Awal memutuskan bersahabat dengan mu, aku sama sekali tak memiliki rasa sedikitpun. Pada saat itu aku hanya bahagia menemukan sosok Dewa ditubuh mu. Kamu bisa mengerti bagaimana ketika aku marah, tau cara membujukku.
Jika kalian berfikir bahwa Malviano akan berkata kata manis saat membujukku, kalian salah! Malviano akan diam bahkan meninggalkan ku untuk beberapa saat, nanti dia akan datang sambil mengucapkan mantra yang membuatku tertawa"Udah gak marahkan? Jangan marah lagi nanti kamu cepat tua, kata mu kita akan menua bersama, jadi jangan menjadi tua duluan."
Dan aku pasti tersenyum setelah itu, tidak jadi marah lagi dengan mu. Memang benar, kadang kita butuh jeda untuk berfikir, menenangkan emosi, mencerna semuanya, lalu berbaikan dengan keadaan.
Malviano, kamu mengajariku cara melihat sesuatu dengan sudut pandang berbeda. Yang akhirnya membuat aku berfikir bahwa banyak sisi lain dalam hidup yang tidak aku ketahui dan tanpa sadar sedikit demi sedikit aku mulai berubah, mulai menyukai musik, suka makan beng beng, dan kebiasaan kebiasaan lainnya yang membuat aku jauh dari aku yang dulu."Mana tas kamu?"
"Itu dimeja."
"Tunggu sini."
Sambil aku mengambil tas Malviano yang ada didepan meja ku. Lalu aku memeriksanya, ada buku, pena dan ada satu hal yang baru aku lihat, gantungan kunci berbentuk anjing dengan warna merah putih.
"Ini dari siapa? Dari orang spesial."
"Iya dari orang spesial."
"Serius? Kasih tau dong."
"Itu dari orang spesial Rasya, Itu dari Ayah. Ayah kasih ke aku gantungan itu tapi gak cocok ditas, jadi aku simpen deh."
"Oh dari Ayah. Kenapa gak bilang dari tadi sih pake acara ada jeda segala kyak film india yang suka aku tonton."
"Gantungannya buat kamu aja Rasya, itu dari orang spesial dan kamu juga spesial bagiku."
"Enggak Malviano itu dari Ayah untuk kamu."
"Dan sekarang aku nitip ini ke kamu, jaga baik baik. Kalo dia mau pulang, kasih tau aku ya."
Cara mu itu unik. Ketika makhluk bumi berlomba lomba mendapatkan dia yang sempurna, malah aku mendapatkan kamu yang benar bener di luar ekspetasiku. Tapi tak apa, takdir memang seperti itu bukan, mungkin karena itu juga aku terbiasa dengan cara cara mu. Kebiasaan ini ternyata berdampak besar ketika aku kehilangan mu, aku jadi tidak suka laki laki yang selalu bertanya "lagi apa?" "Sudah makan belum?" Lalu pertannyaannya berulang kali seperti itu. Sebab dulu kamu hanya bertanya sekali lalu pembahasannya sudah sampai dunia. Tentang bagaimana air jika tanpa wadahnya, mengapa tangan kita sama sama alergi sabun, dan juga mengapa dari sekian banyak manusia di bumi aku dan kamu disatukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Tidak Dengan Mu
Teen Fictioncerita ini untuk mu yang ingin beranjak pergi dari masalalu