuk makan, atau sekedar mengatakan rindu. Namun dua hari ini kami tak berkirim pesan bahkan menanyakan sedang apa. Rasanya cemas namun kesal.
Semua berawal dari dua hari yang lalu saat Hari Minggu, Kak Reva mengunjungiku di rumah. Saat itu Kak Nana sedang les bersama Kak Aldo. Mama dan papa sedang bekerja. Hanya aku sendirian di rumah. Tentu aku tahu bahayanya berduaan dengan lawan jenis di tempat sepi. Itu sebabnya aku mengajaknya pergi keluar. Namun ia menolaknya, ia bahkan memarahiku karena terlalu takut sedangkan ia tidak memiliki maksud apapun. Hingga akhirnya aku mengizinkannya untuk tinggal.
Kami hanya bermain musik, ia mengajariku sedikit cara bermain gitar. Dia membiarkanku memegang gitar dan dari belakang ia memandu tangan kiriku memegang akord, dan tangan kananku untuk menggenjreng gitar. Tubuhnya sangat dekat dengan tubuhku hingga aku bisa mendengar nafas dan detak jantungnya. Kemudian ia membisikkan bahwa saat ini dia sedang bahagia, akupun menoleh setelah ia berbisik. Kemudian bibirnya menghampiri bibirku. Dari sebuah kecupan yang berakhir menjadi ciuman.
Aku langsung menghentikannya. Aku bangun dan beranjak dari sisinya dan meletakkan gitar yang kupegang di sofa. Masih dengan jantungku yang berdetak, seolah bagian dari dalam diriku ingin melanjutkan sesi bermesraan itu. Namun otakku terus memintaku untuk berhenti. Akupun menuruti apa yang dikatakan pikiranku, ini tidak benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTQUAKE
Teen FictionLet me tell you about anxiety. Rasa takut yang menghantuimu bahkan saat bernafas atau membuka mata. Lalu mengapa aku harus memiliki itu? Dan bagaimana aku berupaya menghilangkannya. Cinta? Mampukah cinta menghilangkan kecemasan itu?