Sebelas, Paket Lengkap

371 13 1
                                    

"Pagi sayang, bangun donk" ujarnya sambil menciprat-cipratkan air dari rambutnya yang sudah basah, kubuka mataku yang masih berat kurasa, "paan si bang masi pagi juga" ucapku sambil menarik kembali selimut menutupi seluruh badanku,

"eh malah makin males-malesan, ayok bangun kita cari sarapan" ujarnya, yang kemudian selimut ku ditariknya paksa,

"abang aja sana sarapan dulu, aku ntaran aja" runtukku, apa-apaan dia ini masih jam segini sudah berisik saja, "ooh gitu nih, abang hitung sampe lima, kalo ga bangun awas aja ya" balasnya menantang, "serah abaang ish" ucapku sambil menutup wajahku dengan bantal,

"satu..." ucapnya mulai menghitung mundur yang samasekali tidak aku respon, lagian semalam tidur jam berapa, ini udah di bangunin, "duaa..." lanjutnya masih menghitung,

Sebenarnya aku juga sudah ngga ngantuk samasekali, nunggu sampai empat deh ahahah,

"lima!!!" teriaknya lantang, sambil tanpa aba-aba langsung mengangkat tubuhku di pundaknya, 'loh, heh curaaang' teriakku, "baru dua masa uda sampe lima aja" sambungku lagi. Dia menggendongku ke dalam kamar mandi, ku kira bakal mandi bareng, eh taunya dia langsung keluar dan mengunci pintunya,

"abaaaang gamau nemenin apah" teriakku dari dalam, entah dia mendengarkan atau tidak, dasar sukanya maksa.

"gaada, tar gajadi mandi, kamu kan usil," balasnya, "dah sana cepetan mandi kalo kelamaan abang tinggal balik ke solo,!" sambungnya,

Setelah selesai urusan mandi dan berganti pakaian, kuhampiri dia yang sedang duduk mengobrol bersama pak darmo, "pagi pak" ucapku menghampiri mereka, "iya mas, wah sudah rapih-rapih, mau jalan-jalan kemana ini.?" Balasnya,

"gaada pak, Cuma mau ke makam bapak ibuk, palingan mampir makan," sahut bang putra,

"owalah, lha apa ndak sekalian muter-muter mas, mumpung jogja ngga terlalu ramai musim liburan juga" sambung pak darmo,

"ahaha engga pak, saya sore juga ada pertemuan soalnya sama teman-teman" ucapku,

Bang putra beranjak dari duduknya dan menyambar helm di motor, "yuk bim, keburu siang kan," ujar bang putra sambil menaiki motornya, "pak saya nitip rumah nggeh pamit dulu, kalo ada apa-apa kabarin saya langsung" ucap bang putra, yang kemudian mencium tangannya,

"pak pamit dulu ya, Assalamualaikum" ucapku yang juga mencium tangannya.

Setelah berangkat dari rumah bang putra, kami langsung menuju ke komplek pemakaman yang jaraknya tidak terlalu jauh, tadi sempat mampir sebentar untuk membeli bunga tabur, setibanya disana, bang putra tampak mencoba mengingat-ingat letak makamnya, "disini toh, banyak yg berubah pepohonannya" ujarnya, "ayok bim kirim doa"

Setelah bebrapa menit kami mengirim doa untuk bapak dan ibu nya, kami langsung beranjak mencari sarapan, aku tidak banyak bertanya, karena abang juga pasti lagi kangen sama kedua orangtuanya, biarkan dia memiliki waktunya.

"abang mau nyari sarapan dimana.?" Tanyaku memecah keheningan, "ini bukanya arah ke parangtritis.?" Sambungku lagi,

"eh iya, ahah maaf dek sampai ga fokus" jawabnya sambil mencari celah untuk putar balik,

"kita cari gudeg aja yuk" sambungnya lagi,

"hah, yaudah ngikut abang aja aku mah hehe" balasku, sebenarnya aku ga terlalu suka gudeg, terlalu eneg menurutku, tapi gapapalah, nanti minta porsi sedikit saja.

Sesampainya di tempat makan, kami memesan 2 porsi gudeg, dan setelah beberapa menit hidangan kami pun sudah di hantarkan di meja makan kami,

"bang banyak banget porsinya" ujarku, ini sih porsi kuli ucapku dalam hati, "udah di makan aja, biar cepet gede ehehe" ejeknya,

Putra & Bima si Baret Ungu dan si Baret HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang